Meningkatnya KDRT, Menunjukkan Rapuhnya Bangunan Keluarga




Oleh: Akah Sumiati



Baru baru ini viral kasus KDRT yang dialami selebgram berinisial CIN, ia di KDRT oleh suaminya sendiri, bahkan anaknya yang masih bayipun terkena tendangan suaminya.

Kasus KDRT ini bukanlah kasus baru di negri ini, namun sudah banyak kasus kasus KDRT lainnya. Kasus KDRT yang dialami CIN hanyalah sebagian kecil yang terekspos di media, yang tidak terekspose mungkin lebih banyak.

Kasus KDRT yang dialami oleh CIN menambah panjang deretan kasus KDRT di negri ini. Menurut catatan komnas Perempuan, sejak 2001 KDRT menduduki data tertinggi yang dilaporkan.

Meningkatnya kasus KDRT ini menunjukkan rapuhnya bangunan keluarga hari ini.

Rumah tidak lagi menjadi tempat paling aman dan nyaman untuk anggota keluarga. Maraknya KDRT tentu terkait banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal dan keduanya saling berkaitan.

Ikatan suami istri sejatinya adalah ikatan yang kuat karena dibangun dengan perjanjian kepada Allah.

Namun, ikatan itu menjadi rapuh ketika keimanan mulai tergerus dengan cara pandang kehidupan yang berpusat pada duniawi. Aturan Allah disingkirkan dalam kehidupan sehingga akal manusia mendominasi.

Aakal dan hawa nafsu menjadi timbangan dalam menentukan sesuatu. Padahal, akal manusia lemah dan hawa nafsu mengajak kepada kesenangan dunia yang menipu.

Inilah yang terjadi hari ini ketika sekularisme menjadi panduan hidup sehari-hari. Agama tidak lagi menjadi panduan, halal dan haram diabaikan.

Maraknya KDRT juga menjadi bukti gagalnya sistem pendidikan membentuk individu menjadi insan mulia berbudi luhur.

Kekerasan pada perempuan yang notabene adalah istri, juga pada anak adalah cerminan individu yang tidak memiliki hati.

Dengan berbagai kondisi yang semua dibangun atas dasar sekularisme, nyatalah bangunan keluarga sangat rapuh.

Negara gagal mewujudkan keluarga yang kuat yang menjalankan delapan fungsi sebagaimana digambarkan dalam PP No. 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, khususnya fungsi keagamaan, cinta kasih dan perlindungan.

Iman seharusnya menjadi pijakan yang akan mencegah tindak kekerasan karena ada kesadaran akan pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Islam memberikan gambaran indah akan bangunan keluarga. Ungkapan baiti jannati (rumahku surgaku) mencerminkan betapa keluarga adalah tempat yang nyaman dan aman yang dirindukan setiap anggota keluarga. Demikian halnya ungkapan keluarga sakinah mawadah warahmah, keluarga dambaan setiap insan. 

Bahkan Rasulullah SAW., menyifati orang yang paling baik adalah yang berbuat baik pada keluarganya, sebagaimana sabdanya dalam riwayat Ibnu Hibban nomor 4177

“Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang paling baik terhadap ahli keluarganya.”

Namun, semua itu hanya akan terwujud ketika menjadikan akidah Islam sebagai standar dalam hidupnya, tidak hanya pada setiap individu, tetapi juga masyarakat dan negara.

Hal ini satu keniscayaan karena kehidupan dibangun dengan interaksi antar individu, baik dalam keluarga maupun masyarakat, sekaligus negara.

Negara berasaskan akidah Islam merupakan kebutuhan karena negaralah pihak yang berwenang membuat aturan kehidupan dalam seluruh aspeknya, termasuk dalam menyusun kurikulum pendidikan.

Oleh karena itu, keberadaan negara yang menerapkan Islam secara kafah yaitu Khilafah Islamiah adalah kebutuhan mendesak untuk mewujudkan keluarga yang kuat, bahagia dan sejahtera, bebas dari berbagai bentuk kekerasan.

Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak