Predator Anak Marak, di Mana Perlindungan Negara?




Oleh Aulia Rizki Safitri



Kekerasan seksual saat ini semakin merajalela dimana-mana, pelaku kekerasan seksual menjadikan anak-anak dibawah umur sebagai sasaran kobannya. Anak-anak yang seharusnya belajar dan bermain dengan nyaman, akan tetapi malah menjadi korban kekerasan seksual oleh para predator. Bahkan yang lebih mirisnya tak jarang orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung dan tempat teraman bagi anak malah menjadi pelaku kejahatan. 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur. (kompas.com, 17/11/2024).

Realita yang terjadi saat ini kita ketahui tak hanya anak perempuan saja yang menjadi korban. Bahkan, anak laki-laki pun rentan menjadi korban pelecehan seksual para predator. 

Sebanyak 171 kasus dalam 11
bulan terakhir, misalnya, terjadi di Jawa Barat.
AF (44) tidak berkutik saat warga di Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung,
mengepung rumahnya pada awal September 2024. Dia hanya terdiam saat warga
menuduhnya telah melecehkan dua anak laki-laki. (googledocs.com, 12/11/2024).

Melihat dari data kekerasan seksual yang terjadi diatas, kondisi anak-anak saat ini sedang terancam dan menghawatirkan dengan adanya kekerasan seksual yang kian mengerikan. Mulai dari pelecehan seksual, pemerkosaan sampai adanya pembunuhan yang terus mengancam nasib anak-anak.

Keluarga, masyarakat dan negara yang seharusnya menjadi pelindung bagi nasib anak nyatanya tidak bisa diharapkan menjadi benteng perlindungan bagi anak. 

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat teraman pertama untuk mendapat perlindungan anak, nyatanya gagal memberikan perlindungan yang efektif, justru malah sering terjadi kekerasan seksual dari pihak keluarga terdekat. Lingkungan masyarakat yang seharusnya beperan aman malah lebih bersifat individualis dan terkesan abai dengan adanya kasus predator anak ini, juga lambat dalam mengambil tindakan. 

Negara sebagai pihak yang berwenang dalam mengambil tindakan dalam pemutus rantai kekerasan seksual seharusnya bisa menghentikan faktor penyebab maraknya predator anak dan harus lebih aware serta tidak bersikap abai pada moralitas masyarakat. 

Kondisi ini adalah dampak dari penerapan sistem sekuler, yaitu sistem pemisahan agama dari kehidupan yang merusak naluri dan akal manusia. Sehingga kehidupannya lebih medahulukan hawa nafsu semata. 

Salah satu penyebab kekerasan seksual adalah melalui media atau tontontan yang berbau pornografi dari situ-situs porno yang mudah diakses oleh masyarakat dan tidak kunjung di blokir oleh negara, sehingga predator anak kian merajalela dan mengerikan. 

Kondisi ini juga terjadi karena lemahnya keimanan individu, juga buruknya standar interaksi yang terjalin di antara masyarakat. Dalam sistem ini masyarakat mengesampingkan hukum agama dalam memenuhi hawa nafsunya sehingga mereka bisa melakukan sesuatu dengan bebas tanpa mengetahui halal haram suatu perbuatan yang diambilnya. 

Sementara peran negara sangat minim dalam melindungi anak dalam berbagai aspeknya, baik pendidikan berasas sekuler, maupun sistem sanksi yang tidak menjerakan para pelaku kejahatan yang mengakibatkan kekerasan seksual pada anak terus berulang. 

Lain halnya dengan sistem Islam, Islam memandang anak adalah amanah dari Allah yang harus dijaga, diberikan kasih sayang dan ditanamkan aqidah yang kokoh sebaik mungkin. Islam menetapkan negara memiliki kewajiban menjaga generasi, baik dalam kualitas hidup maupun lingkungan yang baik dan juga keselamatan generasi dari berbagai bahaya, termasuk dari berbagai macam kekerasan dan ancaman keselamatan.

Islam memiliki tiga pilar perlindungan terhadap rakyat termasuk anak-anak, mulai dari ketakwaan individu yang sudah ditanamkan aqidah yang kokoh sedini mungkin sehingga rakyat memiliki alarm kontrol pada diri agar mencegah dari melakukan kemaksiatan dan berpegang pada halal haram suatu perbuatan.

Dalam Islam peran keluarga juga sangat penting dalam melindungi anak, karena keluarga adalah benteng perlindungan pertama yang menjaga anak dari kekerasan seksual dan berfungsi untuk mendidik dalam penanaman aqidah anak sesuai syariat. Peran masyarakat dalam Islam juga harus berperan aktif dan tidak boleh bersikap individualis saat adanya predator yang terjadi pada anak sehingga akan tercipta lingkungan yang aman bagi anak. 

Dalam sistem Islam, Islam menegakkan hukum secara tegas. Para pelaku kejahatan akan diadili dan diberikan sanksi yang tegas dan menjerakan dari apa yang telah diperbuat sesuai hukum syariat yang berlaku, agar menjadi pencegah rakyat yang lain supaya tidak melakukan kamaksiatan yang sama sehingga predator anak tidak terus terulang. 

Negara dalam sistem Islam berperan aktif dalam mengambil kebijakan-kebijakan agar tidak menjerumuskan rakyat dari kemaksiatan. Negara harus memutus rantai penyebab terjadinya kekerasan seksual dan menjaga moralitas rakyat karena negara harus menjadi raa'in dan junnah bagi rakyatnya termasuk anak-anak. 

Dengan demikian, semua itu akan terwujud dengan penerapan sistem kehidupan berdasarkan sistem Islam secara kaffah karena Islam menjaga rakyat dan para generasi dari segala kemaksiatan dengan aqidah yang kokoh dan menancap pada setiap generasi, sehingga rakyat khususnya anak-anak bisa terbebas dari ancaman-ancaman predator anak yang mengerikan. 

Wallahua'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak