Oleh : Eti Fairuzita
Dinamika dunia kerja kini semakin inklusif dengan keterlibatan profesional dari berbagai latar belakang hingga gender, termasuk perempuan yang mengemban peran ganda di kantor serta rumah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat peningkatan partisipasi perempuan di angkatan kerja. Pada tahun 2023, sebanyak 54,42 persen perempuan aktif bekerja.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak perempuan di Indonesia yang berkecimpung di dunia kerja dan bahkan menjadi pemimpin di perusahaan. Seringkali, peran tersebut dibarengi dengan tanggung jawab sebagai istri dan ibu di rumah.
Fenomena ini menuntut strategi yang tepat agar perempuan dapat menjalani peran ganda ini secara harmonis baik di aspek karier maupun keluarga.
PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna), bersama Bursa Efek Indonesia (IDX) dan Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), menggagas acara “Women’s Inspiring Networking Group” bertajuk “Overcoming Challenges of Leadership and Care Responsibilities” di IDX, Jakarta (2/12/2024).
Menurut CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy, membangun kultur yang memahami alasan di balik pentingnya keberagaman adalah kunci sukses menciptakan lingkungan kerja yang inklusif.
“Tadi saya mengamati, banyak perusahaan sudah cukup maju (dalam menerapkan inklusivitas). Namun, yang ingin saya tekankan adalah alasan di balik mengapa perusahaan melakukan itu? Bagi saya, hal ini sangat penting.” jelas Febriany.
Di industri pertambangan, kami percaya pada kekuatan keberagaman. Kami telah melihat bahwa pengambilan keputusan menjadi lebih baik, manajemen risiko meningkat, dan performa perusahaan membaik karena kami memahami pentingnya keberagaman."
"Perubahan ini tidak instan. Transformasi ini melalui perjalanan panjang yang dimulai sejak 2019 namun membuktikan bahwa diversitas memberikan dampak positif yang nyata,” ujarnya.
Sungguh berat beban perempuan hari ini. Mereka harus menjalankan peran ganda di rumah dan di tempat kerjanya. Kedua peran ini seolah-olah harus diperjuangkan karena dipandang sebagai standar keberhasilan bagi seorang perempuan. Namun nyatanya, Allah SWT sang pencipta dan pengatur kehidupan telah jelas menempatkan peran perempuan di posisi strategis dan mulia dari sebuah peradaban. Dimana peran tersebut ialah sebagai al-Umm wa Rabbatul Bayt dan madrasatul ula tanpa ada embel-embel harus menjadi wanita pekerja.
Rasulullah saw Bersabda : sebagaimana penuturan Ibnu Umar,
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang perempuan memimpin rumah suaminya dan anak-anaknya. Ia pun akan ditanya atas kepemimpinannya,"(Bukhari).
Peran perempuan sebagai al-Umm wa Rabbatul Bayt dan madrasatul ula sangatlah berat. Di tangan mereka-lah generasi akan dibentuk. Baik buruknya generasi bergantung pada pola pendidikan dan pengasuhan yang diberikan oleh kaum ibu. Seorang perempuan juga lah yang mengelola urusan rumah suaminya. Kehormatan sebuah keluarga pun ada di tangan perempuan. Jadi tidak berlebihan jika ada pernyataan bahwa sebuah peradaban ditentukan dari para perempuannya.
Sayangnya, tugas strategis dan mulia ini tidak dipandang berharga oleh peradaban sekulerisme-kapitalisme hari ini. Peran perempuan sebagai al-Umm wa Rabbatul Bayt dan madrasatul ula dipandang tidak produktif karena tidak bisa menghasilkan uang.
Di sisi lain, sistem kapitalisme meniscayakan kehidupan yang sulit bagi sebagian besar masyarakat. Sebab sistem ekonomi kapitalisme melegalkan kebebasan kepemilikan. Akhirnya sumber daya alam yang notabenenya harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat justru dikuasai oleh pihak swasta.
Rakyat tidak mendapat jaminan perlindungan ekonomi karena hartanya telah dirampas dan dijarah oleh swasta sebagaimana undang-undang.
Belum lagi kebutuhan publik dijadikan barang monopoli oleh swasta. Sehingga beban ekonomi keluarga semakin berat dan pada akhirnya perempuan pun keluar rumah untuk mengais-ngais rupiah. Sungguh peran ganda yang saat ini dicitrakan baik oleh sistem kapitalisme justru sebenarnya tidak sesuai dengan fitrah perempuan sebagai ibu generasi. Lebih dari itu, kepemimpinan kapitalisme telah gagal menjamin kesejahteraan perempuan dan memaksa mereka harus turut menjadi bagian aset ekonomi negara.
Karena itu sudah saatnya kaum perempuan terutama para muslimah harus menyadari peran syar'inya dengan benar, yaitu sebagai al-Umm wa Rabbatul Bayt dan madrasatul ula. Mereka juga harus memahami sulitnya mereka melaksanakan peran strategis itu karena negara tidak menerapkan sistem kepemimpinan Islam. Padahal di dalam sistem Islam, syariat telah menetapkan segenap aturan yang sangat mendukung peran perempuan sebagai ibu generasi. Diantara aturan tersebut adalah jaminan nafkah. Islam menempatkan suaminya, ayah, dan wali pihak yang wajib menanggung nafkahnya.
Allah berfirman :
"Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'aruf,"(Qs. Al-Baqarah : 233).
Dalam dalil tersebut ada makna jaminan ekonomi bagi perempuan agar mereka fokus menjadi al-Umm wa Rabbatul Bayt dan madrasatul ula.
Dari jaminan syariat jaminan nafkah ini saja perempuan dalam Islam tidak diarahkan menjadi penggerak ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya sebagaimana sistem kapitalisme sekuler saat ini.
Semua tanggungan itu dibebankan kepada laki-laki.
Di sisi lain, negara pihak yang wajib menyediakan lapangan pekerjaan hingga memastikan tidak ada satupun laki-laki yang tidak bekerja. Dengan bekerja, laki-laki bisa memenuhi nafkah istri dan anak-anaknya. Negara juga diwajibkan menjadi pihak yang menyediakan secara gratis kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Inilah sebagian hukum syariat yang mendukung peran perempuan sebagai al-Umm wa Rabbatul Bayt dan madrasatul ula.
Adapun berkaitan dengan pemberdayaan perempuan di ranah publik, Islam mengarahkan potensi tersebut untuk kemaslahatan umat yaitu berdakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar, serta membina umat dengan tsaqofah Islam.
Syariat yang demikian selaras dengan fitrah perempuan sebagai al-Umm wa Rabbatul Bayt dan madrasatul ula. Bukan pemberdayaan ekonomi seperti yang diarahkan oleh sistem kapitalisme saat ini.
Islam tidak melarang perempuan bekerja. Hukum perempuan bekerja adalah boleh atau pilihan. Oleh karena itu, pekerjaan tidak boleh melalaikannya dari tugas utamanya sebagai ibu dan pendidik generasi. Bekerja digunakan untuk berkonstribusi memanfaatkan ilmunya untuk umat. Syariat ini akan digunakan sebagai landasan negara untuk mengatur jam kerja dan jenis pekerjaan bagi perempuan. Inilah pandangan Islam tentang peran aktif perempuan dan peran syar'i perempuan ini hanya bisa terwujud dalam Khilafah, yaitu negara yang menerapkan sistem kepemimpinan Islam.
Wallahu alam bish-shawab
Tags
Opini
