Oleh: dr. Mariatul Kiptiah
Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keseriusan dalam pengelolaan anggaran. Dirinya bahkan akan mengecek pelaksanaan anggaran sampai dengan satuan ke-9 atau terkecil. Hal ini disampaikan Prabowo saat Sidang Kabinet paripurna di Kantor Presiden, Rabu (22/1/2025). Menurut Prabowo, Langkah tersebut baru pertama kali dilakukan Presiden dalam Sejarah.
Belanja negara pada Anggaran Pendapatan dn Belanja Negara (APBN) tahun 2025 dialokasikan sebesar Rp 3.621,3 trilyun yang terdiri dari belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 2.701,4 trilyun dan sisanya adalah transfer ke daerah.
Prabowo menghitung setidaknya pemangkasan pada perjalanan dinas bisa menghemat anggaran hingga Rp 20 trilyun. Ini bisa dialokasikan untuk perbaikan Gedung-gedung sekolah.
Menteri Keuangan sri Mulyan iIndrawati memaparkan rincian dari belanja Kementerian dan Lembaga yang bakal terdampak pemangkasan anggaran. Bendahara negara itu menyebut Presiden Prabowo meminta Pengelolaan anggaran tahun ini lebih focus untuk belanja yang manfaatnya dirasakan langsung oleh Masyarakat. Beberapa jenis pengeluaran atau pos anggaran Kementerian dan Lembaga yang dinilai tidak efisien bakal dikurangi. “Seperti kegiatan seremonial, acara halal bihalal , serah terima dan lain-lain,” ujar Sri Mulyanidalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di kantor pusat Kementerian Keuangan, Jumat, 24 Januari 2025.
Selain itu, rincian pengeluaran lain yang bakal kena dampaknya, menurut Sri Mulyani berupa rapat, seminar, kajian, analisis, pengadaan diklat, honor untuk kegiatan jasa profesi, percetakan dan souvenir dan anggaran percetakan,”ucapnya.
Prabowo juga memerintahkan para gubernur dan bupati/wali kota agar membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/FGD, juga mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50% dan belanja honorarium.
Para kepala daerah juga harus mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output terukur. Selain itu, mereka juga harus memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik, tidak berdasarkan pemerataan antara perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja tahun sebelumnya. Para kepala daerah juga harus lebih selektif dalam memberikan hibah langsung.
Ia menyampaikan bahwa pemangkasan anggaran dilakukan untuk memperbaiki kualitas belanja, bukan karena menurunnya penerimaan pajak. Pemangkasan anggaran difokuskan pada pos-pos belanja yang dianggap kurang produktif atau dapat dilaksanakan dengan biaya lebih rendah, seperti alat tulis kantor, perjalanan dinas, jasa konsultan, dan kegiatan seremonial.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pemangkasan anggaran dilakukan untuk meningkatkan efisiensi belanja negara, baik di tingkat pusat maupun daerah. Efisiensi ini bertujuan untuk mengoptimalkan alokasi dana ke program-program prioritas yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, seperti program makan bergizi gratis (MBG). Kebijakan penghematan ini juga ditujukan untuk menjaga stabilitas fiskal dan mengurangi ketergantungan pada utang negara. Dengan mengurangi belanja yang tidak efisien, pemerintah berharap dapat mengalokasikan sumber daya secara lebih optimal untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Rakyat Tetap Sengsara
Kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan Prabowo membuktikan bahwa selama ini telah terjadi pemborosan anggaran, belanja yang tidak penting, dan belanja yang tidak prioritas. Model pengelolaan anggaran yang diterapkan selama ini terbukti tidak amanah terhadap uang rakyat dan mendorong terjadinya penyalahgunaan anggaran. Selama persoalan korupsi tidak diselesaikan dengan tuntas, kebijakan pemangkasan anggaran tidak akan bisa menyejahterakan rakyat. Anggaran akan terus saja bocor dan masuk ke saku para pejabat dan orang-orang di lingkaran kekuasaannya.
Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa penyalahgunaan anggaran menjadi modus korupsi yang paling banyak digunakan di Indonesia. Pada 2022 ada 303 kasus korupsi dengan modus penyalahgunaan anggaran sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp17,8 triliun.
Salah satu contoh realitas penggunaan anggaran yang tidak efektif, efisien, dan salah alokasi adalah dana penanggulangan stunting yang mayoritas habis untuk rapat dan perjalanan dinas. Jokowi saat menjadi presiden pernah membeberkan nasib anggaran stunting di sebuah daerah yang jumlahnya mencapai Rp10 miliar, tetapi hanya Rp2 miliar yang benar-benar dibelikan makanan. Sedangkan yang Rp3 miliar habis untuk rapat, Rp3 miliar untuk perjalanan dinas, dan Rp2 miliar untuk biaya pengembangan.
