Perempuan dan Kemerdekaan



Oleh: Ummu Faruq



Pengukuhan Paskibraka Pusat menuai polemik dari berbagai pihak. Pasalnya dalam foto acara tersebut nampak tidak ada satupun paskibraka putri yang mengenakan kerudung. Padahal sebelum acara tersebut, terdapat 18 orang paskibraka putri yang mengenakan kerudung. Lantas apa yang terjadi?

BPIP menegaskan bahwa tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab. Penampilan Paskibraka Putri dengan mengenakan pakaian, atribut, dan sikap tampang sebagaimana terlihat pada saat pelaksanaan tugas kenegaraan, yaitu Pengukuhan Paskibraka adalah kesukarelaan mereka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada dan hanya dilakukan pada saat Pengukuhan Paskibraka dan Pengibaran Sang Merah Putih pada Upacara Kenegaraan saja. Di luar acara Pengukuhan Paskibraka dan Pengibaran Sang Merah Putih pada Upacara Kenegaraan, Paskibraka Putri memiliki kebebasan penggunaan jilbab dan BPIP menghormati hak kebebasan penggunaan jilbab tersebut.

Benarkah mereka melepaskan kerudung dengan sukarela? Atau paksaan? Setelah persoalan ini ditentang oleh berbagai pihak, akhirnya pihak BPIP memperbolehkan para Paskibraka Putri untuk mengenakan kerudung kembali pada Upacara Kemerdekaan RI. Demikianlah pola hukum di negeri ini, menunggu viral baru kemudian didengar.


Kedudukan Kerudung dalam Islam

Islam mewajibkan para perempuan untuk menutup aurat, yaitu mengenakan jilbab dan kerudung. Menurut Islam haram hukumnya melepaskan kerudung dengan alasan apapun, karena ada aurat yang harus ditutup oleh seorang perempuan.

Dalam persoalan muslimah berhijab dengan berkerudung, tidak ada ulama muktabar yang tidak mewajibkannya. Apabila ada yang mengambil pendapat boleh untuk tidak berhijab dengan alasan ada ulama yang berpendapat demikian, kita perlu mengecek keulamaan orang yang dijadikan rujukan pendapat tersebut. Ini karena hukum yang kita yakini kebenarannya merupakan hukum yang mengikat kita. Konsekuensi meninggalkan hukum tersebut adalah dosa, jika hukum yang kita yakini tersebut berupa kewajiban.

Maka haram bagi setiap perempuan untuk taat pada siapapun yang menyuruhnya untuk menentang hukum syara.

Rasulullah saw. bersabda, “Wajib atas muslim mendengar dan menaati (pemimpinnya), pada apa-apa yang ia senangi atau yang ia benci, selama ia tidak diperintahkan melakukan maksiat. Jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak boleh mendengar dan menaati (pemimpin).(HR Al-Bukhari, 1744; Muslim, 1839; Abu Dawud, 2626; Tirmidzi, 1707; An-Nasa`I, 7/160; Ibnu Majah, 2864. Hadits sahih).

Maka jelaslah, membuka kerudung dalam alasan apapun hukumnya haram. Karena aturan Islam sudah jelas menjabarkan akan wajibnya menutup aurat, dan tiada perbedaan dari kalangan para ulama.

Benarkah Kita Sudah Merdeka?

Di sisi lain, demi acara ceremonial "kemerdekaan" mereka dipaksa untuk menanggalkan hijabnya, apakah ini yang disebut merdeka? Padahal masih terdapat pemaksaan di dalamnya?

Merdeka bagi seorang muslimah adalah ketika dia bisa menjalankan kehidupan berdasarkan syariat Islam dengan mudah dan disupport penuh secara sistem. Tidak dipaksa untuk menanggalkan hijabnya, bahkan harusnya dikondisikan untuk tetap berada dalam fitrahnya.

Fitrah seorang perempuan adalah sebagai umm wa rabbatul Bayt, sebagai seorang Ibu dan Pengurus rumah. Namun sayangnya, peran utama ini mulai digerus oleh iklim kapitalisme yang tidak mendukung peran ini berjalan dengan baik.

Seorang Ibu yang harusnya bisa fokus untuk hanya mengurusi anak-anak, keluarga, dan rumahnya, saat ini harus turut kelimpungan turut berperan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Seorang Ibu yang harusnya bisa fokus mendidik anak anaknya, sehingga mampu menghasilkan anak-anak pejuang peradaban, seorang alim ulama yang berperan besar untuk umat, seorang pendidik generasi. Hari ini ikut dipusingkan dengan berbagai persoalan kehidupan yang tidak seharusnya dipikul olehnya.

Betapa banyak para perempuan yang menanggalkan perannya dengan terpaksa untuk turut memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Betapa banyak pula para perempuan yang dengan bangga menanggalkan perannya karena iklim kapitalis yang membuatnya merasa tidak berharga jika tidak bekerja.

Tatkala kita masih sangat sulit untuk merdeka dalam berbuat sesuai syariat. Iklim hari ini membuat kita terasa sangat sulit untuk taat, dan bermudah dalam bermaksiat. Lantas, kita sudah merdeka dari sisi mana?

Dari sisi ekonomi? Jelas tidak, para perempuan dipaksa untuk bekerja atau terlibat dalam sektor ekonomi karena sudah hancurnya sistem ekonomi yang ada. Ketika kerja keras para laki-laki dihargai dengan murahnya sehingga penghasilannya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bukan hanya itu, banyak pula para laki-laki yang kebingungan mencari kerja karena minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia.

Dari sisi pendidikan? Malu rasanya jika harus mengatakan kita sudah merdeka, ketika biaya pendidikan begitu mahal. Saking mahalnya sampai tidak semua orang bisa mengaksesnya. Banyak para pemuda kita yang impiannya duduk di bangku kuliah berakhir dengan mimpi belaka. Karena sungguh untuk memenuhi kebutuhan perut saja mereka membutuhkan perjuangan, apalagi pendidikan yang semakin mahal.

Dari sisi pemikiran? Kesehatan? Pemerintahan? Sumber daya alam?
Dengan malu harus kita akui bahwa dari segala sisi, kita belum merdeka. Kita hanya merdeka secara penyiksaan fisik oleh asing, tapi tak sadar jika seluruh elemen kehidupan kita masih terus dijajah.

Semoga kelak kita bisa merdeka secara hakiki dalam segala aspek kehidupan. Dan hanya dengan Islamlah kita diatur secara sempurna dan bisa merdeka secara hakiki jika menerapkan seluruh aspek kehidupan dengan syariatnya. Wallahu’alam bish-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak