Oleh: Lilis Tri Harsanti, S.pd
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Total 165 juta kendaraan terdaftar di negara, tetapi 96 juta unit kendaraan pajaknya tak dibayarkan. Para penunggak pajak kendaraan tersebut bakal diburu Tim Pembina Samsat hingga ke rumah. Langkah ini ditempuh untuk mengingatkan pemilik kendaraan menunaikan kewajibannya membayar pajak.
Bukan tanpa alasan, dalam catatan Korlantas Polri dari total 165 juta kendaraan terdaftar, yang memperpanjang STNK 5 tahunan tak sampai setengahnya atau sekitar 69 juta unit. Sementara itu 96 juta unit kendaraan pajaknya tak dibayarkan. (DUTA TV 8-11-2024)
Begitulah berita heboh di media sosial. Tim Samsat tidak akan lagi tunggu bola tapi akan jemput bola. Mereka berencana akan door to door mendatangi langsung para penunggak pajak kendaraan bermotor. Hal ini dikarenakan menurut data Samsat, dari 165 juta pemilik kendaraan bermotor ternyata hanya separuhnya yang membayar pajak.
Rencana door to door ini makin membuat ekonomi keuangan rakyat tertekan hingga mengalami sesak napas. Apalagi hal ini dibarengi dengan rencana pemerintah untuk menaikkan PPN dari sebesar 11 persen di tahun 2022 menjadi 12 persen di awal tahun 2025 nanti.
Dengan melihat rata-rata upah rakyat yang demikian kecil maka rakyat pun akan semakin tertekan karena sebagian besar penghasilan mereka akan digunakan untuk membayar pajak. Rakyat mencukupi kebutuhan asasi mereka seperti sandang, pangan dan papan hanya dengan sisa uang bulanan mereka setelah dipaksa bayar pajak ini dan itu. Itu pun kadang tidak cukup, apalagi kadang ada kebutuhan sosiologis yang juga harus mereka penuhi yakni biaya sekolah serta kebutuhan ketika ada anggota keluarganya yang tiba-tiba mendadak sakit. Namun pemerintah seakan tak peduli.
Semua kebijakan ini adalah produk kebijakan era rezim Jokowi. Namun, seperti pernyataan Menko bidang Ekonomi Airlangga Hartanto sesuai program kampanye Prabowo bahwa slogannya adalah keberlanjutan. Artinya, rezim Prabowo akan melanjutkan produk kebijakan pajak era rezim Jokowi tersebut.
Di sisi lain, tanpa disadari oleh rakyat bahwa ada semacam diskriminasi. Kenapa demikian? Karena ketika rakyat dikejar pajak, ternyata pemerintah justru memberikan insentif pajak kepada pengusaha importir berupa perpanjangan tax holiday hingga akhir 2025. Ini adalah semacam subsidi pajak yang bisa jadi berupa pengurangan pajak dan bahkan pembebasan pajak.
Dalam tax holiday jelas yang diuntungkan juga adalah pihak asing. Karena tujuan utama tax holiday adalah untuk membuka kran lebar-lebar investasi asing.
Semua ini wajar terjadi karena sistem ekonomi yang diterapkan pemerintah adalah kapitalisme, dimana pemerintah lebih mengutamakan kepentingan pemodal atau kaum kapitalis daripada kepentingan rakyat.
Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Islam menjadikan akidah sebagai landasan utama pengambil keputusan. Dalam hal mengatur pendapatan, Islam punya aturan sendiri. Sesuai dengan hadis berkaitan dengan pengelolaan SDA, yaitu, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Maksud dari hadis di atas adalah segala kekayaan alam, baik padang rumput, hutan, sungai, laut, danau, barang tambang, gas alam, ataupun minyak bumi, adalah milik rakyat. Negara punya kewajiban mengelola dan memberikan hasil pengelolaan kepada masyarakat secara merata.
Selain dari pengelolaan SDA, Islam juga mengatur pemasukan dari berbagai macam. Misalnya jizyah, fai, kharaj, dan ghanimah. Semua pemasukan itu akan membuat kas negara baitul mal terisi dan bisa digunakan negara untuk mencukupi kebutuhan rakyat.
Soal pajak, Islam tidak menjadikannya sebagai pemasukan utama. Pajak hanya akan dipungut ketika negara mengalami kekosongan kas. Itu pun hanya untuk kaum muslim yang kaya. Bagi kaum muslim lainnya atau non muslim (kaya atau tidak) tidak akan mendapat kewajiban membayar pajak.
Jadi yang terjadi adalah kebalikannya. Jika dalam sistem ekonomi kapitalisme pajak dipungut dari semua rakyat,terutama rakyat dengan ekonomi pas-pasan maka dalam sistem ekonomi Islam pajak hanya dikenakan kepada orang-orang kaya.
Di sisi lain, pajak adalah panglima ekonomi bagi sistem kapitalisme dan merupakan pendapatan utama selain devisa dan hutang luar negeri meski sebenarnya ada pendapatan lain, yakni dari pengelolaan sumber daya alam yang melimpah di negeri ini. Namun sayangnya, karena kebebasan kepemilikan dalam ekonomi kapitalisme maka semua SDA bebas dijual ke individu, swasta lokal dan asing. Jelas dalam sistem kapitalisme negara hanya memalak rakyat. Namun, tak berdaya melawan kaum kapitalis.
Di dalam Islam SDA adalah milik rakyat yang pengelolaannya diamanahkan kepada pemerintah dan hasilnya wajib diserahkan kembali kepada rakyat baik itu dalam bentuk subsidi langsung maupun tidak langsung. Dimana subsidi yang tidak langsung bisa dalam bentuk penggratisan biaya pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Sehingga tercipta kesejahteraan seluruh rakyat.
Oleh karena itu sudah selayaknya kita merindukan untuk diatur dengan sistem ekonomi Islam karena bersumber dari Ilahi yang mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sebuah impian yang sesuai dengan tujuan negara yang termaktub dalam Preambule atau Pembukaan UUD 1945.
Wallahu A'lam
Tags
Opini
