Oleh : Nurfillah Rahayu
( Forum Literasi Muslimah Bogor)
Ramainya tagar #kaburajadulu yang marak diserukan di sejumlah media sosial seperti di Instagram dan juga X (Twitter) menjadi topik tren unggahan Indonesia terutama di platform X.
Beberapa cuitan di X bahkan mengaitkan tagar #KaburAjaDulu dengan tagar viral lainnya seperti #PeringatanDarurat. Tak hanya itu, cuitan tagar ini juga disertai dengan keluhan netizen mengenai berbagai permasalahan di Indonesia.(cnnindonesia.com/7 Februari 2025)
Kondisi seperti ini tentu saja tidak lepas dari pengaruh digitalisasi terutama sosmed yang menggambarkan tentang kehidupan negara lain yang lebih menjanjikan.
Menguatnya tagar ini merupakan indikasi bahwa kenyataannya banyak masyarakat Indonesia yang sungguh-sungguh berniat meninggalkan negara kelahirannya untuk mendapatkan kesejahteraan hidup yang lebih baik.
Banyak warganet merekomendasikan sejumlah negara seperti Jerman, Jepang, Amerika, hingga Australia sebagai negara yang tepat untuk pindah.
Masifnya penggunaan tren #KaburAjaDulu juga menjadi sinyal kekecewaan masyarakat yang begitu besar terhadap pemerintah Indonesia. Hal-hal seperti pendidikan yang layak, lapangan pekerjaan, dan jaminan kualitas hidup dipandang netizen X sebagai sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh pemerintah Indonesia dibandingkan di negara lainnya.
Tentu saja hal ini harus menjadi perhatian yang serius. Mengingat kualitas pendidikan yang rendah di dalam negeri bertemu dengan banyaknya tawaran beasiswa ke luar negeri di negara maju semakin memberikan peluang untuk "kabur".
Tak hanya itu sulitnya mendapatkan pekerjaan di Indonesiapun membuat banyak warga merasa bahwa tawaran kerja di luar negeri lebih menjanjikan baik dari segi pekerja terampil maupun kasar dengan gaji yang lebih tinggi di negara maju.
Kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari fenomena brain drain yang menjadi isu krusial dalam konteks globalisasi atau liberalisasi ekonomi yang semakin menguat, dan makin memperlebar kesenjangan antara negara maju dan berkembang, menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan.
Hal ini jelas menggambarkan kegagalan kebijakan politik ekonomi dalam negeri memberikan kehidupan sejahtera.
Sistem Kapitalisme adalah akar dari masalah kondisi ini.
Berbagai kerusakan terus menerus terjadi sehingga kesenjangan baik dari segi ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya semakin masif.
Tentu saja ini tidak hanya terjadi di dalam negeri, namun juga di tingkat dunia, antara negara berkembang dan negara maju.
Paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan dunia sebagai kesenangan yang tanpa batas sehingga materi menjadi tolak ukur kebahagiaan. Haram dan halalpun tak lagi jadi acuan dalam berperilaku.
Untuk itu pentingnya kembali ke sistem yang benar. Karena hanya sistem Islamlah yang mewajibkan negara membangun kesejahteraan rakyat dan mewajibkan negara memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negara individu per indvidu. Sistem Islam dengan kekhalifahannya akan membuat mekanisme yang harus dilakukan negara termasuk diwajibkan menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki yang sudah baligh. Baik di sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa dengan pengelolaan sumber daya alam yang Allah limpahkan kepada kaum muslimin.
Selain itu, strategi pendidikan khilafah mampu menyiapkan sumber daya manusia yang beriman dan siap membangun negara, dan negara akan menjamin kehidupan mereka sebagai warga negara.
Karena tegaknya khilafah akan menjadi rahmat bagi seluruh alam, dalam mewujudkan dunia yang adil, makmur dan sejahtera.
Sebagaimana telah dikabarkan oleh Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Fath yang Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepadamu kemenangan yang nyata.”
(TQS. Al Fath : 1)
Wallahua'lam Bishowab
Tags
Opini