Oleh Mirna
Snow flake Generation atau strawberry generation sepertinya memang cocok melakat pada golongan “gen Z”. Salah satu ciri khas Gen Z adalah kemampuan mereka dalam melek teknologi yang luar biasa. Mereka mampu beradptasi dengan perkembangan zaman khususnya berhubungan dengan teknologi, tanggap pada perkembangan dan isu-isu viral yang bersifat entertaint namun sayangnya mudah termakan hoax dan mudah putus asa saat menghadapi masalah. Pada tingkat yang paling parah berakhir memutuskan “bunuh diri”.
Ini adalah salah satu sifat buruk Gen Z yang paling menonjol dan membuat mereka dianggap seperti buah “strawberry” yang tidak bisa terkena udara dingin berlebihan atau panas berlebihan yang harus dirawat ekstra hati-hati agar mendapat hasil yang baik. Lalu apakah gen Z melek politik, jika dilihat dari sudut pandang politik zaman sekarang. Banyak sebenarnya Gen Z yang melek politik, bahkan banyak juga parpol dan politikus yang menjadikan mereka sebagai ikon dalam catur perpolitikan Indonesia. Bahkan sebagai influencer pengaruh mereka lumayan menambah suara pemilih.
Sayangnya, kemelekan mereka terhadap politik bersifat paradoks jika sudah bersinggungan dengan agama. Mungkin sisi religius itu ada, namun hanya sebatas pada ibadah dan karakter ukhti-ukhti atau ikhwan-ikhwan yang suka main tiktok. Bahkan tak jarang sering pamer pacaran Islami. Pada generasi semacam sudah bisa dipastikan jangankan untuk melek politik Islam, politik konvensional pun mungkin hanya jadi jalan untuk memenuhi ambisi dan batu loncatan menjadi generasi yang “wah”.
Politik dalam bahasa arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulamasalafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa – yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara). Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun).
Berdasarkan pengertian ini teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan dalam banyak haditsterkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi MuhammadSAW bersabda : “Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka.” (HR. Al Hakim).
Politik dalam Islam harus dipahami oleh setiap orang apapun dan bagaimanapun profesinya dan generasinya. Tujuannya agar periayahan yang dilakukan oleh pemerintah bisa terus diamati dan tidak melenceng serta merugikan ummat. Karena politik dalam Islam juga merupakan nadi utama yang memastikan berjalannya perintah Allah dimuka bumi ini.
Hingga wajar saja saat Islam berkuasa, banyak sekali pemuda-pemuda tangguh yang terlahir. Mereka tidak hanya baik secara agama, namun pandai berdiplomasi dan mampu menjadi generasi emas peradapan yang menghasilkan banyak karya. Pada saat itu pemuda Islam memiliki hampir semua kualitas terbaik sebagai individu. Mereka rutin pengajian dan menggali pengetahuan sebagai bentuk pembekalan diri dan menjadi tonggak ditengah ummat jika ada Penguasa tidak berjalan sesuai arahan Allah dan RasulNya. Wallahu’alam bishshawab.
Tags
Opini
