Fenomena Kelas Menengah Jatuh Miskin Imbas Air Kemasan, Butuh Perubahan Sistem



Oleh Dwi March Trisnawaty Mahasiswi Magister Sains Ekonomi Islam Universitas Airlangga



Kelas menengah merupakan kelompok sosial dan ekonomi posisinya berada di antara kelas atas dan kelas bawah dalam struktur masyarakat. Pendapatan kelas menengah mampu untuk membelanjakan barang dan jasa seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Kelas menengah berbeda dengan kaum bawah yang memungkinkan mendapat bansos dari pemerintah, begitu juga dengan kelas atas yang memiliki beberapa sumber pendapatan seperti investasi, kepemilikan bisnis, atau pendapatan dari aset. Fenomena penurunan drastis kelas menengah melanda Indonesia dan negara berkembang lainnya imbas dampak terpuruknya perekonomian pasca pandemi covid19. BPS mendata 5 tahun terakhir kelas menengah di tahun 2019 sebanyak 21,45% sekitar 57,33 juta jiwa dan yang terbaru di tahun 2024 merosot tajam menjadi 17,13% yakni berjumlah 47,85 jiwa. Dimana ada 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. Dengan rata-rata pengeluaran kelas menengah umumnya sekitar 2-9,9 juta per kapita/bulan (Kompas.com, 2/9/2024).

Beberapa faktor penyebab fenomena kelas menengah rentan jatuh miskin dilansir dari artikel (cnbcindonesia.com, 31/08/2024) banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), tingginya pajak, judi online, pinjaman online, serta naiknya kebutuhan pokok sehari-hari. Dalam (moneytalk.id, 1/9/2024) mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan perubahan life style mengandalkan air kemasan seperti air galon dan air botol secara tidak sadar menguras sebagian besar income kita. Di samping itu, terutama masyarakat tinggal di Ibu Kota sadar akan kebutuhan air bersih terpaksa mengonsumsi air dalam kemasan dan galon, yang berdampak pada penambahan pengeluaran. Hal ini jelas menggambarkan gagalnya pemerintah menyediakan air bersih secara umum dan gratis.

Lebih mirisnya, kelas menengah di Indonesia menunjukkan rentan terhadap kemiskinan akibat naiknya harga kebutuhan pokok. Menurut data BPS makanan dan minuman menduduki posisi pertama alokasi pengeluaran kelas menengah sebanyak 41,67% rumah tangga Indonesia sepanjang tahun 2024 sebagian besar konsumsi air kemasan bermerek atau air isi ulang sebagai air minum. Padahal sejatinya air kemasan bukanlah sumber air yang berkelanjutan. Seharusnya tiap-tiap rumah tangga memiliki sumber air minum utama yang berkelanjutan berupa air terlindungi, berasal dari leding, sumur bor atau pompa, sumur, mata air, atau air hujan. Sayangnya, saat ini mayoritas air di rumah warga tidak layak untuk diminum karena buruknya kualitas penyerapan tanah utamanya di kota-kota besar (Muslimahnews.com, 28/05/2024).

Sementara sumber mata air hari ini dengan bebasnya dipetak-petak dimiliki pribadi perusahaan. Seharusnya sumber air kebutuhan vital untuk umum berubah menjadi ladang cuan kemudian dikemas dengan berbagai merk lalu dijual. Inilah bentuk kapitalisasi terhadap sumber daya air. Penerapan sistem kapitalisme dan sekularisme membuktikan kegagalan serta ketidakmampuan negara dalam mensejahterakan masyarakat. Sistem ini membebaskan pemilik modal memprivatisasi kepemilikan umum merupakan hajat hidup masyarakat karena terus-menerus digunakan dan pastinya keuntungan terus mengalir. Alhasil berujung pada jurang kemiskinan bagi masyarakat kelas menengah pendapatan bulanannya habis untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Sesungguhnya berbeda jauh dengan pengaturan dalam sistem Islam menetapkan air yang merupakan kebutuhan primer dan menjadi tanggung jawab penuh negara. Padahal sejatinya, rakyatlah pemilik sah air yang ada di bumi Allah Taala ini. Allah Swt telah menetapkan air yang melimpah sebagai harta milik umum. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, padang rumput, dan api; dan harganya adalah haram.” (HR Ibnu Majah). 
Dari hadis tersebut jelas bahwa air adalah kepemilikan umum. Negara dalam Islam adalah ri’ayah suunil ummah (pengatur kehidupan ummat) bertanggung jawab penuh memproses air. 

Khalifah sebagai pemimpin negara wajib melestarikan alam, melarang privatisasi lahan umum yang bisa membahayakan penyerapan sumber air, dan menjaga agar kualitas air. Juga memberikan dukungan bagi inovasi pengelolaan air agar layak dan aman dikonsumsi. Mengatur perusahaan sebagai pengelola yang bisa mengemas air agar keberadaannya tidak menyusahkan rakyat dalam mendapatkan haknya. Adapun biaya untuk memproses dan mengalirkan air ke rumah warga bisa diambil dari kas baitul mal. 

Oleh karena itu, rakyat hanya membayar biaya operasional tidak dikenai biaya mahal untuk mendapatkan akses air minum yang layak. Negara boleh menetapkan tarif bagi rakyat untuk memperoleh air bersih, tetapi tarif tersebut harus terjangkau oleh rakyat. Adapun keuntungan yang didapat saat mendistribusikan pada rakyat harus kembali dalam bentuk berbagai fasilitas berupa pendidikan,kesehatan, dan kebutuhan rakyat lainnya secara gratis. Inilah pengaturan air bersih dalam kehidupan sehari-hari berupa air minum yang akan mewujudkan kemaslahatan bagi semua lini kalangan masyarakat. Wallahu 'alam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak