Peternak Susu Lokal Menjerit, ke Mana Pelindung Rakyat?



Oleh: Salis F Rohmah



Ramai menjadi pembicaraan masyarakat, aksi yang dilakukan oleh beberapa peternak susu di Boyolali dan Pasuruan. Beberapa membagikan susu secara cuma-cuma ke kalayak ramai. Yang viral lagi, beberapa dari peternak tersebut mengguyurkan susu hasil produksi mereka ke badan seolah mandi air susu. Ratusan ribu liter susu dibuang dari aksi tersebut. Aksi tersebut didasarkan karena susu para peternak tersebut tidak dapat diserap oleh industri. Industri membatasi serapan susu dari peternak lokal. Sementara susu segar hanya bertahan 2 hari, wajar jika mereka buang susu tersebut. Meskipun aksi tersebut merugikan peternak hingga ratusan juta.

Beberapa orang menilai kurang bijak aksi tersebut karena melakukan hal yang mubadzir atau menghambur-hamburkan barang. Sebagian juga menilai sebagai hal yang wajar karena bentuk kesal, marah, kecewa dan protesnya para peternak susu kepada pemerintah. Produksi susu lokal dibatasi oleh industri hingga membiarkan susu lokal terbuang percuma. Ketidakserapan susu peternak susu lokal dicuragai karena dibuka lebarnya kebijakan impor susu oleh pemerintah. Menperin Agus Gumiwang mengatakan, sekitar 80 persen kebutuhan susu segar dalam negeri masih dipenuhi impor.

Berbagai alasan juga dikemukakan oleh pemerintah mengapa susu peternak lokal tidak dapat diserap industri. Menurut Menperin produksi susu dalam negeri, lebih rendah dengan rata-rata pertumbuhan 0,9 persen per tahun. Ternyata di lapangan faktanya peternak bingung mengalokasikan hasil produksi susu mereka yang berlimpah bahkan bisa dipakai mandi. Ini seperti anomali bahwa serapan susu lokal masih sedikit namun kenapa industri membatasi serapan dari peternak dan pengepul susu lokal?

Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan susu program Makan Bergizi Gratis saja, Mentri Pertanian Amran akan mengundang investor Vietnam memproduksi susu sapi sebanyak 1,8 juta ton (hampir setengah dari kebutuhan). Semua fakta tersebut membuat publik bertanya, kemana keperpihakan pemerintah? Benarkah rakyat sendiri diduakan demi keuntungan kapitalis dari luar negeri?

Sejatinya negeri ini memang sedang menerapkan sistem kapitalisme. Di mana pelaku swasta mengendalikan mekanisme pasar. Tentu para konglomerat yang memiliki sejumlah besar modal akan memenangkan permainan pasar. Bahkan negara tak banyak berkutik dibuatnya. Apalagi jika aparatur negara dibuat untung karenanya. Maka penguasa hanya menata regulasi yang menguntungkan bagi kerjasama mereka. Jadilah karpet merah terbentang lebar bagi para kapitalis dalam maupun luar negeri.

Ya, globalisasi ataupun pasar bebas memperparah sistem ini. Negara kita tidak boleh ketinggalan, mau tidak mau juga harus mengikuti permainan ini. Penguasa pun harus mau membuka kran impor bagi asing yang mau bersaing di dalam negeri. Alhasil pengusaha lokal pasti kalah saing jika dibandingkan pengusaha kakap dengan modal besar yang merajai pasar. Apalagi dalam kapitalisme negara sengaja disingkirkan hingga tak ada pelindung bagi rakyat kecil.

Lagi-lagi rakyat kecil jadi korban. Belum usai derita para petani yang tersakiti kini peternak susu ikut menjerit akibat kebijakan impor yang mencekik mereka. Mereka membutuhkan regulasi yang dapat mewadahi dan mengayomi kehidupannya. Sayangnya minim sekali bahkan mustahil hadir dalam jeratan sistem kapitalisme yang justru serakah.

Pemimpin adalah pelayan rakyat. Pemimpin adalah pelindung bagi rakyat. Itulah hakikat pemimpin dalam Islam. Sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi SAW, “Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad). Pemimpin yang disabdakan Nabi akan hadir dari sistem yang juga dicontohkan Nabi. Sistem Islam yang memelihara dan menerapkan syariat Islam.

Disebut sebagai Khilafah Islam di mana aturan dan sanksi yang mengatur mas Buyarakat sesuai dengan apa yang diturunkan Allah lewat syariat Islam. Maka negara akan hadir mengoptimalkan potensi yang ada dalam masyarakat agar kesejahteraan rakyat tercapai. Jika memang peternak butuh diupgrade kemampuannya memproduksi susu yang berkualitas, maka negara harus turun tangan membina masyarakat. Bukannya mengambil kesempatan impor namun menelantarkan rakyat. Qadhi hisbah atau hakim pasar yang notabene utusan pemerintah akan senantiasa keliling menjaga agar pasar berjalan normal. Permainan tengkulak yang mengambil untung besar dan merugikan pedagang kecil akan minim terjadi berkat kehadiran Qadhi di tengah-tengah masyarakat.

Penerapan tersebut semata-mata untuk terselenggaranya penerapan syariat Islam di muka bumi. Maka masyarakat pun akan dididik agar ketaqwaannya meningkat. Sehingga negara akan membentuk individu-individu yang tidak hanya mengambil keuntungan duniawi dengan menghalalkan segala cara. Tapi bekerja dengan kesadaran iman membuat masyarakat saling amar makruf nahi mungkar hingga berlomba dalam kebaikan. Alhasil tercipta negeri yang berkah, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak