Oleh : Ummu Aqeela
Sejumlah ulama muslim terkemuka baru-baru ini mengeluarkan fatwa yang menyerukan jihad melawan Israel. Fatwa ini merupakan respons terhadap serangan udara yang terus menerus di Jalur Gaza, yang telah menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa. Dikeluarkan oleh International Union of Muslim Scholars (IUMS), fatwa ini didukung oleh lebih dari selusin ulama yang memiliki reputasi tinggi di kalangan umat Islam.
Fatwa tersebut menyerukan kepada semua negara muslim untuk melakukan intervensi militer, ekonomi, dan politik guna menghentikan apa yang mereka sebut sebagai genosida dan penghancuran total di Gaza. Dalam pernyataan resmi, IUMS menekankan bahwa tindakan Israel terhadap warga Palestina telah melanggar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Selain menyerukan intervensi, fatwa ini juga meminta negara-negara muslim untuk menerapkan boikot terhadap Israel melalui blokade darat, laut, dan udara. Mereka juga mendorong negara-negara Muslim untuk meninjau kembali perjanjian damai yang ada dengan Israel. Sekretaris Jenderal IUMS, Ali al-Qaradaghi, yang dikenal sebagai salah satu otoritas agama paling dihormati, menegaskan pentingnya respons kolektif umat Islam terhadap situasi di Gaza.
Belajar dari sejarah, umat Islam tidak bisa membebaskan Palestina berharap dengan sistem Kapitalisme-demokrasi apalagi polisi dunia bernama PBB. OKI (Organisasi Konferensi Islam) pun berada di bawah bayang-bayang PBB, apakah masih bisa diharapkan?
Bantuan makanan, medis dan pakaian/selimut hanya seujung kuku dampak yang dirasakan umat di Palestina. Mereka butuh bantuan militer, bukan sekedar kecaman dari para pemimpin-pemimpin negeri muslim.
Masalah di Palestina bukan hanya ujian bagi rakyat di sana. Melainkan juga bentuk pembuktian akidah umat Islam seluruhnya. Sejarah bumi Syam sebagai tanah yang diberkahi begitu melekat dengan Islam. Di masa dulu Rasulullah diperjalankan Isra’ Mi’raj di bumi Syam, mengimami para Nabi dan Rasul, bahkan Nabi Saw. diperjalankan ke Sidrotul Munthaha di Baitul Maqdis.
Sepanjang sejarah, Baitul Maqdis terbebas dari cengkraman kekuasaan penjajahan hanya dengan kepemimpinan Islam. Dibebaskan dari luar wilayah Syam. Sejarah mencatat setelah Rasulullah Saw. mendirikan Daulah Islam di Madinah, pada tahun ke 11 Hijriyah, beliau Saw. mengutus Usamah Bin Zaid sebagai panglima perang untuk membebaskan Al Quds dari kekuasaan Romawi.
Untuk itu jika "hanya" berupa fatwa, tentu tidak akan efektif, apalagi fatwa tidak memiliki kekuatan mengikat. Padahal kekuatan militer (pasukan dan senjatanya) ada di tangan para penguasa yang selama ini hanya menyeru namun tidak mengirimkan pasukan. Terlebih jihad defensif selama ini sudah dilakukan oleh kaum muslimin di Palestina di bawah komando sebuah kelompok bersenjata.
Upaya membebaskan Palestina dengan jihad sejatinya butuh komando seorang pemimpin di seluruh dunia. Dengan demikian menghadirkan kepemimpinan seperti ini seharusnya menjadi agenda utama umat Islam, khususnya gerakan-gerakan dakwah yang konsern ingin menolong muslim Gaza-Palestina.
Kepemimpinan yang disebut sebagai khilafah hanya bisa tegak atas dukungan mayoritas umat sebagai buah dari proses penyadaran ideologis yang dilakukan oleh gerakan Islam yang tulus dan lurus berjuang semata demi Islam.
Karena umat adalah pemilik hakiki kekuasaan. Merekalah yang akan mampu memaksa penguasa yg ada untuk melakukan apa yang mereka inginkan atau menyerahkan kepada yang lain jika penguasa tsb melakukan apa yang berbeda dari apa yang umat inginkan.
Urusan penegakkan khilafah sejatinya menyangkut hidup matinya umat, tidak hanya untuk problem Palestina. Maka menjadi kewajiban kita semua untuk terlibat dalam memperjuangkannya. Seruan jihad kepada tentara muslim terus dikumandangkan seiring juga seruan untuk menegakkan Khilafah.
Wallahu'alam bisshowab.
