Oleh Ari Sofiyanti
Demi mencapai target pendapatan daerah, Tim Pembina Samsat akan memburu penunggak pajak hingga rumah ke rumah. Hal ini didasarkan catatan Korlantas Polri dari total 165 juta kendaraan terdaftar, yang memperpanjang STNK 5 tahunan ada sekitar 69 juta unit. Sementara itu 96 juta unit kendaraan pajaknya tak dibayarkan.
PKB atau pajak kendaraan bermotor adalah salah satu kewajiban pajak dari banyaknya wajib pajak yang dilegislasi dalam undang-undang. PKB ini termasuk dalam pajak provinsi dan sumber pendapatan daerah.
Mengapa rakyat harus patuh membayar pajak? Alasan yang dikemukakan pemerintah adalah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan atau pemeliharaan fasilitas umum. Selain itu, sebagian dari pajak kendaraan tersebut juga dialokasikan pada pembayaran sumbangan wajib dana asuransi kecelakaan lalu lintas jasa raharja.
Ketatnya pajak yang diberlakukan untuk masyarakat kecil, bahkan sampai dikejar door to door kontradiksi dengan perlakuan pemerintah terhadap objek wajib pajak besar. Misalnya saja aturan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil listrik impor yang berlaku dari awal hingga akhir tahun 2024.
Sistem pajak yang ada ternyata memiliki banyak celah yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak besar untuk 'mengakali' kewajiban pajak. Sedangkan rakyat jelata umumnya tidak memiliki kapasitas untuk menghindar dari gencetan pajak.
Objek wajib pajak besar sering kali memanfaatkan celah dalam bentuk tax planning, memindahkan pendapatan ke negara tax haven, atau transfer pricing. Jika sudah demikian, negara kalang kabut karena pendapatan pajak tidak cukup. Akhirnya solusi yang diambil adalah tax amnesty, tax allowance, tax holiday atau sunset policy. Program program 'pengampunan' pajak seperti ini malah memberikan insentif keringanan yang sama saja dengan menggelar karpet merah bagi kapitalis pengemplang pajak. Awalnya dalih pemerintah memanjakan para kapitalis pemodal ini agar mudah mendatangkan investasi. Namun lagi-lagi kebijakan hanya menguntungkan perusahaan besar dan memperkuat dominasi mereka di pasar, sementara usaha kecil dan pekerja tetap terpinggirkan.
Ini adalah ciri khas sistem kapitalisme, yang mana pemilik modal selalu memiliki keleluasaan lebih daripada masyarakat umum. Dalam sistem ini juga, sumber pendapatan negara yang paling besar adalah pajak. Data dari Badan Pusat Statistik menyatakan APBN Indonesia selama ini ditopang sekitar 2.300 triliun yaitu 80% lebih oleh pajak yang ditarik dari masyarakat. Ironisnya, pendapatan dari sumber daya alam hanya sekitar 200 triliun rupiah. Padahal Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang potensinya luar biasa besar. Hasil tambang Indonesia saja meliputi emas, minyak bumi, batu bara, timah, besi, tembaga, nikel dan masih banyak lagi. Hutan Indonesia pernah diakui sebagai hutan terluas ketiga di dunia. Belum lagi potensi sumber daya lautnya sebagai negara maritim. Namun, mayoritas kekayaan alam itu kini telah dikuasai korporasi.
Negara memang membutuhkan biaya besar untuk menjalankan fungsinya. Sayang, sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara untuk membiayai segala hajat publik itu telah dijual pemerintah kepada korporasi atas nama investasi. Hasil bumi Indonesia pun digondol para kapitalis. Sementara rakyat hanya disisakan kerusakan lingkungan dan bencana yang menyertainya.
Rakyat pun harus menanggung pajak untuk membangun negara ini. Pemerintah berdalih, pajak itu nanti akan dikembalikan juga manfaatnya kepada rakyat. Tapi nyatanya, rakyat masih harus berjuang sendiri memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Listrik dan air masih bayar, transportasi masih mahal, pendidikan banyak yang tidak bisa dijangkau dan layanan kesehatan masih didambakan.
Sistem kapitalisme jelas terbukti menyengsarakan manusia. Sistem ini tidak manusiawi dan tidak untuk dipraktikkan manusia. Karena habitat alami manusia adalah sistem yang telah ditetapkan Pencipta, Allah Ta'ala. Itulah sistem Islam.
Allah mengatur dalam Islam mengenai harta kepemilikan. Kepemilikan individu, kepemilikan umat dan kepemilikan negara semua ada porsinya masing-masing. Semua harta baik pemasukan maupun pengeluarannya juga telah ditetapkan oleh Allah. Jika negara hendak melakukan pungutan harta, maka negara tidak boleh mengambil harta selain yang haq diperbolehkan oleh syara'. Harta rakyat yang haq diambil oleh negara untuk menjadi pemasukan baitul maal contohnya adalah zakat, jizyah dan kharaj. Kemudian pos pengeluarannya pun telah ditetapkan oleh syara'. Misalnya zakat hanya diperuntukkan bagi 8 golongan yang disebutkan dalam Al Quran.
Sebenarnya pemasukan baitul maal (APBN negara Islam) sudah cukup untuk membiayai dan membangun daulah Khilafah. Pos pendapatan negara yang digunakan untuk layanan publik itu didapatkan dari sumber daya alam. Hal itu berdasarkan dalil,
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput [gembalaan], dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).
Artinya, sumber daya alam yang potensinya besar adalah milik rakyat. Negara wajib mengelola secara mandiri dan berdaulat. Haram hukumnya SDA besar diserahkan pada korporasi swasta atau diprivatisasi. Karena Khilafah mengelola secara berdaulat, maka orientasi pemanfaatannya akan dikembalikan kepada rakyat atas amanah dari syara'.
Mengenai pajak atau bisa disebut dharibah, Islam benar-benar telah menetapkan aturan yang adil. Islam memiliki definisi syar'i mengenai pajak, dan tidak semua pungutan dalam Islam bisa dikategorikan pajak. Pajak adalah pungutan wajib negara kepada kaum muslim laki-laki saja, dengan kriteria dari sisa nafkah (kebutuhan hidup) mereka, serta dari harta orang kaya menurut ketentuan syara'. Pajak diambil pada momen ketika negara benar-benar membutuhkan belanja negara berdasarkan kebutuhan rakyat, sementara baitul maal belum cukup meski telah mengambil dari pos SDA secara optimal. Jika pos SDA bisa dikelola negara secara mandiri dan bisa mengisi APBN baitul maal, maka pajak harus dihentikan dan tidak boleh dipungut. Sehingga tidak ada pajak yang dipungut tahunan secara kontinyu, karena negara harus mengusahakan pendapatan baitul maal dari sumber-sumber utama menurut syara'.
Demikianlah ketetapan Allah dalam Islam untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara yang ada dalam dalil-dalil Al Quran dan hadist. Kaum muslim wajib menaatinya dan melaksanakannya dengan penuh amanah. Hanya dengan ketaatan pada Allah dan aturan-Nya, rahmat dan berkah akan diturunkan ke bumi. Hanya dengan ridho Allah saja kebahagiaan hidup setelah mati akan kita dapatkan. Wallahu a'lam Bish-shawwab.
Tags
Opini
