Korupsi Tak Terbendung, Bagaimana Islam Mengatasinya?





Oleh: Eka Ummu Hamzah 
(Aktivis Dakwah dan Pemerhati Kebijakan Publik)




Pada acara World Government Summit 2025 yang  diselenggarakan secara daring Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa korupsi di negeri ini makin menghawatirkan, bahkan dia menambahkan bahwa hal itu akan merugikan masyarakat. ( kumparanNEWS. 14 Februari 2025).

Sebagai kepala negara yang baru menjabat memang sudah sewajarnya jika presiden Prabowo Subianto menghawatirkan kondisi masyarakat. Ketimpangan ekonomi yang begitu nyata, kenaikan harga bahan-bahan pokok, lapangan pekerjaan yang semakin sempit begitupula angka pengangguran semakin banyak. 
Tapi mirisnya, ditengah kondisi masyarakat yang terpuruk ini para pejabat dan  oknum-oknum tertentu justru merampok (korupsi) hak rakyat. Mereka memperkaya diri dan keluarga mereka dengan uang hasil korupsi.


Memang diakui, kasus korupsi di negeri ini seolah tiada akhir. Korupsi di Indonesia telah menjadi penyakit akut, seperti kanker yang sudah mengakar kuat, upaya pencabutan sampai ke akarnya tanpaknya harus lebih kuat. Sebab, budaya dan perilaku korupsi tidak sendiri, mereka berjamaah dan saling melindungi untuk mencari cara selamat. Ini semua tidak terlepas dari buruk sistem saat ini. Sistem demokrasi-kapitalis justru memberikan ruang bagi para koruptor. Siapapun yang ingin duduk di kursi kekuasaan, maka jalan mulusnya dengan asas keuangan. Ada harga yang harus dibayar untuk bisa berkuasa. 
Lord Acton pernah menyatakan " Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely" (Kekuasaan itu cenderung korup. Kekuasaan absolut korup seratus persen). Adanya lembaga khusus untuk menangani kasus korupsi ternyata pun tidak mampu membendung praktik korupsi di negeri ini. Malah justru semakin menghawatirkan. 


Tidak hanya itu, institusi lembaga negara juga telah dikuasai segelintir elit politik. Jejaringnya membentuk oligarki yang menjadikan korupsi terlindungi. Perjumpaan elit  politik yang rakus dan oligarki menjadikan korupsi  sangat kuat. Oleh karena itu, selama demokrasi-kapitalis masih bercokol di negeri ini maka korupsi masih akan terus mengakar kuat.



Solusi Syar'i Membasmi Korupsi 

Sistem politik demokrasi telah memberikan ruang bagi tindak pidana korupsi. Bahkan tidak malu lagi korupsi secara berjamaah dan saling membantu menutupi masalah. Hal ini tentu berbeda jika sistem Islam yang dijadikan sebagai sistem dalam bernegara.

Sistem Islam atau syariat Islam merupakan sistem yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan dalam bernegara. Akidah Islam memberikan solusi yang tidak hanya muncul ketika ada masalah, akan mencegah sedari dini munculnya 'niat korupsi' bagi manusia. Pada titik inilah, Islam memberikan solusi secara sistemis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi.


Inilah langkah Islam dalam memberantas dan mencegah korupsi.

1. Ideologi Islam.
Sebagai agama yang sempura, Islam hadir dengan seperangkat aturan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Termasuk dalam memilih penguasa dan pejabat negara. Pengangkatan pemimpin negara (khalifah) atau pejabat negara berdasarkan pilihan dan keridhaan umat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan Al-Qur'an dan as-sunah serta melaksanakan syariat Islam. 

Orang yang terpilih oleh umat ini memiliki sifat berkualitas, amanah, tidak memakan waktu dan tidak seperti berbiaya tinggi. Ini menekan korupsi, suap, dan lainnya. Meski demikian, tetap ada perangkat hukum yang disiapkan untuk mengatasi kecurangan yang dilakukan pejabat atau pegawai negara.

 Pemerintahan Islam akan membentuk Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit kekayaan para pejabat sebelum dan sesudah menjabat. Pemeriksaan ini akan dilakukan secara berkala selama menjabat. Jika ada penambahan harta yang meragukan maka diverifikasi apakah penambahan itu syar'i atau tidak. Jika terbukti korupsi maka harta akan disita dan dimasukkan ke baitul mall atau kas negara dan pelakunya akan diprose sesuai syariat Islam.


2. Takwa dan Zuhud

Dalam mengangkat pejabat negara, selain berkualitas dan profesionalitas, Khalifah menetapkan takwa sebagai ketentuan.  Ketakwaan individu menjadi kontrol pertama sebagai penangkal perbuatan maksiat dan tercela. Serta keimanan yang kokoh akan menjadikan seorang pejabat selalu merasa diawasi  oleh Allah SWT dalam menjalankan tugasnya. (QS. al-Fajr: 14).


3. Politik ri'ayah.
 
Politik ri'ayah ini bertujuan untuk mengurusi rakyat. Khalifah maupun para pejabat negara hadir hanya untuk mengurusi dan melayani urusan rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa. Bukan tunduk pada kepentingan oligarki, pemilik modal, atau elit rakus. Untuk menjamin loyalitas dan totalitas pejabat negara untuk mengurusi rakyat, maka negara akan memberikan gaji yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Gaji ini cukup untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier. Karena, dalam pemerintahan Islam biaya hidup juga murah karena politik ekonomi negara adalah menjamin pemenuhan kebutuhan seluruh rakyat baik pejabat maupun rakyat biasa. 

4. Sanksi tegas dan efek jera. 

Sanksi tegas dalam Islam memberikan efek jera dan juga pencegahan kasus serupa muncul berulang. Karena itu hukuman keras bagi para koruptor yakni sanksi Ta'ziir berupa publikasi (tasyhiir), stigmanisasi (tatbikh), penyitaan harta (itlaf al-mal), dibuang (nafyu), diboikot (hajar), disalib (shalb), bahkan dibunuh (qatl). 

Sanksi-sanksi tegas ini akan menimbulkan efek jera dan kengerian bagi para pelaku dan calon pelaku untuk melakukan kejahatan yang serupa. Begitupula hukuman-hukuman ini tidak memandang siapa pelakunya alias hukum-hukum ini tidak tajam kebawah tumpul keatas sebagaimana dalam sistem demokrasi-kapitalis saat ini.


Maka siapapun yang memiliki hati yang ikhlas dan juga akal yang waras pasti merindukan  pemberantasan korupsi yang tidak pandang bulu sebagaimana sistem Islam tawarkan. Tak ada lagi cerita koruptor malah bangga dan bebas mencalonkan diri kembali sebagai pejabat negara. 


Karena itu perubahan menuju ke arah Islam dan solusi Islam dalam memberantas korupsi harus segara dilaksanakan.   Upaya ini membutuhkan kesungguhan dan juga komitmen untuk mewujudkan sistem pemerintahan Islam dalam naungan Khilafah  Islamiyyah yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah.



Wallahu 'alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak