Infrastruktur Transportasi Belum Merata, Rakyat Hidup Merana




Oleh : Eti Fairuzita



Selain berpotensi terjadinya kecelakaan, kerusakan jalan ini berdampak besar pada aktivitas ekonomi masyarakat seperti pengiriman barang. Masyarakat sekitar pun masih terus berharap perbaikan jalan dilakukan secepatnya. Ada pula video viral di media sosial yang menunjukkan dua bidan puskesmas di Kampar naik alat berat vibro roller, keduanya hendak memeriksa ibu hamil namun perjalanannya menggunakan motor terhenti karena jalan berlumpur setelah diguyur hujan. Untungnya, seorang operator vibro roller yang sedang melakukan pekerjaan penimbunan jalan bersedia memberikan tumpangan untuk dapat melewati jalan berlumpur.
Viral juga video pemuda asal dusun Kejuron Timur desa Tempuran kecamatan Pasrepan, kabupaten Pasuruan yang mengkritisi jalan rusak di desanya. Ia menyampaikan keluhan terkait kondisi jalan yang rusak parah dan tidak pernah diperbaiki sejak tahun 2008.

Sungguh miris, pembangunan infrastruktur transportasi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat belum merata di pelosok daerah. Kita juga menyaksikan ketimpangan pembangunan transportasi antara perkotaan dan pedesaan, dimana pembangunan yang ada hanya terfokus pada daerah perkotaan saja.
Padahal transportasi merupakan elemen penting penghubung antar wilayah yang mendukung pengembangan ekonomi dan pembangunan. Bahkan transportasi juga merupakn urat nadi ekonomi rakyat. 

Karakteristik geografis dan topografi Indonesia yang beragam dan keterbatasan anggaran pembiayaan sering disebut-sebut sebagai kendala utama. 
Padahal problem sebenarnya adalah gagalnya negara atau kepemimpinan sekuler dalam mengurus dan menjaga rakyat. Selama ini penguasa menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator kepentingan pemodal sekaligus sebagai pebisnis yang menghitung pemenuhan hak rakyat dengan hitungan untung rugi.

Infrastruktur transportasi akan dibangun oleh negara jika ada keuntungan ekonomi dengan skema investasi yang diperoleh negara.
Tak ditanggapinya usulan perbaikan jalan oleh rakyat yang berulang bahkan diajukan setiap tahun menjadi bukti abainya penguasa atas kebutuhan rakyat. Inilah gambaran kepemimpinan populis otoritarian yang seolah mendukung kepentingan rakyat padahal kebijakannya hanya menguntungkan segelintir orang yakni para oligarki. 

Berbeda dengan pembangunan infrastruktur transportasi dalam negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, Khilafah Islamiyah.
Dalam Islam, infrastruktur transportasi termasuk jalan adalah salah satu infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Dan jika menunda pembangunannya maka akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi umat. Oleh karena itu, dalam Islam, infrastruktur jalan adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara dengan kualitas dan kuantitas yang memadai dan mempermudah kehidupan mereka.

Penerapan syariat Islam secara kaffah di semua aspek, akan memungkinkan negara memenuhi hak tersebut tanpa memperhitungkan keuntungan dan tanpa bergantung kepada swasta. Dalam sistem ekonomi Islam, infrastruktur masuk kategori milik umum yang seharusnya dikelola oleh negara.
Negara dalam Islam memiliki banyak sumber pemasukan anggaran yang memungkinkan negara membangun sarana transportasi secara mandiri. Salah satunya adalah dari pos kepemilikan umum Baitul Mal dan bisa juga dari dana milik negara, tetapi negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya.

Walaupun ada pungutan, hasilnya harus dikembangkan kepada rakyat sebagai pemiliknya dalam bentuk yang lain. Ini termasuk juga membangun infrastruktur atau sarana lain yang menjadi kewajiban negara untuk masyarakat, seperti sekolah-sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, jalan-jalan umum, dan sarana-sarana lain yang lazim diperuntukkan bagi masyarakat sebagai bentuk pengaturan dan pemeliharaan urusan mereka. 

Dalam hal ini negara tidak mendapatkan pendapatan sedikitpun, namun yang ada negara memberikan subsidi secara terus-menerus, jadi sama sekali tidak ada pos pendapatan dari sarana-sarana ini.
Pembangunan infrastruktur jalan dilakukan oleh negara tanpa memperhatikan ada atau tidaknya dana di Baitul Mal. Meski dana Baitul mal sedang mengalami kekosongan jalan harus tetap dibangun. 

Jika ada dana di dalam Baitul Mal, maka wajib dibiayai dari dana tersebut. Tetapi jika tidak mencukupi maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak (dharibah) dari rakyat.
Jika waktu pemungutan dharibah memerlukan waktu yang lama, sementara infrastruktur harus segera dibangun maka boleh bagi negara meminjam kepada pihak lain. Pinjaman tersebut akan dibayar dari dana dharibah yang dikumpulkan dari masyarakat. 

Pinjaman yang diperoleh pun tidak boleh ada bunga atau menyebabkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman. Sedangkan dharibah hanya boleh dipungut dari warga muslim yang kaya saja dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh negara atau tidak dilakukan secara terus-menerus.
Hal ini didukung oleh pemimpin dalam Islam yang memiliki kepribadian Islam dan memahami bahwa tanggung jawab mengurus urusan rakyat akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sungguh, pembangunan infrastruktur jalan terbaik dan merata hanya akan terwujud dalam kepemimpinan Islam.

Wallahu alam bish-sawab 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak