Penulis: Ilmu Mumtahanah
Naluri kemanusiaan dan akal sehat publik terhentak sejak terkuaknya grup fanspage Fantasi Sedarah yang beranggotakan lebih dari 32 ribu orang. Betapa tidak, manusia-manusia laknat ini bukan sekadar memiliki orientasi seksual menyimpang, tetapi juga berani membincangkan soal hobi menjijikkan mereka, yakni memenuhi hasrat seksual kepada keluarga sedarah (inses), bahkan kepada balita yang menjadi darah dagingnya. Astagfirullah.
Fenomena hubungan sedarah atau inses ini memang makin marak ditemukan kasusnya di masyarakat. Ini tentu saja menjadi ironi, mencerminkan keruntuhan bangunan sistem keluarga. Negara yang mengeklaim dirinya religius justru menjadi saksi bisu atas pengabaian terhadap norma agama dan moralitas.
Wajar, dalam sistem sekular kapitalisme di mana agama dipisahkan dari kehidupan, keluarga sebagai institusi sosial yang terpenting merupakan item yang sering kali diabaikan. Ya, sistem sekular kapitalisme menekankan pada kebebasan individu dan materialisme, yang sering kali mengabaikan nilai-nilai moral dan agama.
Dalam sistem ini, keluarga dianggap sebagai unit sosial yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu. Hal ini menyebabkan terjadinya disorientasi nilai, di mana norma-norma agama dan sosial yang seharusnya menjadi pedoman hidup mulai ditinggalkan.
Maraknya inses dalam sistem sekuler kapitalisme disebabkan oleh beberapa faktor, pertama, peran media massa yang diakomodir oleh negara tidak berfungsi sebagai mana mestinya dalam membentuk opini publik dan moralitas masyarakat. Media sering kali lebih fokus pada aspek komersial dan hiburan, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap nilai-nilai sosial dan agama.
Misalnya, tayangan-tayangan yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, atau perilaku menyimpang lainnya dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat. Terlebih, kemudahan untuk mengakses konten porno membuat kejahatan inses makin marak. Alhasil, ruang digital yang aman dan beradab ibarat jauh panggang dari api.
Kedua, kemiskinan struktural yang lahir dari penerapan sistem ekonomi kapitalistik telah terbukti menjadi faktor penting yang memicu kemunculan perilaku inses. Keluarga menjadi tidak harmonis karena orang tua sibuk mencari nafkah hingga anak tidak terurus dan kurang perhatian. Kasus inses kakak-adik di Medan menjadi bukti bahwa keluarga broken home berujung kakak-adik melakukan inses.
Kemiskinan juga telah membuat sebagian masyarakat mau tidak mau harus tinggal di rumah yang tidak layak. Rumah kecil tanpa sekat atau kontrakan satu petak jelas membuat penghuninya kehilangan privasi. Bahkan, tidak jarang semua anggota keluarga terpaksa harus tidur bersama. Dari situ bibit-bibit inses bisa tumbuh subur.
Ya, dalam sistem sekular kapitalisme, kebebasan individu dan materialisme adalah sesuatu yang paling ditekankan. Sebaliknya, nilai-nilai moral dan agama malah diabaikan. Dalam sistem ini, keluarga dianggap sebagai unit sosial yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu. Hal ini menyebabkan terjadinya disorientasi nilai, di mana norma-norma agama dan sosial yang seharusnya menjadi pedoman hidup mulai ditinggalkan.
Dalam konteks ini, inses bukan hanya merupakan pelanggaran hukum, tetapi juga cerminan dari kerusakan moral dan sosial yang lebih dalam. Maraknya kasus inses menunjukkan bahwa sistem sekuler kapitalisme gagal dalam menjaga integritas keluarga dan moralitas masyarakat.
Adapun negara dalam sistem pemerintahan Islam memiliki kewajiban untuk melindungi keluarga dari segala bentuk kerusakan. Melalui penerapan hukum syara', negara dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi keluarga untuk berkembang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Langkah-langkah preventif, seperti pendidikan agama yang kuat, pengawasan sosial dan media massa, serta penegakan sanksi yang tegas harus menjadi prioritas dalam menjaga moralitas masyarakat.
Mengapa demikian? Sebab, inses merupakan sebuah keharaman. Ini sebagaimana yang tertulis di dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 23. Maka, dengan adanya pengharaman ini, wajib bagi negara untuk menutup setiap pintu yang bisa mengantarkan pada perilaku inses.
Untuk menyelesaikan masalah kemiskinan, sistem ekonomi Islam menjamin terwujudnya kesejahteraan yang merata bagi segenap rakyat. Sebagai contoh, aturan tentang nafkah yang mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan agar kewajiban bekerja bagi laki-laki bisa ditunaikan. Begitu juga aturan tentang pengelolaan SDA milik umat yang harus amanah dikelola oleh negara, bukan diserahkan ke asing atau aseng.
Islam juga sangat memperhatikan soal hunian. Rumah adalah kehormatan yang para perempuan bisa hidup dengan aman dan nyaman bersama mahramnya tanpa khawatir dilecehkan. Dalam hal ini negara wajib memberikan kemudahan bagi setiap keluarga agar bisa memiliki rumah yang nyaman dan lapang (dengan kamar-kamar yang terpisah antara anak dan orang tua, juga antara anak laki-laki dan perempuan) hingga syariat seputar interaksi di dalam rumah bisa diimplementasikan.
Islam juga sangat memperhatikan penjagaan dalam interaksi antaranggota keluarga di rumah, dengan adanya aturan pemisahan kamar anak dan orang tua sejak kecil, pemisahan kamar anak yang tidak sejenis, pemisahan tempat tidur anak yang sejenis, dan larangan tidur dalam satu selimut.
Tidak kalah penting, penerapan sanksi yang tegas harus dilakukan. Inilah benteng kokoh yang berfungsi untuk menebus dosa dan mencegah berulangnya kemaksiatan. Dalam Islam, inses merupakan salah satu bentuk zina. Pelakunya wajib dikenai hukuman rajam sampai mati (apabila sudah menikah) dan dera (cambuk) 100 kali (apabila belum menikah).
Dalam sistem Islam, negara memiliki kewajiban untuk mengatur dan mengawasi media agar sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama. Kebijakan yang proaktif dan berbasis nilai-nilai agama dapat mencegah penyebaran perilaku menyimpang dan menjaga moralitas masyarakat. Wallahualam.