Praktik penyalahgunaan anggaran selalu marak di negeri ini karena penerapan sistem sekuler kapitalisme yang menghasilkan para pejabat dan pegawai yang lemah iman, tidak amanah terhadap jabatan yang diemban, gemar “memakan” uang rakyat, dan aji mumpung memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi.
Walhasil, pemangkasan anggaran tidak akan mengubah apa pun, selama sistem ekonomi yang diterapkan tetap kapitalisme yang mengandalkan pajak dan utang dalam pemasukan, dan pengeluaran negara tidak disandarkan pada kemaslahatan rakyat.
Dengan mengandalkan pajak sebagai pemasukan utama negara, rakyat akan tetap “dicekik” dengan pajak yang tinggi. Segala aspek kehidupan rakyat tetap dipajaki, mulai dari penghasilan, bumi dan bangunan, kendaraan, pembelian barang, dan lainnya.
Sementara itu, berdasarkan konsep kebebasan kepemilikan ala kapitalisme, negara memberikan hak pengelolaan sumber daya alam seperti tambang, hutan, gunung, laut, dan lainnya, pada swasta. Akibatnya, hasil pengelolaannya tidak masuk ke APBN dan rakyat tidak ikut menikmati kekayaan alam yang sejatinya milik mereka.
Pembayaran utang dan bunganya juga akan terus menggerogoti APBN. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan pada 2023 pemerintah membayar Rp1.064,19 triliun untuk cicilan pokok utang dan bunganya. Jumlah ini mencapai 34,1% dari APBN. Sedangkan untuk belanja negara hanya mengandalkan sisanya.
Belanja negara ala kapitalisme juga tidak akan menyejahterakan rakyat. Dana APBN tidak dibelanjakan untuk kemaslahatan rakyat, tetapi untuk kepentingan para pejabat dan pemilik modal yang menjadi kroninya. Sebagai contoh, dana proyek strategis nasional (PSN) yang menjadi bancakan para oligarki. Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyampaikan bahwa dalam PSN ada kepentingan bisnis luar biasa antara pebisnis dan yang berkuasa. Pakar hukum Bivitri Susanti juga menyebut bahwa yang lebih diuntungkan dalam PSN adalah pemilik modal alias oligarki.
Sepanjang 2016—2022, PSN telah menghabiskan anggaran negara sebesar Rp1.040 triliun. Namun, pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan tidak teraih. Justru rakyat mendapatkan mudarat. Data YLBHI menunjukkan bahwa PSN telah menyebabkan 106 kasus konflik agraria dengan lebih dari satu juta jiwa rakyat menjadi korbannya.
Ini menunjukkan bahwa pemangkasan anggaran tanpa perubahan mendasar terhadap tata kelola anggaran hanya akan menjadi kebijakan populis sarat pencitraan yang tidak akan mewujudkan kemaslahatan rakyat. Sebaliknya, tata kelola anggaran tetap bersifat sewenang-wenang (otoriter) demi merealisasikan kepentingan pejabat dan kapitalis yang menjadi kroninya.
Sesungguhnya akar masalah sebenarnya adalah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan penguasa tidak bekerja untuk kesejahteraan rakyat, tetapi untuk kepentingan pribadi dan para kroninya. Ini sungguh berbeda dengan profil penguasa dalam Islam.
Khilafah Mewujudkan Anggaran yang Menyejahterakan
Penguasa dalam Islam adalah pelayan (raa’in) bagi rakyat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Imam (pemimpin) adalah raa’in (pelayan) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.”(HR Bukhari dan Muslim).
Muhammad Abd al-Aziz bin Ali asy-Syadzili dalam Al-Adab an-Nabawi menjelaskan makna ar-raa’in adalah al-hâfidz al-mu’taman (penjaga, pemelihara, wali, pelindung, pengawal, pengurus, pengasuh yang diberi amanah). Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakr bin Abdul Malik al-Qasthalâni dalam Irsyâd as-Sâri li Syarh Shahih al-Bukhari menjelaskan bahwa penguasa/pemimpin wajib mewujudkan kemaslahatan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinannya (Al-Waie, 26-9-2021). Tugas penguasa adalah mengurus negara, termasuk aspek keuangan, hingga terwujud kesejahteraan di tengah masyarakat.
