Astagfirullah, Aborsi Makin Marak!

 

Oleh: Nurhaniu Ode Hamusa, A.M. Keb. 
(Praktisi Kesehatan)

Di era sekarang ini, nilai moral dan sosial kawula muda generasi penerus dan harapan bangsa sedikit mengalami  noda hitam, sebab jika menyaksikan berita yang beredar sungguh mengiris hati. Sebagaimana dilansir dari Kompas, 30-08-2024, aksi bejat pasangan selingkuh, pria berinisial RR (28) dan wanita berinisial DKZ (23) terkait kasus aborsi janin. Pasangan selingkuh tersebut mendapatkan obat aborsi dari toko online.

Hal itu disampaikan Kompol Jana saat jumpa pers di kantornya. Ia mengatakan beberapa hari kemudian, obat itu dikonsumsi DKZ untuk aborsi janin 8 bulan yang dikandungnya.

Kompol Jana juga mengatakan bahwa pada tanggal 13 Agustus 2024, tersangka DKJ mulai minum obat tersebut, dan pada tanggal 14 Agustus Sekitar sekira jam 3  merasa mulas dan bayi tersebut keluar dalam keadaan meninggal. Pasangan selingkuh itu lalu menguburkan janin di tempat pemakaman umum (TPU) di kawasan Tangerang Selatan (Tangsel).

Aborsi merupakan tindakan menggugurkan janin di dalam kandungan. Setiap tindakan aborsi tentu akan berisiko bagi perempuan yang menjalaninya, bahkan bisa sampai menghilangkan nyawanya jika terjadi perdarahan dan infeksi. Ini masih belum termasuk risiko nonmedis.

Selain itu, pada dasarnya tindakan aborsi merupakan suatu kejahatan yang paling keji terhadap hidup manusia yang lemah dan tak berdaya. 

Kepala BKKBN Pusat selaku wakil pemerintah dalam hal ini, mengakui jika aborsi jadi salah satu dari banyak masalah dalam pembangunan sumber daya manusia yang tidak terlihat, sehingga ia mengingatkan agar setiap pihak perlu berhati-hati   

Apalagi Setiap tahunnya, tidak kurang dari 56 juta kasus aborsi di seluruh dunia. Secara khusus di negara kita, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2021, tingkat aborsi mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup (Kompasiana, 05-09-2022).

Di samping itu, Ari Kusuma Januarto, Ketua Purna Pengurus Pusat Perhimpunan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (PP POGI) periode 2018-2022, mengatakan, batasan usia tindakan aborsi cukup penting mengingat besarnya risiko yang bisa ditimbulkan.

Semua tindakan medis, termasuk tindakan aborsi, memiliki risiko. Namun, terkait tindakan aborsi, semakin besar usia kehamilan akan semakin meningkatkan risiko. Sebab, janin berusia 14 minggu sudah cukup besar. Selain itu, kondisi psikologis perempuan dengan usia kehamilan 14 minggu juga biasanya lebih rentan.

Selama ini, menurut Ari, organisasi profesi kedokteran kurang dilibatkan dalam pembahasan aturan mengenai aborsi. Karena itu, beberapa aturan patut dipertanyakan, termasuk terkait batas usia dalam tindakan aborsi (Kompas 13/8/24).

Tak ketinggalan, pada umumnya perempuan yang pernah melakukan aborsi selalu mengalami gangguan psikologis, mental rohani dan resiko jasmani. Depresi, gangguan kejiwaan dan kematian sang ibu tak jarang menjadi akhir sebuah upaya aborsi. Tekanan psikologis ini dipicu oleh karena aborsi itu dilakukan secara terpaksa karena kehadiran buah kandungan tidak diterima oleh pihak-pihak tertentu dan terutama lingkungan sosial. Pada titik ini seorang perempuan mengalami suatu dilematis menerima paksaan itu dengan konsekuensi bahwa bayi itu akan diaborsi atau mengorbankan kehidupannya sendiri.

Secara fisik aborsi juga menimbulkan sejumlah cacat tubuh seperti pendarahan berkepanjangan, sobeknya leher rahim, infeksi pada kandungan, usus maupun kantong kemih. Juga mendatangkan penyakit-penyakit yang tak terduga sebelumnya seperti anemia, radang selaput perut, radang urat darah maupun radang panggul yang berkaitan dengan terjadinya kemandulan. Singkatnya, begitu banyak perempuan pelaku aborsi yang pernah mengalami masalah serius tersebut, kini berada dalam penyesalan dan rasa berdosa yang tak dapat dimaafkannya sendiri.

Kejadian ini merupakan buah busuk dari prodak kapitalisme dalam melahirkan moral individu hingga masyarakat, akibat budaya hedonisme dan liberalisme dalam pergaulan hingga merusak norma-norma yang berlaku dalam berkehidupan. 

Memang ada banyak faktor yang terkait, di antaranya adalah rusaknya tata pergaulan, gagalnya sistem pendidikan dalam mencetak generasi berakhlak mulia, kebijakan negara yang memberi celah adanya pergaulan bebas, sistem sanksi yang tak menjerakan juga maraknya tayangan yang berbau porno.  Semua adalah buah dari penerapan sistem sekulerisme kapitalisme dalm kehidupan saat ini.

Berbeda dengan sistem saat ini, Islam telah jelas tidak membenarkan pergaulan bebas/zina yang tak sedikit berakhir pada kehamilan yang tak diinginkan, sehingga aborsi jadi solusi. Hal ini sebagaimana dalam surah Al-Isra’ ayat 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”

Pun dalam surah Al-Furqan ayat 68, “Dan, orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya mendapat hukuman yang berat.”

Tak kalah penting, negara akan menutup semua celah melalui berbagai aspek, di antaranya penerapan sistem pergaulan Islam, menerapkan kurikulum yang berbasis akidah islam, memberikan sanksi yang menjerakan, juga menata media agar menginformasikan kebaikan dan ketakwaan.

Tak hanya itu, Islam juga memiliki tiga pilar yang akan menjaga umat tetap dalam kebaikan dan ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, yakni ketakwaan invidu, kontrol masyarakat  dan peran negara dalam menerapan aturan sesuai syariat. 

Dengan demikian, hal yang tak mungkin meminimalisasi kasus aborsi apalagi membabat tuntas, jika sistem yang ada saat ini banyak memberi celah atas tindakan terebut. Dari itu, hanya dengan penerapan aturan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan, perzinahan yang berujung aborsi akan mampu dituntaskan. Karena itu, sungguh Allah yang menciptakan manusia, maka Dia pula yang lebih mengetahui mana aturan yang terbaik untuk hambanya. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak