Oleh Annisa A
Krisis yang dihadapi peternak sapi perah lokal belakangan ini menjadi perhatian serius. Ribuan liter susu segar terbuang sia-sia karena tidak terserap oleh industri pengolahan. Di sisi lain, Indonesia terus meningkatkan impor susu yang dianggap lebih murah dan berkualitas tinggi. Kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam kebijakan ekonomi yang cenderung mengabaikan kesejahteraan peternak kecil.
Dilansir dari tempo.co Peternak di Boyolali dan Pasuruan menjadi sorotan setelah aksi membuang susu segar dan mandi susu sebagai bentuk protes mereka. Ribuan liter susu yang seharusnya menjadi sumber pendapatan malah berakhir di jalan. Alasannya? Susu lokal dianggap tidak memenuhi standar industri. Sayangnya, alasan ini tidak sepenuhnya tepat. Masalah utama justru terletak pada kurangnya dukungan pemerintah untuk membantu peternak meningkatkan kualitas produk mereka.
Di tengah surplus produksi susu lokal yang tidak terserap, Indonesia justru terus mengimpor susu dalam jumlah besar. Hal ini menjadi ironi tersendiri bagi peternak lokal yang harus bersaing dengan produk impor yang lebih murah.
Industri pengolahan susu di Indonesia cenderung lebih memilih bahan baku impor karena dianggap lebih efisien. Namun, kebijakan ini menimbulkan dampak besar bagi peternak lokal. Harga susu segar lokal terus ditekan, sementara biaya operasional para peternak semakin tinggi. Akibatnya, banyak peternak yang tidak mampu lagi melanjutkan usaha mereka.
Masalah ini tidak hanya soal efisiensi, tetapi juga mencerminkan ketergantungan yang berlebihan pada pasar internasional. Ketergantungan ini membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global. Jika produksi lokal terus terabaikan, kebutuhan susu nasional akan sepenuhnya bergantung pada impor, yang tidak menjamin keberlanjutan jangka panjang.
Kebijakan impor yang longgar menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap peternak lokal. Regulasi yang ada tidak cukup untuk memastikan hasil produksi lokal mendapatkan prioritas. Lebih parahnya lagi, kebijakan ini diduga memberi keuntungan bagi segelintir pihak yang mengambil keuntungan dari impor, tanpa memikirkan dampaknya terhadap peternak kecil.
Krisis ini memaksa banyak peternak menjual sapi perah mereka karena tidak mampu lagi menanggung biaya operasional. Hilangnya sumber penghasilan utama tidak hanya berdampak pada kehidupan keluarga peternak, tetapi juga mengancam kelangsungan peternakan sapi perah sebagai salah satu sektor ekonomi pedesaan.
Tanpa intervensi, Indonesia akan kehilangan potensi besar di sektor peternakan ini. Kebergantungan pada impor juga mengancam stabilitas ekonomi nasional, terutama jika terjadi krisis global yang memengaruhi pasokan bahan pangan.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi peternak sapi perah, beberapa solusi dapat diupayakan. Pertama, pemerintah perlu menerapkan kebijakan proteksi yang memastikan susu lokal menjadi prioritas utama bagi industri pengolahan. Insentif seperti subsidi harga dan jaminan penyerapan produksi dapat membantu peternak bersaing dengan susu impor. Kedua, dukungan berupa pelatihan dan akses teknologi perlu ditingkatkan agar peternak mampu menghasilkan susu berkualitas tinggi yang sesuai dengan standar industri. Selain itu, pembangunan infrastruktur seperti koperasi dan pabrik pengolahan kecil di daerah sentra peternakan akan mempermudah distribusi susu segar. Pengendalian impor yang lebih ketat juga sangat penting, di mana impor hanya dilakukan jika pasokan lokal tidak mencukupi. Terakhir, promosi konsumsi susu lokal melalui kampanye dan insentif bagi industri yang menggunakan bahan baku lokal dapat menciptakan pasar yang lebih berpihak pada peternak.
Dan satu hal diantara lain hal yang perlu diingat bahwa Peternak sapi perah lokal adalah pilar penting dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Jika tidak segera ada langkah konkret, masa depan mereka akan semakin terancam. Kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada peternak kecil sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan sektor ini.
Momen ini harus menjadi pengingat bagi semua pihak, terutama pemerintah, bahwa peternak lokal bukan hanya pelaku ekonomi kecil, tetapi juga penopang utama dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Jangan biarkan mereka terus menjadi korban kebijakan yang tidak adil. Waktunya berpihak pada peternak lokal, sebelum terlambat.
Tags
Opini