Anggaran dalam Khilafah wajib dikelola berdasarkan syariat Islam untuk kemaslahatan rakyat. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam buku Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Jilid 2 halaman 163 menjelaskan, Asy-Syari’ mewajibkan penguasa untuk memerintah dengan kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya serta melarangnya untuk melirik kepada selain Islam atau mengambil sesuatu pun dari selain Islam. Kewajiban ini melekat pada penguasa karena ia dibaiat untuk menjalankan hukum Allah Taala, bukan yang lain. Dengan demikian, penguasa tidak boleh mengelola anggaran menggunakan hukum buatan manusia.
Mengenai belanja negara, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam Muqaddimah ad-Dustûr Pasal 152 pengeluaran baitulmal dibagi menjadi enam bagian:
1. Delapan golongan yang berhak menerima zakat. Mereka berhak mendapatkan harta dari pos pemasukan zakat.
2. Jika dari kas zakat tidak ada dana maka untuk orang fakir, miskin, ibnu sabil, kebutuhan jihad dan gharimin (orang yang dililit utang) diberi harta dari sumber pemasukan baitulmal lainnya.
3. Orang-orang yang menjalankan pelayanan bagi negara seperti para pegawai, penguasa, dan tentara.
4. Untuk pembangunan sarana pelayanan masyarakat yang vital seperti jalan raya, masjid, rumah sakit, dan sekolah.
5. Pembangunan sarana pelayanan pelengkap.
6. Bencana alam mendadak.
Jika dana baitulmal tidak mencukupi, sedangkan ada kebutuhan yang bersifat darurat, negara mengusahakan pinjaman nonribawi secepatnya dari warga yang kaya, kemudian pinjaman tersebut dibayar dari hasil pemungutan dharibah (pajak). Pajak hanya dipungut sementara, ketika kas baitulmal kosong dan ada kebutuhan darurat. Jika kebutuhan dana sudah terpenuhi, pemungutan pajak dihentikan. Pajak hanya dipungut dari laki-laki muslim yang kaya sehingga tidak membebani rakyat.
Selain itu, Khilafah tidak akan membebani APBN dengan utang luar negeri karena pada umumnya utang luar negeri ribawi, padahal Allah Taala telah mengharamkan riba dalam QS Al-Baqarah ayat 275,“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Utang luar negeri juga berbahaya bagi kedaulatan negara karena akan memberi jalan bagi negara lain untuk menguasai kaum muslim, padahal Allah Taala telah melarangnya dalam QS An-Nisa’ ayat 141, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” Dengan demikian, anggaran tidak tersedot untuk membayar utang dan bunganya. Rakyat juga tidak terbebani pajak yang “mencekik”.
Penguasa, pejabat, dan pegawai dalam Khilafah dipilih dari orang-orang yang bertakwa, amanah, takut “menyentuh” harta milik rakyat, dan bekerja secara profesional. Allah Taala berfirman di dalam QS An-Nisa’ ayat 58, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
Juga di dalam QS Al-Maidah ayat 8, “Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam buku Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Jilid 2 halaman 163 menjelaskan, Rasulullah saw. telah memperingatkan dengan sangat keras agar penguasa tidak “menyentuh” harta kekayaan umum dengan alasan apa pun. Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah, tidak seorang pun dari kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, kecuali dia akan menanggungnya pada hari kiamat.” (HR Bukhari).
Dengan demikian, para pejabat akan bersikap amanah dalam mengelola anggaran untuk kemaslahatan rakyat dan tidak akan menggunakan anggaran untuk memperkaya diri sendiri maupun kroninya.
Profil penguasa, pejabat, dan pegawai yang demikian merupakan buah dari penerapan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Keimanan kuat yang terbentuk melalui pendidikan didukung pula oleh kontrol amar makruf nahi mungkar dari masyarakat yang bertakwa sehingga pengelolaan anggaran terjaga agar sesuai syariat.
Selain itu, adanya sistem sanksi yang tegas juga menjadi pencegah pelanggaraan atas harta negara. Sanksi dalam Islam memiliki dua fungsi, yaitu jawabir (penebus dosa pelaku) dan zawajir (pencegah orang lain berbuat serupa). Dengan demikian, akan terwujud efek jera dan para pejabat serta pegawai akan bersikap amanah terhadap harta milik umum.
Demikianlah penerapan Islam kafah dalam institusi Khilafah, yang berperan strategis menjaga anggaran negara agar dikelola sesuai syariat sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Wallahualam bissawab.
Tags
Opini
