Oleh. Siti Komariah (Penulis Buku Arunika Literasi dan Freelance Writer)
Ibu laksana cahaya dalam kegelapan. Ibu laksana perisai yang melindungi buah hatinya dari berbagai marabahaya. Kasih sayang yang tercurah begitu luas bagai samudra. Namun, naluri ibu yang penuh cahaya dan cinta kasih kini seakan mulai sirna di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, banyak fakta berbicara seorang ibu tega membunuh anaknya, bahkan tega menjual anaknya hanya demi harta.
Dilansir dari detik.com, seorang ibu di Sumenep, Madura, Jawa Timur tega mengantarkan anaknya untuk diperkosa oleh selingkuhannya yang berstatus seorang kepala sekolah hanya demi sebuah motor vespa. Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti mengatakan, ibu korban rela mengantarkan anaknya kepada tersangka untuk dicabuli karena dijanjikan akan dibelikan sebuah motor vespa.
Selain itu, ibu korban juga mengaku bahwa ia telah mengantarkan anaknya kepada kepsek untuk dicabuli untuk ritual penyucian diri. Aktivitas tersebut bukan hanya terjadi sekali, tetapi sudah beberapa kali dengan alasan yang sama (detik.com, 01-09-2024).
Kasus di atas kian menambah panjang deretan potret buram hilangnya naluri seorang ibu dan kian rusaknya masyarakat saat ini. Hal ini harusnya membuat penguasa mulai berpikir serius tentang masalah ini.
Menjadi Alarm Penguasa
Kian hilangnya naluri seorang ibu seharusnya menjadi alarm bagi penguasa negeri ini. Jika naluri kasih sayang seorang ibu mulai terkikis, bahkan hilang, bagaimana nasib generasi bangsa ini selanjutnya? Bukankah peran seorang ibu dalam sebuah peradaban sangatlah penting, yakni sebagai pencetak generasi yang berakhlak mulia dan melahirkan generasi-generasi yang hebat. Lantas, bagaimana generasi akan tumbuh menjadi generasi yang hebat, jika mereka justru menjadi tumbal dari pendidik dan pelindung mereka sendiri?
Penguasa harus segera mencari solusi sistemik untuk menyelesaikan problematika ini sebab problem ini bisa mengancam keberlangsungan generasi, yang artinya mengancam peradaban sebuah bangsa. Hanya saja, ketika penguasa masih berpijak pada sistem kapitalisme sebagai landasan kehidupan dan peraturan pemerintahan, solusi ini tidak akan terselesaikan sebab sistem kapitalisme merupakan dalang dari rusaknya naluri keibuan itu sendiri.
Kapitalisme Dalangnya
Sistem kapitalisme merupakan sistem yang berasas pada pemisahan agama dari kehidupan. Artinya, kehidupan tidak lagi diatur dengan peraturan dari Sang Pencipta manusia, melainkan harus diatur oleh akal manusia yang terbatas dan serba kurang. Peraturan Sang Khalik hanya boleh mengatur tentang ibadah mahda, tidak boleh ikut campur dalam urusan kehidupan yang lainnya, seperti ekonomi, sosial, apalagi pemerintahan.
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme membuat rakyat dalam jeratan kesengsaraan, padahal negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah yang harusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Ditambah lagi, sistem ini juga telah membuat negara berlepas tanggung jawab untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup per individu rakyat. Negara justru menjadikan pemenuhan kebutuhan tersebut sebagai ajang bisnis, seperti kesehatan. Akibatnya, himpitan ekonomi sering kali menjadi dalih seorang ibu menjual anaknya demi harta, bahkan tega membunuh mereka.
Selanjutnya, asas pemisahan agama dari kehidupan pada sistem ini juga membuat masyarakat jauh dari agamanya. Sistem ini justru mengajarkan kepada manusia bahwa sumber kebahagiaan terletak pada materi semata, bukan rida Illahi. Alhasil, standar perbuatan bukan lagi halal dan haram, dosa dan pahala, melainkan bagaimana cara mendatangkan materi dengan berbagai cara, walaupun harus menjual anak kandung sendiri.
