Oleh: Nettyhera
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Indonesia sedang menghadapi malapetaka besar, narkoba menyebar bak wabah, menjangkiti berbagai kalangan, dari rakyat biasa hingga elite, dari pengguna jalanan hingga pengendali jaringan internasional. Fakta-faktanya sangat mencengangkan.
Pada Mei 2025, TNI AL berhasil menggagalkan penyelundupan 1,9 ton sabu-sabu di perairan Aceh. Narkoba itu diselundupkan dari Myanmar oleh jaringan internasional yang sudah lama memanfaatkan laut Indonesia sebagai jalur masuk (Antara, 20/5/2025). Tak lama setelah itu, Polda Metro Jaya menyita 10 kg sabu dari sebuah apartemen mewah di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Modusnya rapi, disamarkan dalam koper mahal seolah hanya barang bawaan biasa (Metrotvnews, 20/5/2025).
Lebih mengejutkan lagi, nama Dewi Astutik mencuat sebagai sosok perempuan yang dijuluki “Griselda Blanco Indonesia”, karena kemampuannya mengendalikan jaringan kurir narkoba di berbagai wilayah, termasuk dari balik penjara (Kompas.com, 16/5/2025). Bahkan, seorang narapidana di Riau terbukti mengatur peredaran narkoba dari dalam lapas, menunjukkan betapa lemahnya sistem pengawasan kita (Kompas Regional, 17/5/2025).
Semua kasus ini hanya bagian kecil dari gunung es. Menurut data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dikutip BeritaSatu, nilai transaksi narkoba di Indonesia mencapai Rp524 triliun per tahun. Angka ini fantastis, menunjukkan tingginya permintaan serta besarnya keuntungan yang dipertaruhkan (BeritaSatu, 21/5/2025).
Apa Akar Masalahnya?
Selama ini kita hanya fokus pada penindakan dan sosialisasi bahaya narkoba. Namun kenyataannya, peredaran narkoba makin menggila. Ini menunjukkan bahwa ada yang salah secara sistemik.
Akar masalahnya ada pada paradigma hidup masyarakat dan sistem yang menaunginya. Indonesia saat ini menerapkan sistem sekuler, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem ini, standar benar dan salah tidak lagi berdasarkan ajaran agama, tapi semata-mata berdasarkan keuntungan atau selera pribadi. Akibatnya, masyarakat menjadi permisif dan hedonis. Gaya hidup bebas, pesta, foya-foya, dan pelarian dari tekanan hidup membuat narkoba jadi pilihan.
Sistem ekonomi kapitalistik yang berlaku pun menambah tekanan. Hidup makin sulit, pekerjaan susah, sementara gaya hidup konsumeristik terus dipromosikan. Dalam kondisi seperti ini, bisnis narkoba dianggap jalan pintas untuk cepat kaya. Tak heran, banyak orang terlibat, mulai dari pemuda pengangguran hingga pejabat yang tergiur keuntungan besar.
Yang lebih parah, negara seolah tidak hadir sepenuhnya untuk melindungi rakyat. Penegakan hukum lemah, aparat bisa disuap, dan jaringan narkoba justru leluasa bergerak. Tak sedikit kasus yang melibatkan oknum petugas dan tidak pernah terselesaikan secara tuntas.
Solusi Islam: Menyeluruh dan Mendasar
Islam memandang narkoba sebagai barang haram karena merusak akal dan membahayakan jiwa. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah haram” (HR. Muslim). Dalam pandangan Islam, negara harus mengambil peran aktif—bukan sekadar kampanye, tapi membangun sistem menyeluruh untuk mencegah dan memberantas narkoba.
Ada tiga pendekatan kunci dalam sistem Islam:
1. Membentuk kepribadian Islam rakyat: Islam membangun manusia yang sadar halal-haram, bukan sekadar takut hukum. Pendidikan Islam diberikan secara gratis dan merata agar rakyat memahami hakikat hidup dan menjauhi perusakan diri seperti narkoba.
2. Penegakan hukum tegas dan adil: Pengguna narkoba bisa dikenakan hukuman ta’zir, seperti penjara atau cambuk, sesuai tingkat kesalahannya. Adapun pengedar dan produsen dijatuhi hukuman berat, termasuk hukuman mati jika menyebabkan kerusakan besar di tengah masyarakat.
3. Menciptakan lingkungan sosial yang sehat: Islam menutup semua celah penyebab narkoba—dari tontonan yang merusak, gaya hidup hedonis, hingga sistem ekonomi yang menekan rakyat. Negara memastikan tersedia lapangan kerja halal dan suasana sosial yang kondusif bagi ketakwaan.
Khilafah, Negara Pelindung Generasi
Semua ini hanya bisa berjalan jika ada sistem pemerintahan yang menjadikan Islam sebagai dasar aturannya, yakni Khilafah Islamiyah. Dalam sejarahnya, Khilafah mampu menciptakan masyarakat yang bersih dari narkoba, karena seluruh elemen kehidupan diatur berdasarkan syariat, bukan hawa nafsu atau kepentingan politik.
Khilafah tidak akan memberi ruang bagi mafia narkoba karena negara berfungsi sebagai penjaga akidah, pelindung rakyat, dan penegak hukum yang tak bisa disuap. Rakyat pun tidak akan mudah tergoda narkoba karena memiliki kesadaran spiritual yang kuat dan kesejahteraan yang nyata.
Saatnya Mengubah Arah
Jika kita terus mempertahankan sistem sekuler-kapitalis, narkoba tidak akan pernah benar-benar hilang. Penangkapan hari ini hanya jadi berita sesaat, sementara jaringan narkoba terus beradaptasi dan tumbuh.
Sudah saatnya kita sadar, bahwa masalah narkoba bukan sekadar kriminalitas, tetapi krisis sistemik dan ideologis. Hanya dengan kembali kepada Islam sebagai solusi hidup, dan menjadikan syariah sebagai dasar aturan negara, kita bisa menyelamatkan generasi dari kehancuran.
Mari buka mata dan ubah arah. Dari sistem rusak menuju sistem yang menyejahterakan dan menyelamatkan: Islam kaffah di bawah naungan Khilafah.
Tags
Opini