Stop! Kekerasan Seksual pada Anak, Islam Punya Solusi Nyata


Oleh : Epi Lisnawati MPd


Miris, saat ini kasus kekerasan seksual terhadap anak sangat marak, khususnya yang dilakukan oleh predator anak. Salah satu yang terbaru adalah kasus predator seksual yang terjadi di Jepara. Penyidik kepolisian Jawa Tengah menyebut bahwa setidaknya terdapat 31 orang anak di bawah umur menjadi korban predator seksual berinisial S asal Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara. 

Para korban kejahatan predator seks itu diketahui masih di bawah umur berusia sekitar 12 hingga 17 tahun. Korban berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Timur, Semarang, Lampung, dan sebagian besar dari Jepara. Sejumlah korban pernah bertemu dengan predator seksual itu setelah diancam foto dan videonya akan disebarluaskan ( Tempo.co, 9 Mei 2025).

Kasus predator anak yang semakin marak dan mengkhawatirkan ini tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalis sekuler di negeri ini. Dalam sistem kehidupan sekuler nilai-nilai agama dipisahkan dari ranah publik sehingga perilaku manusia semakin bebas. Kemaksiatan pun kian dinormalisasi. Masyarakat kehilangan pedoman hidup yang seharusnya menjadi benteng utama dalam menjaga kehormatan dan keselamatan generasi muda.

Lingkungan masyarakat kini semakin teracuni oleh gaya hidup liberal. Gaya hidup liberal menjadikan kebebasan individu dan pencapaian materi sebagai orientasi utama dalam hidup tanpa lagi memedulikan batasan nilai halal dan haram. Kondisi ini mendorong tumbuhnya budaya permisif terhadap perilaku menyimpang dan menumpulkan kepekaan sosial terhadap berbagai bentuk kemungkaran. 

Dalam sistem kapitalisme media dibiarkan bebas menyebarkan konten yang merusak moral publik. Sementara sistem sanksi yang ada lemah dan tidak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan. Oleh karena itu, problem predator anak ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan parsial, melainkan harus dipandang sebagai persoalan sistemik yang menuntut solusi menyeluruh berbasis sistem. 

Solusi tersebut hanya dapat terwujud dengan penerapan Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan di bawah naungan sistem Islam. Sistem pendidikan Islam yang diterapkan berbasis pada akidah Islam dengan tujuan membentuk kepribadian Islam yang utuh dalam diri setiap warga negara. 

Pendidikan diterapkan secara terstruktur dan menyeluruh dengan melibatkan tiga pilar utama pembentuk kepribadian mulia, yakni keluarga, masyarakat, dan negara. Di tingkat keluarga, peran orang tua sangat sentral dalam menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak-anak sejak dini. Melalui penerapan aturan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat akan terbentuk lingkungan sosial yang menjunjung tinggi budaya amar makruf nahi mungkar. 

Di keluarga pun anak-anak diajarkan tentang pentingnya keimanan serta pemahaman terhadap syariat Islam secara menyeluruh agar mereka memahami makna hidup dan tujuan keberadaan mereka di dunia. Dengan bekal ini, anak akan meyakini bahwa hanya aturan Islam yang layak dijadikan pedoman dalam setiap perbuatan.

Allah Swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS At-Tahrim : 6). Ayat ini menegaskan kewajiban orang tua untuk mendidik dan menjaga anak-anaknya agar selamat dari penyimpangan akidah dan syariat Islam. 

Masyarakat Islam saling menasehati dan menjaga agar kemaksiatan sekecil apapun tidak dibiarkan berkembang di ruang publik, melainkan ditindak secara tepat baik dengan nasihat maupun melalui mekanisme hukum yang berlaku. Rasulullah saw. "Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman”. (HR Muslim). 

Media massa dalam sistem Islam pun memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga moral publik sehingga dilarang menayangkan konten yang mengandung pornografi atau hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Dalam Islam, batasan antara yang baik dan buruk, halal, dan haram sangat jelas menjadi dasar bagi masyarakat untuk bersikap serta bertindak. 

Sistem Islam memiliki mekanisme hukum yang tegas dan memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan, termasuk para pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Para fuqaha sepakat bahwa korban pemerkosaan tidak dijatuhi hukuman zina, baik cambuk maupun rajam. Bagi pelaku jika memiliki bukti seperti kesaksian empat laki-laki muslim atau pengakuan pelaku, maka pelaku dikenai sanksi hukuman zina. Dicambuk 100 kali jika belum menikah atau gairu muhsan dan dirajam sampai mati jika sudah menikah atau muhsan.

Allah Swt berfirman:
Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin” (QS An-Nur : 2) 

Dengan penerapan syariat Islam secara komprehensif, negara akan mampu menciptakan lingkungan yang bersih dari segala tindak kriminal termasuk kekerasan seksual pada anak dan memberikan perlindungan nyata bagi anak-anak sebagai generasi penerus umat di masa yang akan datang. Wallahu’alam Bissawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak