Oleh: Windy Febrianti
Berdasarkan dari data International Monetary Fun (IMF) Indonesia menjadi negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara enam negara Asia Tenggara pada tahun 2024.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2014, jumlah penganggur bergelar sarjana tercatat sebanyak 495 .143 orang. Angka ini melonjak drastis menjadi 981.203 orang pada 2020, dan meski sempat turun menjadi 842.378 orang di 2024, jumlah tersebut masih tergolong tinggi (kompas.com, 30/4/25). Makin banyak lulusan Universitas (sarjana dan diploma) di Indonesia justru masuk dalam lingkaran pengangguran. Para pengamat menilai timpangnya lapangan pekerjaan di sektor formal di Indonesia saat ini sudaj mengkhawatirkan dan harus jadi alarm bagi pemerintah. Apalagi Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2030 mendatang. Itu artinya, jumlah penduduk usia produktif atau tenaga kerja akan lebih besar dibandingkan penduduk usia non-produktif (bbc.com, 30/4/2025. Problemnya hingga sekarang belum ada tanda-tanda perubahan kebijakan Presiden Prabowo yang mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mendukung bangkitnya industri manufaktur di Indonesia. Bahkan Beberapa pejabat Indonesia, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Prabowo, menyatakan keyakinan bahwa ekonomi Indonesia kuat dan akan terus tumbuh di masa depan. Sri Mulyani bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 mencapai 5%.
Presiden Prabowo juga menegaskan bahwa ekonomi Indonesia kuat secara fundamental dan dapat menghadapi goncangan global. Alih-alih segera memikirkan solusi strategis, pemerintah justru berleha-leha sambil tetap mempertahankan klaim bahwa perekonomian kita dalam kondisi baik-baik saja.
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme adalah penyebab masalah maraknya pengangguran. Kapitalisme tidak mampu menyediakan kesempatan kerja yang layak dan merata bagi seluruh rakyat. Hal itu setidaknya tergambar pada dua hal.
Pertama, sistem kapitalisme memberi kebebasan kepemilikan SDA kepada swasta hingga negara tidak menjadi pengendali industrialisasi utama yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Ketika industri-industri itu ada di tangan swasta, yang menjadi fokus bukan kesejahteraan pekerja melainkan profit perusahaan. Perusahaan swasta akan dengan mudah melakukan PHK demi profit yang lebih banyak. Di sisi lain, mereka juga bebas merekrut Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tidak bisa dihentikan oleh pemerintah. Pada akhirnya, pengangguran makin marak dan tidak bisa dicegah oleh negara.
Kedua, ekonomi yang bertumpu pada sektor nonriil. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, uang dianggap sebagai komoditas. Hal ini memunculkan aktivitas ekonomi nonriil, seperti bursa efek dan saham, perbankan sistem ribawi, maupun asuransi. Selain hanya memperkaya pemilik modal, aktivitas ekonomi nonriil ini juga tidak menciptakan lapangan pekerjaan secara nyata. Miris, karena negara fokus pada pencapaian di sektor nonriil ini, sektor ekonomi riil seperti pertanian, perikanan, dan industri berat yang berpotensi menyerap banyak tenaga kerja, akhirnya dipandang sebelah mata.
Dalam Islam, negara adalah raa'in (pengurus rakyat). Sehingga, dalam penerapan sistem Islam negara tidak berlepas tangan, dia akan menjamin kesejahteraan rakyatnya dan membuka lapangan kerja.
Negara khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mampu membuka lapangan kerja bagi rakyat secara memadai. Ada banyak langkah yang bisa Khilafah tempuh dalam menciptakan lapangan pekerjaan, di antaranya dengan meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor riil seperti pertanian, kehutanan, kelautan, dan pertambangan. Di sektor pertanian, negara dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama tiga tahun untuk diberikan kepada individu rakyat yang mampu mengelolanya namun sebelumnya tidak memiliki lahan. Di sektor industri, negara bisa mengembangkan industri alat-alat (penghasil mesin) yang mendorong tumbuhnya industri-industri lain.
Di sisi lain, negara tidak boleh sama sekali mengembangkan bahkan melirik sektor nonriil karena selain haram, sektor ini juga menyebabkan beredarnya uang hanya di antara orang kaya serta menyebabkan ekonomi labil. Yang tidak kalah penting, penerapan syariat Islam secara kafah oleh negara akan menciptakan iklim investasi dan usaha yang sehat dan bertumbuh karena ditopang oleh birokrasi yang sederhana, namun efektif dan bebas pajak. Dengan begitu, pengangguran tidak akan mendapatkan tempat di dalam sistem Islam.
Tags
Opini
