Nasib Peternak Sapi di Tengah Peningkatan Impor Susu



Oleh : Ummu Aimar



Peternak sapi perah melakukan aksi membuang susu segar. Dewan Persusuan Nasional (DPN) mencatat ada 200 ton susu segar per hari yang dibuang.

Ketua DPN Teguh Boediyana menjelaskan bahwa aksi tersebut dilakukan lantaran industri pengolah susu membatasi penyerapan susu yang dihasilkan peternak sapi perah. "Tindakan tidak menyerap susu segar dari peternak sapi perah adalah sebagai akibat tidak adanya peraturan perundang-undangan yang melindungi usaha peternak sapi perah rakyat dan menjamin kepastian pasar dari susu segar yang di hasilkan," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (10/11/2024).
( https://www.cnbcindonesia.com)

Jika kita mencermati realitas diatas, aksi peternak membuang susu ini tentu sebuah ironi yang miris. Ketika polemik susu ini mencuat, solusi yang pemerintah tawarkan ternyata pragmatis sehingga tidak mampu menuntaskan permasalahan. Solusi tersebut di antaranya adalah hilirisasi susu dan pemberian insentif kepada peternak yang terdampak sebagai wujud evaluasi kebijakan impor susu.

Solusi pragmatis yang ditetapkan pemerintah untuk menyelesaikan polemik susu ini tidak terlepas dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Sebaliknya, pemerintah semestinya mengambil langkah yang revolusioner dengan memberikan perlindungan penuh kepada para peternak susu sapi. Fokus pada peternak lokal tanpa memikirkan impor.

Jika benar pemerintah tulus hati untuk mengurus urusan rakyatnya, pemerintah akan lebih fokus merevitalisasi dan menguatkan produksi susu nasional dari peternak dan sumber daya lokal, tanpa harus mengundang investor, apalagi asing atau istilah impor.

Aksi buang susu menegaskan bahwa ketersediaan susu dari peternak lokal melimpah. Kebutuhan susu nasional harus dipenuhi dari impor sejatinya menarasikan bahwa pemerintah enggan mengakomodasi sektor peternakan sapi perah maupun produksi susu lokal dengan sebaik-baiknya.

Apalagi di era pemerintah an baru merencanakan Susu gratis. Sebagai asupan gizi anak Indonesia. Susu adalah bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi karena mengandung berbagai macam zat gizi. Susu mudah dicerna dan diserap sehingga sangat baik dikonsumsi untuk semua umur.

Susu adalah karunia Allah Taala sebagaimana dalam ayat, “Dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minuman dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya.” (QS An-Nahl [16]: 66).

Melihat manfaat besar susu ini, tidak layak jika dikelola secara kapitalistik. Sungguh, Islam memiliki sistem dan politik ekonomi Islam yang akan memberikan jaminan dan perlindungan bagi para peternak sapi perah agar jerih payah mereka bisa dinikmati oleh masyarakat luas.

Sistem ekonomi Islam inii akan efektif jika diterapkan oleh negara Islam (Khilafah). Inilah satu-satunya sistem yang tepat untuk mengelola sektor produksi susu. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam/khalifah itu laksana penggembala (ra’in) dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Juga dalam hadis, “Imam adalah perisai, di belakangnya umat berperang dan kepadanya umat melindungi diri. Jika ia menyuruh untuk bertakwa kepada Allah dan ia berbuat adil, dengan itu ia berhak mendapatkan pahala. Sebaliknya, jika menyuruh selain itu, ia menanggung dosanya.” (HR Muslim).

Atas dasar ini, visi pengelolaan peternakan, sumber daya, produktivitas, dan ketersediaan pangan melalui sektor peternakan adalah bagian dari tanggung jawab penguasa. Untuk itu, Khilafah akan berdiri tegak membela kemaslahatan umat, dalam hal ini para peternak sapi perah.

Untuk menjamin nasib mereka, Khilafah akan menerapkan politik dalam negeri dalam wujud penjagaan stabilitas harga susu. Jika ada susu impor di pasar dalam negeri, Khilafah harus memastikan keberadaannya tidak berdampak pada harga susu lokal. Jika ternyata berdampak pada harga susu lokal, Khilafah berwenang untuk membatasi kuota atau menghentikan impor susu tersebut.

Khilafah juga berperan menjamin pemberdayaan penuh sektor peternakan sapi perah di dalam negeri. Kawasan-kawasan yang potensial untuk membangun peternakan sapi perah akan diakomodasi dan difasilitasi dengan sebaik-baiknya, baik itu dari sisi lokasi geografis, modal usaha, ketersediaan pakan dan kesehatan ternak, beserta fasilitas pengolahan, penyimpanan, penyaluran, dan transportasinya.

Untuk mengelola stok susu, Khilafah akan membangun pusat-pusat industri pengolahan yang akan menyerap susu dari peternak, berikut jaminan infrastruktur untuk distribusinya, seperti pemenuhan standar rantai dingin. Jika stok susu berlebih (surplus), Khilafah bisa mengekspornya ke negeri lain. Kebijakan ekspor susu ini baru diambil saat kebutuhan rakyat di dalam negeri sudah tercukupi. Jika produksi susu di dalam negeri sedang defisit, Khilafah bisa melakukan impor, tetapi sifatnya sementara.

Pada saat yang sama, Khilafah akan lebih fokus untuk merevitalisasi sektor peternakan di dalam negeri sehingga mencegah ketergantungan pada impor. Sektor peternakan sapi perah di dalam negeri pun akan berkembang dan berdaya sehingga ketersediaan susu dapat diwujudkan dan kelangkaannya dapat dihindari. Para peternak sapi perah bisa sejahtera dan menikmati hasil jerih payahnya tanpa harus khawatir rugi akibat susu impor.

Khilafah juga bertanggung jawab meningkatkan kesejahteraan rakyat secara individu per individu sehingga mereka memiliki daya beli yang baik untuk memperoleh komoditas susu menurut standar kecukupan gizi bagi seluruh anggota keluarganya. Dengan ini, rakyat bisa dijauhkan dari kerawanan pangan dan kelaparan. Demikianlah gambaran langkah serius Khilafah yang sangat peduli akan terpenuhinya kebutuhan rakyat, bahkan selalu berpikir untuk menyejahterakan mereka.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak