Oleh: Tsaqifa Farhana W
(Aktivis Mahasiswa)
Gaza hari ini bukan cuma ladang puing dan reruntuhan. Ia adalah kuburan massal harapan. Setiap harinya, lebih dari 100 anak-anak Palestina tewas atau terluka, menurut laporan terbaru dari UNICEF.
Sejak agresi brutal Israel dimulai kembali pada 7 Oktober 2023, lebih dari 18.000 anak-anak telah terbunuh, dan lebih dari 39.000 anak menjadi yatim karena kehilangan salah satu atau kedua orang tua mereka (data Biro Statistik Palestina & UNRWA, April 2025).
Bayangkan: 39.000 anak, yang seharusnya bermain, belajar, dan tumbuh dalam dekapan orang tuanya—kini hidup sendiri, di tengah trauma dan ketakutan. Mereka tidur di tenda-tenda robek, makan seadanya, dan menunggu bantuan yang sering tak pernah datang. Mereka bukan sekadar korban.
Mereka adalah saksi bisu kegagalan total dunia internasional. Mereka hidup tanpa rumah, tanpa jaminan pendidikan, tanpa pengobatan, dan tanpa jaminan hidup esok hari.
Dunia Diam, Sistem Internasional Gagal Total
Ironisnya, semua ini terjadi di tengah gempita dunia tentang Hak Asasi Manusia, Konvensi Perlindungan Anak, dan segala macam perangkat hukum internasional.
Dunia yang dengan lantang bicara tentang “kemanusiaan” justru mendadak bisu saat anak-anak Palestina dibantai.
Lembaga-lembaga seperti PBB, UNICEF, dan Mahkamah Internasional hanya menyuarakan keprihatinan, tanpa langkah nyata.
Tak lebih dari megafon kosong. Mereka hanya bisa mengutuk, menyatakan keprihatinan, dan menyebar laporan tanpa tindak lanjut.
Faktanya, selama lebih dari 500 hari agresi, tidak satu pun resolusi efektif dijalankan. Bantuan kemanusiaan diblokir, korban sipil melonjak, dan dunia hanya mampu “mengutuk keras”—tanpa makna.
Memahami Akar Masalah
Kita harus berani menyebut akar masalahnya adalah dunia ini dikendalikan oleh sistem kapitalis dan kekuatan penjajah yang tidak pernah benar-benar peduli pada penderitaan umat Islam.
Sistem ini hanya bergerak jika ada kepentingan ekonomi dan geopolitik yang sejalan. Palestina tak masuk prioritas, apalagi jika penjajahnya adalah sekutu mereka sendiri: Israel.
Selama umat Islam masih menggantungkan harapan pada sistem ini, anak-anak Palestina akan terus menjadi korban.
Dunia tidak kekurangan aturan, tapi kekurangan keberanian dan kepemimpinan yang benar-benar berpihak pada keadilan.
Khilafah: Bukan Wacana, tapi Solusi Sejati
Solusi bukan sekadar donasi, bukan hanya kampanye digital. Solusi sejati adalah kembalinya sistem Islam yang menyatukan kekuatan umat—khilafah. Khilafah bukan sekadar ide historis, tapi sistem riil yang pernah memimpin dunia dengan keadilan.
Selama lebih dari 13 abad, umat Islam hidup dalam naungan negara yang bertanggung jawab melindungi rakyatnya, memelihara generasi, dan membebaskan negeri-negeri yang dijajah.
Khilafah adalah ra’in dan junnah—pengurus urusan umat dan pelindung sejati.
Dalam sistem ini, jihad bukan sekadar konsep militer, tapi instrumen syar’i untuk membela yang lemah dan menegakkan kebenaran.
Anak Muda Harus Bergerak
Kita adalah generasi yang katanya peduli. Kita turun ke jalan, marah di media sosial, dan menyumbang di dompet kemanusiaan.
Tapi kita harus lebih dari itu. Kita harus sadar bahwa solusi jangka panjang hanya ada pada sistem Islam. Kita harus bersatu, membangun kesadaran politik Islam, dan memperjuangkan tegaknya kembali khilafah yang akan membela Gaza dan seluruh negeri kaum muslimin.
Kita harus jadi bagian dari generasi yang bukan cuma peduli Palestina, tapi juga memahami akar masalahnya dan berani mengusung solusi hakiki—yakni kembalinya khilafah dan tegaknya jihad fi sabilillah.
Karena Allah SWT sendiri menyeru dalam firman-Nya:
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan (sampai) agama hanya milik Allah saja. Jika mereka berhenti, maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Anfal: 39)
Tags
Opini