Tidak hanya itu, sistem sanksi yang diterapkan di negeri ini tidak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku kriminalitas, salah satunya tega membunuh dan menjual anaknya. Hukum buatan manusia sangat lemah dan tidak mampu Memberantas kriminalitas tersebut. Yang ada hukum kapitalisme justru membuat kriminalitas makin meningkat.
Inilah sebagian potret buram pelaksanaan sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang menghancurkan dan membuat manusia dalam penderitaan, termasuk dia juga dalang yang menghilangkan naluri seorang ibu dan fungsi utama mereka. Sungguh manusia membutuhkan sebuah sistem yang bisa mengembalikan peran ibu dan merawat naluri keibuan.
Sistem Islam Solusinya
Sejatinya solusi permasalahan manusia hanya ada pada penerapan kembali sistem Islam dalam kehidupan ini. Islam memandang bahwa seorang perempuan, apalagi ibu memiliki peran penting dalam peradaban dunia. Di tangannya dengan penuh kasih sayang akan mampu melahirkan dan mencetak agent of change bagi negeri ini. Oleh karenanya, Islam menaruh perhatian besar dengan menjaga fitrahnya sebagai ummu warabbatul bait dan memuliakan kedudukannya.
Abu Hurairah RA meriwayatkan, "Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?' Nabi menjawab, 'Ibumu!' Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Beliau menjawab, 'Ibumu.' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi menjawab, 'Kemudian ayahmu.'" (HR. Bukhari dan Muslim).
Islam memiliki aturan secara sistemik untuk menjaga dan melindungi peran utama seorang ibu. Aturan tersebut di antaranya adalah:
Pertama, seorang khalifah menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Sistem pendidikan ini akan mencetak manusia-manusia yang taat kepada Allah dan menjadikan standar perbuatan hanya pada rida Allah. Dengan demikian, mereka akan mengetahui kewajiban mereka ketika mengarungi kehidupan ini, salah satunya tangung jawab menjadi seorang ibu dan bapak.
Kedua, seorang khalifah memiliki kewajiban untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) per individu rakyat dengan mekanisme tidak langsung, yaitu dengan memerintahkan dan memaksa laki-laki yang telah balig untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun, di sini khalifah tidak hanya memaksa, mereka menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk seluruh elemen masyarakat sesuai dengan kemampuannya.
Mekanisme nafkah pun diatur dengan jelas. Islam tidak mewajibkan perempuan bekerja, tetapi pemenuhan nafkah mereka berada pada tangan suami, ketika suami meninggal, nafkah jatuh pada wali, ketika wali tidak mampu maka nafkah jatuh pada negara. Oleh karenanya, mereka hanya fokus melaksanakan fungsi utama mereka me jadi ummu wa rabbatul bait untuk mendidik anak-anak mereka.
Disamping itu, khalifah juga menjamin pendidikan dan kesehatan gratis sehingga mereka tidak terbebani dengan biaya hidup yang mahal. Bahkan negara pun menjamin kebutuhan pokok dapat dijangkau oleh masyarakat secara luas.
Ketiga, menghidupkan kembali sistem sosial, yang mana pada ranah ini masyarakat akan laing menasehati dan kemungkaran dan mengajak pada kebaikan. Menciptakan suasana keimama di tengah-tengah masyarakat sehingga saling mencintai dan kepedulian menjadi ikatan kuat dalam kehidupan bermasyarakat.
Keempat, penerapan sistem sanksi yang tegas dan keras. Dengan adanya sistem sanksi yng tegas dan memberikan efek jera maka akan bisa menekan angka kriminalitas sebab masyarakat akan berpikir berulang kali untuk melakukan kejahatan. Dengan beberapa pengaturan di atas, kemuliaan dan fitrah keibuan akan terjaga. Mereka akan menjadi ibu-ibu yang siap melahirkan dan mencetak generasi berkualitas sebagaimana pada masa kejayaan Islam silam. Wallahua'lam Bissawab.[]
