PENGANGGURAN TINGGI, TERAPKAN ISLAM SEBAGAI SOLUSI




               Oleh : Ummu Aqeela

Menjadi sarjana dari perguruan tinggi dipercaya mampu membantu menaikan karier. Namun nyatanya, hal itu berpotensi tidak tercapai jika jurusan yang dipilih tidak sesuai dengan minat dan rencana karier pribadi.

Faktanya, tidak semua lulusan dari perguruan tinggi, baik vokasi, sarjana (S1), maupun pascasarjana dapat memasuki pasar kerja. Umumnya, seseorang dengan bekal gelar sarjana menjadi pengangguran karena keterbatasan lapangan pekerjaan, tingginya persaingan, dan ketidakcocokan antara kualifikasi pendidikan dan kebutuhan yang ada. (CNBC Indonesia, 14 Desember 2024)

Maraknya pengangguran menunjukkan kegagalan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan. Di sisi lain, juga menunjukkan lemahnya industrialisasi karena industri yang ada bukan berdasarkan kebutuhan namun mengikuti pesanan oligarki. Bila umat masih menerapkan sistem sekularisme kapitalisme maka umat akan terus mengalami keterpurukan.

Padahal bekerja merupakan kunci utama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya berupa pangan, sandang, dan papan. Sementara itu dalam sistem kapitalisme biaya layanan kesehatan dan pendidikan harus ditanggung sendiri oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendapatan dari bekerja juga digunakan untuk menanggung kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. Maka bisa dibayangkan seandainya seorang pencari nafkah, yakni ayah menjadi pengangguran, maka istri dan anak-anaknya akan hidup merana. Bukan hanya hidup dalam kelaparan, tetapi mereka juga akan hidup dalam kebodohan dan rentan terhadap penyakit. Mirisnya, kondisi ini terjadi di negeri yang dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ruah.

Berbeda dengan penerapan sistem pemerintahan Islam Kaffah yakni Khilafah. Dalam sistem pemerintahan Islam, negera memiliki visi menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan primer warga negaranya. Selain itu, rakyat juga diberikan akses demi memenuhi kebutuhan sekunder, dan jaminan ketersediaan kebutuhan pokok bagi kalangan yang kurang mampu. Khilafah akan menjalankan mekanisme praktis dalam upaya pemerataan ekonomi dan kesejahteraan hingga menumpas pengangguran, yakni dengan penerapan sistem ekonomi Islam.

Sistem ekonomi Islam tegak di atas prinsip kepemilikan yang khas, yang membagi antara kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan kepemilikan individu. Sumber daya alam yang melimpah dan tidak terbatas jumlahnya ditetapkan sebagai kepemilikan umum (milik rakyat). Karena itu diharamkan untuk dikuasai individu bahkan oleh negara sebagaimana yang terjadi pada sistem kapitalisme. Sebab Allah SWT sebagai pemegang kedaulatan tertinggi yaitu sumber hukum memang telah menetapkannya sebagai milik umum. Adapun negara diperintah syariat untuk mengelolanya dan menggunakan hasilnya sebagai modal menyejahterakan rakyat. Khususnya melalui jaminan pemenuhan hak kolektif rakyat, yakni kesehatan, pendidikan, keamanan, layanan infrastruktur dan fasilitas umum lain sehingga tercipta kehidupan yang layak, kondusif dan lain-lain.

Pada saat yang sama, negara pun wajib menyediakan lapangan kerja yang halal serta suasana yang kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Caranya tidak lain dengan membuka akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal, dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang, apalagi asing. Termasuk mencegah berkembangnya sektor nonriil yang kerap membuat mandek, bahkan hancur perekonomian negara.

Sektor-sektor yang potensinya sangat besar, seperti pertanian, industri, perikanan, perkebunan, pertambangan, dan sejenisnya akan digarap secara serius dan sesuai dengan aturan Islam. Pembangunan dan pengembangan sektor-sektor tersebut dilakukan secara merata di seluruh wilayah negara sesuai dengan potensinya.

Negara pun dimungkinkan untuk memberi bantuan modal dan memberi keahlian kepada rakyat yang membutuhkan. Bahkan, mereka yang lemah atau tidak mampu bekerja akan diberi santunan oleh negara hingga mereka pun bisa tetap meraih kesejahteraan.

Semua ini kembali pada soal paradigma kepemimpinan Islam yang berperan sebagai pengurus dan penjaga rakyat. Seorang pemimpin negara akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap orang yang dipimpinnya. Jika ada satu saja rakyat yang menderita karena buruknya pengurusannya, maka dia harus bersiap-siap menerima azab-NYA.

Wallahu’alam bishshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak