Oleh: Yeni Rifanita, S.Pd
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Kedatangan pemimpin tertinggi Vatikan yakni Paus Fransiskus ke negara mayoritas muslim seperti Indonesia dan akan direncanakan ke beberapa negara lainnya seperti Timor Leste, Singapura dan Papua Nugini. Kedatangan nya kali ini disinyalir adalah kunjungan perdamaian yang tidak hanya menyasar umat katolik namun seluruh umat, sebagai harmoni toleransi beragama yang selalu di agungkan. (https://kemlu.go.id, 9/9/24).
Tidak heran banyak umat Islam yang juga bereuforia menyambut kedatangan pimpinan spiritual tertinggi bagi umat katolik tersebut. Bahkan umat Islam pun terlihat lebih antusias menyambut kedatangan nya dibandingkan umat katolik sendiri. Masjid Istiqlal sebagai masjid terbesar se-Asia menjadi saksi bisu kedatangan Paus Fransiskus yang di panggil sebagai yang mulia oleh presiden Indonesia saat ini. Parahnya lagi bukan hanya jabat tangan yang diberikan masyarakat, namun dekapan hangat dan sungkem yang khidmat seolah Paus Fransiskus adalah guru besar umat Islam.
Celaka. Ya umat ini celaka ketika bersikap berlebihan terhadap kedatangan pemimpin tertinggi Vatikan itu. Padahal toleransi yang diajarkan oleh Islam bukanlah kebebasan yang kebablasan. Saling menghormati antara pemeluk agama yang satu dengan yang lain adalah dengan membiarkan mereka beribadah menurut kepercayaan mereka, tanpa embel-embel membantu atau bahkan mengikuti ibadah mereka.
Kedatangan Paus Fransiskus mestinya tidak perlu di eluh-eluh kan oleh kaum muslimin. Sikap yang ditunjukkan oleh kaum muslimin bisa dikatakan berlebihan, karena begitu mengagumi dan membanggakan pentolan Katolik tersebut. Namun, bukan pula sikap yang ditunjukkan berupa kebencian atau ketidaksukaan. Lalu bagaimana sikap kita terhadap non muslim, agar akidah kita sebagai umat Islam tetap terjaga dengan baik sesuai syariat. Tentunya dalam hal ini ada beberapa sikap yang bisa kita lakukan, sebagaimana yang disampaikan oleh ustaz Ismail yusanto dalam video beliau. Toleransi haruslah tetap berdiri diatas prinsip-prinsip akidah Islam.
Ada pun prinsip-prinsip tersebut yakni:
1. Tidak boleh mengatakan bahwa semua agama itu sama benarnya, dan sama-sama akan mengantarkan pada jalan keselamatan.
2. Toleransi itu bukanlah partisipasi.
3. Toleransi jangan kebablasan.
Mengenai poin pertama yakni tentang ide menyamaratakan seluruh agama sebagai kebenaran dan jalan keselamatan, saat ini sering digaungkan oleh umat Islam moderat, kata-kata ini sebenarnya adalah pengaruh kuat dari ide pluralisme. Dan tentunya ini merupakan ide yang bertentangan dengan akidah Islam. Telah jelas di dalam Islam bahwa bahwa tidak diperkenankan sedikitpun pengakuan kepada Tuhan yang lain selain Allah. Dalam lafadz dua kalimat syahadat disebutkan dengan jelas mengenai kesaksian seorang muslim bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, merupakan kesaksian yang kuat yang muncul dari dalam akidah yang tasdiqul jazm (tertancap kuat) dalam hati seorang muslim. Dan akan sangat bertolak belakang apabila di satu sisi seorang muslim mengatakan "tiada Tuhan selain Allah", namun disisi lain ia meyakini bahwa semua agama adalah sama, sedangkan Allah berfirman dalam QS Ali Imran: 19 "Sesungguhnya yang di ridhai Allah adalah agama Islam". Maka seharusnya sudah jelas bagi seorang muslim untuk tidak memberikan pengakuan terhadap Tuhan yang lain, selain Allah. Dan umat Islam harus meyakini bahwa satu-satunya jalan keselamatan adalah Islam.
Adapun poin kedua, hal ini merupakan sikap yang atau perbuatan yang tegas terdapat dalam QS. Al Kaafirun: 6 "untukmu agamamu dan untukku agamaku". Apa maknanya yakni bentuk toleransi adalah dengan pembiaran terhadap aktivitas ibadah yang dilakukan umat lain. Tidak perlu umat Islam ikut campur dalam ibadah agama lain. Adapun yang terjadi baru-baru ini untuk penyambutan Paus Fransiskus, dimana banyak jamaah di masjid Istiqlal yang cosplay memakai topi khas yang menyerupai topi santa claus, menyambut dengan pembacaan Al Qur'an dan Injil, atau turut andilnya mereka dalam pertemuan di gereja katedral Jakarta, sejatinya menyalahi makna toleransi itu sendiri. Dan menciderai kekokohan akidah umat Islam yang semestinya terjaga dan tetap dijaga.
Selaras dengan poin kedua, poin ketiga yang disampaikan ustad Ismail Yusanto seyogyanya mengajak umat Islam agar tidak berlebihan dalam euforia kedatangan guru Vatikan itu. Karena dulu di masa Rasulullah dilanjutkan dengan masa para Khulafaur Rosyidin saat kedatangan tamu yakni pemuka agama lain, mereka menyambut sewajarnya saja. Bahkan Umar Ibnu Khattab pun pernah diminta untuk masuk dalam gerejanya penduduk Nasrani di Al quds, namun beliau menolak dengan tegas. Hal ini adalah bukti bahwa kaum muslimin harus bersikap tegas baik dalam perbuatan maupun ucapan untuk tidak memaknai toleransi sesuai definisi pribadi, namun harus sesuai dengan syariat Islam. Di sisi lain tamu yang hadir ini adalah yang menyuarakan tuhan itu tiga, tak mungkin kita bisa bermesraan dengan orang yang menyuarakan tuhan itu tiga sedangkan kita meyakini Tuhan itu satu, dan satu-satunya agama yg benar adalah Islam, tentu ini ibarat paradoks dan bertolak belakang.
Apalagi kedatangan Paus Fransiskus tersebut sebagai misionaris dan juga pengusung ide homoseksual. Lalu mengapa perlu kita sambut antusias? Seharusnya sikap umat Islam adalah menolak dan tidak fomo dengan kehadirannya. Dengan sikap tegas justru akan menampilkan gambaran bahwa kita umat Islam tidak perlu juru selamat dan tauladan dari orang-orang kafir. Sejatinya umat Islam sudah memiliki tauladan yang sempurna dan tiada cela, yakni Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah Swt.:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
Untuk itu marilah kita sudahi fenomena yang bertentangan dengan akidah Islam, kembalikan sikap kita seperti yang tercantum pada Al Qur'an. Tidak perlu berlebihan dalam bersikap. Cukup sewajarnya saja.
Allahu a'lam bishshawab
Tags
Opini
