Oleh : Ummu Aqeela
Sekitar 39.384 anak Palestina telah kehilangan satu atau kedua orang tua mereka akibat lebih dari 500 hari pengeboman brutal—angka ini dirilis menjelang Hari Anak Palestina pada 5 April 2025.
Genosida Israel di Gaza telah menciptakan krisis anak yatim terbesar dalam sejarah modern.
“Anak-anak ini hidup dalam kondisi yang memilukan—berlindung di tenda-tenda robek atau reruntuhan rumah, tanpa akses pada perawatan sosial maupun dukungan psikologis,” ungkap Biro Pusat Statistik Palestina, dikutip Al Jazeera.
Sejak Oktober 2023 saja, sekitar 17.000 anak telah menjadi yatim piatu. Rumah mereka hancur, keluarga tercerai-berai, dan kini mereka bertahan hidup di tengah reruntuhan, tanpa kepastian akan perlindungan, makanan, atau kehangatan.
Penderitaan mereka mengejutkan nurani. Hampir 18.000 anak tewas—termasuk ratusan bayi. Perang ini tidak hanya merenggut orang tua mereka, tapi juga masa kecil, rasa aman, dan masa depan mereka.
"Tujuh belas anak mati kedinginan di tenda pengungsian. Lima puluh dua lainnya meninggal karena kelaparan dan gizi buruk yang sistematis,” tambah pernyataan tersebut. (Al Jazeera/Z-10)
Siapa pun yang menyaksikan penderitaan warga muslim Gaza, termasuk anak-anak di sana, akan mendapati bahwa apa yang dilakukan oleh entitas Zion*s itu sudah di luar batas kemanusiaan. Kejahatan yang dilakukan puluhan tahun dan makin intens dilakukan dua tahun terakhir, tentu tidak bisa dimaafkan. Lantas, apa kontribusi dunia internasional atas fakta genosida di Palestina? Faktanya, mereka hanya mengecam tanpa ada tindakan riil menghentikan serangan, dan miris, semua fakta ini terjadi di tengah narasi soal HAM dan tetek bengek aturan internasional dan perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak. nyatanya aturan-aturan tersebut tak mampu menghentikan apalagi mencegah penderitaan anak-anak Palestina.
Semua ini semestinya menyadarkan umat bahwa tidak ada yang bisa mereka harapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya. Masa depan Gaza/Palestina ada pada tangan mereka sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam atau khilafah yang semestinya sungguh-sungguh mereka perjuangkan.
Khilafah berfungsi sebagai rain dan junnah, tidak akan pernah membiarkan kezaliman menimpa rakyatnya. Khilafah terbukti selama belasan abad berhasil menjadi benteng pelindung yang aman, dan memberikan support system terbaik bagi tumbuh kembang anak sehingga mereka bisa menjadi generasi cemerlang pembangun peradaban emas dari masa ke masa.
Keberadaan Khilafah di tengah umat saat ini menjadi perkara urgen. Khilafah akan menyatukan umat Islam di seluruh dunia, menjaga eksistensi umat Islam, mempertahankan keberlangsungan hidup umat Islam, dan akan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad.
Aktivitas dakwah dan jihad akan menjadi visi politik luar negeri Khilafah karena demikianlah Islam mensyariatkan. Kembalinya aktivitas jihad akan mengembalikan kaum muslim pada pertarungan di pentas internasional dengan arahan yang benar. Alhasil, kaum muslim akan terlindungi dari segala bentuk penjajahan oleh musuh-musuh Islam. Pemenuhan hak-hak warga negara Khilafah, termasuk anak, akan terwujud nyata di bawah penerapan aturan Islam kafah. Dan semestinya muslim mempunyai kesadaran bahwa wajib terlibat dalam memperjuangkan kembalinya khilafah agar mereka punya hujjah di hadapan Allah bahwa mereka tidak diam berpangku tangan dengan kedzoliman yang nyata didepan mata.
Wallahualam bissawab.
