Kapitalisme Gagal Lindungi Gizi Rakyat, Khilafah Hadir sebagai Solusi




Oleh : Ummu Aimar



Sebanyak 36 orang yang terdiri pelajar SD, SMP, dan guru Sekolah Bosowa Bina Insani, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, dilarikan ke sejumlah rumah sakit. Mereka diduga mengalami keracunan makanan.

Dandim 0606/Kota Bogor, Letkol Inf. Dwi Agung Prihanto, membenarkan adanya peristiwa tersebut. Para pelajar dan guru di sekolah tersebut mengalami gejala yang diduga keracunan makanan secara bertahap dari kemarin sore dan pagi hari.

Namun, sambung Dwi, untuk mengetahui penyebab pastinya menunggu hasil uji laboratorium sampel makanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor.
“Itu baru dugaan keracunan makanan. Memang benar tadi siang kita terima laporan, tapi masih kita selidiki, termasuk sudah berkoordinasi juga dengan Dinkes,” ujarnya di Makodim 0606/Kota Bogor, Rabu (7/5/2025).
(https://tirto.id)

Kejadian keracunan berulang ini seharusnya menjadi alarm peringatan bahwa program prioritas pemerintah ini perlu segera dievaluasi dan ditingkatkan pengawasannya agar tidak menimbulkan korban lebih banyak di masa depan.

Banyak pihak yang meminta agar program MBG ini ditelaah dan dibenahi, salah satunya datang dari anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi. Menurutnya, perlu evaluasi seluruh pihak terkait, khususnya Badan Gizi Nasional (BGN), mulai dari bahan baku, distribusi, hingga pengawasan keamanan pangan. Ia juga mendorong dilakukannya audit menyeluruh terhadap vendor penyedia MBG (cnnindonesia.com, 23-04-2025).

Kasus keracunan yang terus berulang merupakan dampak dari sistem industri kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan daripada keselamatan dan kesehatan masyarakat. Alih-alih memberikan makanan bergizi tinggi, justru makanan berbahaya yang dikonsumsi. Ini menjadi kekhawatiran besar, apalagi jika program MBG tetap dipertahankan tanpa perbaikan mendasar.

Banyaknya kasus Keracunan MBG ini merupakan salah satu contoh dampak negatif dari praktik industri kapitalisme yang lebih mengutamakan keuntungan finansial dibandingkan keselamatan dan kesehatan masyarakat. Dalam sistem ini efisiensi biaya dan peningkatan laba menjadi prioritas utama, sementara aspek keselamatan kerja, kontrol kualitas dan dampak lingkungan kerap diabaikan. Akibatnya masyarakat yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban dari kelalaian dan keserakahan perusahaan.

Kasus keracunan ini mencerminkan bagaimana sistem ekonomi yang tidak berorientasi pada kepentingan publik dapat menimbulkan krisis kesehatan yang serius dan merugikan banyak pihak. Negara sendiri justru terkesan berlepas tangan dalam menghadapi kasus keracunan MBG ini alih-alih memberikan perlindungan nyata kepada masyarakat.

Negara yang menganut sistem kapitalisme terbukti gagal menjamin kualitas gizi generasi bangsa. Dalam kerangka pasar bebas produk-produk pangan termasuk yang berbahaya bagi kesehatan dibiarkan beredar luas tanpa pengawasan dan regulasi yang ketat. Keamanan pangan menjadi barang dagangan bukan hak dasar warga negara. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalisme keuntungan lebih diutamakan dibanding keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Ketidakmampuan negara dalam menciptakan lapangan kerja yang layak dan memadai menjadi bukti kegagalan dalam sistem ini. Sistem ini juga mengakibatkan banyaknya kepala keluarga tidak mendapatkan akses pekerjaan sehingga tidak terpenuhinya gizi generasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa problem gizi tidak bisa berdiri sendiri melainkan berkaitan erat dengan sistem ekonomi dan tata kelola negara secara keseluruhan.

Islam hadir sebagai solusi sistemik yang menyelesaikan problem gizi secara menyeluruh. Khilafah bukan hanya sistem pemerintahan melainkan struktur kepemimpinan yang mengatur seluruh aspek kehidupan berdasarkan syariat Islam. Islam memandang bahwa pemenuhan kebutuhan pangan bergizi bagi setiap individu adalah kewajiban negara, bukan tanggung jawab pasar atau korporasi. Negara bertanggung jawab penuh atas keamanan pangan dan gizi masyarakat dengan memastikan hanya makanan yang halal, thayyib dan bergizi yang beredar melalui pengawasan yang ketat dan penegakan hukum.

Adapun Khalifah sebagai kepala negara wajib menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas melalui pengelolaan sumber daya alam secara langsung oleh negara. Serta pembangunan sektor-sektor produktif seperti pertanian, industri, dan perdagangan. Rakyat juga tidak hanya diberi bantuan tapi juga diberi akses pada penghidupan yang layak.

Program ini sejatinya bukanlah solusi preventif, justru mencerminkan kegagalan negara dalam menjamin kualitas gizi generasi. Pasar bebas membiarkan produk-produk berbahaya beredar tanpa kontrol ketat, sehingga makanan yang halal dan tayib jauh dari harapan. Generasi Emas 2045 yang dicita-citakan pun tampak menjadi angan-angan belaka.

Solusi yang dihadirkan selama ini hanya tambal sulam, dan lebih mengedepankan pencitraan dari pada perbaikan nyata untuk masa depan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak