Gaza Kembali Membara




Oleh : Sri Setyowati
Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam



Di tengah bulan suci Ramadan, Zionis Yahudi kembali melancarkan serangan udara dan pengeboman besar di Jalur Gaza pada Selasa (18/3/2025) dini hari waktu setempat. Serangan ini menjadi tanda dimulainya kembali eskalasi konflik setelah sempat mereda selama dua bulan.

Serangan tersebut merupakan yang terparah sejak Hamas dan Zionis Yahudi menyepakati gencatan senjata yang dimulai pada pertengahan Januari lalu. Gempuran itu juga terjadi ketika negosiasi gencatan senjata tahap dua sedang diupayakan. Kementerian Kesehatan di Gaza mencatat sebanyak 710 orang tewas akibat serangan besar-besaran Israel sejak Selasa (18/03/2025). Juru bicara Kemenkes di Gaza, Khalil Al Daqran, juga menyebut 900 orang di Palestina terluka akibat serangan brutal Israel.
Daqran mengungkapkan sekitar 70 persen korban luka merupakan anak-anak dan perempuan. Mayoritas korban dalam kondisi kritis.

Selain ratusan korban tewas dan terluka, warga Palestina di Gaza juga kini terancam mengalami kelaparan akibat blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan di wilayah itu. Nyaris dua juta orang telah kehilangan ketahanan pangan mereka. Selain makanan, pasokan air sumur bahkan telah berhenti beroperasi hingga memperburuk krisis air di daerah tersebut. (cnnindonesia.com, 20/03/2025)

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa serangan ini "baru permulaan" dan akan terus berlanjut hingga Zionis Yahudi mencapai tujuan perangnya, yakni menghancurkan Hamas dan membebaskan seluruh sandera yang ditahan oleh kelompok militan tersebut.

Kantor Netanyahu mengeklaim bahwa Hamas menolak proposal dari utusan Timur Tengah AS Steve Witkoff, untuk memperpanjang jeda pertempuran. Hamas sendiri menyatakan bahwa pembebasan sandera seharusnya terjadi pada fase kedua yang telah disepakati Zionis Yahudi pada Januari, tetapi Zionis Yahudi sejak itu menolak membahas atau menerapkannya.

Dalam fase kedua, rencananya akan dilakukan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, pembebasan seluruh sandera, dan penghentian perang secara permanen. Namun, dengan dukungan AS Zionis Yahudi justru mendorong pertukaran sandera dengan lebih banyak pembebasan tahanan Palestina serta jeda pertempuran selama 30 hingga 60 hari, sesuai dengan proposal Witkoff. (cnbcindonesia.com, 19/03/2025)

Keputusan Zionis Yahudi menyerang Gaza menimbulkan kekhawatiran akan pecahnya perang skala penuh setelah dua bulan relatif tenang. Ribuan warga Zionis Yahudi sendiri telah turun ke jalan di Yerusalem, menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk lebih memprioritaskan keselamatan sandera yang tersisa daripada melanjutkan operasi militernya di Gaza. (beritasatu.com, 20/03/2025)

Serangan terhadap warga Gaza terjadi terus menerus dan semakin brutal bahkan dalam suasana bulan Ramadan dan dalam perjanjian gencatan senjata yang masih berlangsung.

Gencatan senjata yang telah disepakati seharusnya menjadi peluang untuk meredakan konflik dan memberikan ruang bagi bantuan kemanusiaan kepada warga Gaza yang mengalami kehancuran luar biasa. Namun, Zionis Yahudi tetap melanjutkan pemboman meskipun ada upaya diplomasi. Itu menunjukkan bahwa mereka tidak benar-benar berkomitmen pada perdamaian atau solusi jangka panjang.

Ini adalah tragedi yang terus berulang. Warga sipil, terutama perempuan dan anak-anak, menjadi korban utama. Bantuan kemanusiaan yang seharusnya bisa masuk dengan gencatan senjata malah terhambat dan harus menunggu izin masuk dari Zionis Yahudi. Keadaan ini  memperburuk kondisi di Gaza.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang diinisiasi oleh  Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan negara Liga Arab menghasilkan beberapa putusan yang di antaranya hanya berisi  kecaman agresi Zionis Yahudi  terhadap Jalur Gaza dan kejahatan perang yang tidak manusiawi.

Indonesia juga mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) serta komunitas internasional untuk segera mengambil tindakan guna menghentikan serangan Israel di Gaza. Namun, badan internasional sekelas PBB pun tidak mampu menekan Zionis Yahudi dengan lebih tegas, seperti melalui sanksi atau tekanan diplomatik yang lebih kuat, maka seruan gencatan senjata hanya akan menjadi retorika tanpa dampak nyata.

Para mediator, baik Arab maupun asing, tidak berbuat apa pun untuk Gaza. Kondisi saat ini makin memperjelas bahwa mereka tidak lebih dari sekadar mediator bagi musuh yang berupaya mengamankan pembebasan tawanan Zionis Yahudi dan lebih menghargai mereka daripada rakyat Gaza.

Oleh karena itu perlu terus membangun kesadaran umat akan solusi hakiki persoalan Palestina yaitu tegaknya kepemimpinan Islam. Bagi Palestina, kepemimpinan Islam akan membebaskannya dari penjajahan, mengembalikan kemuliaan dan kehormatan umat Islam. Khilafah akan mengirimkan pasukan untuk berjihad melawan musuh seperti Zionis Yahudi. Di sisi lain, bagi kaum muslim di Indonesia, juga di negeri-negeri muslim lainnya, tegaknya Khilafah akan menjadikan semua manusia diurus dengan syariat Islam, aturan terbaik dari Allah swt. sehingga akan terwujud kesejahteraan dan keberkahan serta menjadi rahmat bagi seluruh alam. Tegaknya kepemimpinan Islam adalah kewajiban setiap muslim. Diantara dalil untuk menegakkan khilafah adalah, 

Allah Swt. berfirman, "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi khalifah.’ ….” (QS Al-Baqarah [2]: 30).

Umat harus berjuang untuk mewujudkan kewajiban yang menjadi mahkota kewajiban tersebut. Untuk itu dibutuhkan adanya jamaah dakwah Islam ideologis yang akan mengarahkan umat berjuang meneladani jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Wallahu 'alam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak