Negara Kejar Pajak, Rakyat Kena Palak




Oleh: Yulia Putbuha



Demi melancarkan berjalannya perpajakan, negara akan ambil tindakan "jemput bola" bagi para penunggak pajak, khususnya pajak kendaran. Nantinya tim Samsat akan mendatangi rumah pemilik kendaraan yang menunggak pajak, langkah ini diambil untuk mengingatkan kepada para pemik kendaraan agar membayar pajak tepat waktu. 

Dalam catatan Korlantas Polri dari total 165 juta kendaraan terdaftar, yang memperpanjang STNK 5 tahunan tak sampai setengahnya atau sekitar 69 juta unit. Sementara itu 96 juta unit kendaraan pajaknya tak dibayarkan. (DutaTV.com, 8/11/2024) 

Kebijakan yang Kontradiktif

Langkah kejar pajak ditempuh karena banyaknya pemilik kendaraan yang tidak menjalankan wajib pajak. Kejar pajak bukanlah satu-satunya cara yang ditempuh pemerintah dalam menekankan wajib pajak kendaraan, ada juga sanksi lainnya seperti denda yang dikenakan untuk keterlambatan pembayaran pajak  bagi kendaraan bermotor yakni denda 25% per tahun.

Kebijakan tersebut sangat kontradiktif  dengan perlakuan pemerintah pada pengusaha-pengusaha besar. Para pengusaha yang juga memiliki kewajiban pajak justru malah banyak keringanan pajak seperti keringanan atas Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan tax holiday. Mirisnya lagi, hasil pajak yang digunakan untuk mengatur kebijakan sosial, dan ekonomi, justru tidak memberikan pengaruh yang nyata bagi nasib rakyat.

Nasib rakyat tetap berada dalam kondisi serba sulit karena harga-harga bahan pokok yang melambung tinggi, banyaknya PHK, sulitnya mencari lapangan kerja dan nominal upah yang tidak sebanding dengan pengeluaran. Jika ditambah lagi dengan pungutan wajib pajak, itu hanya akan menambah kesengsaraan rakyat.

Kapitalisme Biang Kesengsaraan Rakyat

Dalam sistem saat ini yakni kapitalisme pajak merupakan sumber utama pendapatan negara, lebih dari 80 persen sumber pendapatan negara diperoleh dari pungutan wajib  berupa uang dan harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara. Sedangkan pendapatan negara dari Sumber Daya Alam (SDA) kurang lebih 20 persen.

Sumber daya alam yang begitu banyak di negeri ini seharusnya menjadi sumber utama pendapatan negara. Namun, negara malah menyerahkan SDA pada swasta lokal maupun asing. Akibatnya rakyat makin melarat sedangkan pengusaha makin kaya. Kebijakan seperti inilah yang diemban dalam sistem kapitalis yang menjadi biang kesengsaraan bagi rakyat.

Sejahtera Tanpa Pajak dengan Sistem Islam

Dalam sistem Islam pajak atau dharibah hanya akan dipungut ketika kas negara kosong, itupun tidak dibebankan pada semua rakyat. Pajak hanya dikenakan kepada laki-laki muslim kaya saja, sedangkan perempuan, anak-anak, orang miskin dan non-muslim sama sekali tidak dipungut pajak. Pungutan pajak ditempuh ketika negara sudah mengoptimalkan penerimaan dari sumber-sumber lain seperti pengelolaan sumber daya alam yang meliputi minyak, gas bumi, batu bara, nikel, emas, tembaga, timah dan sumber yang lainnya adalah dari penerimaan sedekah seperti zakat. 

Berbeda dengan negara dalam kapitalisme pungutan pajak ada pada setiap harta benda baik harta yang bergerak ataupun yang tidak, sedangkan sumber daya alam yang melimpah ruah diserahkan kepada para oligarki, sungguh kebijakan yang tidak pro rakyat.

Dalam Islam peran negara adalah sebagai ra'awiyah (pengurusan urusan rakyat). Rasulullah saw. bersabda,
فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya.”

Dengan demikian seluruh rakyat akan merasakan hidup aman dan sejahtera karena Islam akan sangat memperhatikan kemaslahatan rakyat, bukan menyengsarakan rakyat sampai rakyat pun dipalak atas nama wajib pajak seperti yang ada dalam sistem kapitalisme saat ini. Wallahualam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak