Oleh: Desta Humairah, S.Pd
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat banyak produk impor yang merusak pasar dalam negeri. Bahkan dinilai menjadi persoalan produk impor lama yang sudah jadi perhatian sejak dahulu (liputan 6.com). China sudah menduduki rating tertinggi sebagai produsen utama produk termurah. Industri China menawarkan harga yang menggiurkan di kalangan masyarakat kelas menengah. Maraknya produk murah dari China di Indonesia dapat mengakibatkan permasalahan ekonomi baru.
Ketua Komite Tetap Asia Pasifik Kadin Indonesia, Yohanes Lukiman menyebutkan naiknya ekspor dan turunnya impor China akan turut memengaruhi Indonesia mengingat China merupakan salah satu mitra dagang RI. Saat ini over capacity China telah berdampak pada banjirnya produk China ke Indonesia, namun di sisi lain kinerja impor China yang turun membuat permintaan komoditas dari negara mitra dagang termasuk Indonesia juga akan merosot, (CNBC Indonesia). Jika hal ini di biarkan terus menerus akan berdampak pada pendapatan dalam negeri hingga banyaknya kerugian oleh UMKM. Karena persaingan pasar produk dari China melebihi batas.
Ketergantungan Impor
Indonesia adalah negara yang sangat bergantung pada komoditas impor. Segala sesuatu di datangkan dari luar negeri untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Contohnya impor bahan bakar minyak, Indonesia mengimpor minyak mentah dari berbagai negara. Mayoritas impor minyak mentah Indonesia adalah dari Arab Saudi dan juga Nigeria.
Sementara Liquefied Petroleum Gas (LPG) diimpor dari Uni Emirat Arab (UEA) dan Amerika Serikat, (CNBC Indonesia). Tidak hanya sampai di sini, pada Maret 2024 Indonesia paling banyak mengimpor beras dari Vietnam dengan volume 286,26 ribu ton, dari Thailand 142,65 ribu ton, Myanmar 76,61 ribu ton, Pakistan 61,57 ribu ton, dan India 100 ton (databoks).
Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Banten, Angga mengeluh bahwa kini petani menjadi bangkrut dengan adanya impor beras, sebab selain harga gabah yang menjadi anjlok, mereka juga harus menanggung biaya produksi yang semakin mahal (CNBC Indonesia).
Di tengah melonjaknya impor beras, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan, Indonesia dan China akan bekerja sama mengembangkan lahan pertanian padi di Kalimantan Tengah, (databoks). Tidak hanya itu, Jokowi juga membeberkan permohonan uji perangkat di Indonesia dikuasai produk impor. Ia blak-blakan menyebut produk dari China mencapai 3.046 perangkat, sedangkan Indonesia hanya 632 perangkat, (CNBC Indonesia).
Indonesia membukukan impor dengan Cina US$ 67,72 miliar data per Desember 2022. Nilai tersebut naik 20,48% dibandingkan impor tahun sebelumnya yang tercatat US$ 56,21 miliar. Rekam jejak perdagangan Indonesia dengan Cina, impor dalam 10 tahun terakhir terus melonjak. Tahun 2022 merupakan catatan sejarah dengan rekor nilai impor tertinggi (databoks).
Ketergantungan Indonesia terhadap impor barang kemungkinan ditengarai oleh kerjasama perdagangan negara-negara ASEAN China Free Trade Area (CAFTA 2010) yang memperbolehkan seluruh anggota ASEAN dan China untuk menjalin kerja sama dalam perdagangan. Keberadaan CAFTA merupakan gerbang utama agar produk negara lain dapat masuk ke Indonesia. Tentu saja, China memanfaatkan pasar global di area ASEAN, termasuk Indonesia dengan memasukkan barang produksinya secara massif.
Pola seperti ini tentunya menyebabkan persaingan dengan industri dalam negeri, keberanian China memberikan harga murah membuat minat masyarakat beralih kepada barang impor dan menjadi sebab lemahnya produk lokal yang di produksi oleh UMKM. Akibat perusahaan tersebut tidak dapat bersaing di pasar global menandingi produk murah dari China dan jika dibiarkan terus menerus tanpa solusi maka banyak dari industri dalam Negeri yang gulung tikar.
Kebijakan Tambal Sulam
Pemerintah sebenarnya telah memberikan rekomendasi atas permasalahan yang saat ini dihadapi Negeri. Namun faktanya, solusi yang ditawarkan tidak mengatasi masalah hingga ke akar. Seperti solusi penyelidikan dumping. Pemerintah berencana melakukan mekanisme Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Hal ini tentunya tidak akan efektif mengingat pembuktian praktik dumping akan memakan waktu lama oleh KADI (Komite Anti Dumping Indonesia). Ranah ini tentu saja tidak cocok untuk di terapkan dalam kondisi darurat. Karena memakan waktu lama dan tidak membuahkan hasil maksimal. Yang ada malah memperburuk keadaan ekonomi dalam Negeri, membuat berbagai industri dalam negeri gulung tikar. Termasuk industri manufaktur, baja, pabrik sepatu, dan lain sebagainya.
Pemerintah berencana menerapkan pajak bea masuk impor dari China sebesar 200 % pada semua jenis industri. Mestinya, besaran persentase bea masuk impor tersebut tidak bersifat umum, namun hanya berlaku pada jenis industri tertentu. Demikian disampaikan anggota Komisi VI DPR, Amin Ak, Kamis (4/7/2024). Kebijakan untuk menaikkan bea cukai beberapa produk China tersebut tentunya akan berpotensi mendapat teguran WTO.
Negara harusnya mencari solusi holistik untuk melindungi industri dalam negeri bukan malah memperhatikan aspek untung rugi. Namun tentunya hal tersebut tidak mengherankan, mengingat paradigma negara kapitalis dalam memandang fungsi negara hanya sebagai penyedia jasa (provider) bukan ra’in (mengurusi kemaslahatan umat). Sehingga Solusi yang ditawarkan tidak bisa menyeluruh dan justru malah memberikan masalah baru.
Sistem Kapitalisme dengan asas liberal (kebebasan) menafikkan adanya peran sang Khaliq, menjadikan aturan manusia sebagai pemecahan masalah kehidupan. Padahal justru pengaturan di tangan manusia masalah itu muncul, karena standar yang digunakan saling tumpang tindih sesuai nafsu tidap individunya.
Solusi Islam
Islam adalah sebuah system kehidupan yang shohih dari sang Khaliq dan sempurna mengatur segala aspek kehidupan manusia. Negara yang menerapkan syariat Islam (Khilafah Islamiyah) akan senantiasa bertanggung jawab untuk mensolusi permasalahan umat, hal ini karena Negara dalam Islam memiliki peran sebagai ra’in (mengurusi urusan umat) sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».
“Imam/Khalifah itu laksana (Ra’in) penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Pertama, Khilafah akan mengatur aktivitas perdagangan sebagaimana dijelaskan dalam buku Politik Ekonomi Islam karya Syekh Abdurrahman al- Maliki bahwasanya aktivitas perdagangan merupakan aktivitas jual beli.
Maka hukum terkait aktivitas jual beli adalah hukum tentang pemilik harta bukan tentang harta. Artinya status hukumnya bergantung pada pedagangnya, baik ia warga negara dari islam ataukah warga negara dari kufur. Jika ia adalah warga negara dari kufur yang termasuk negara kafir harbi fi’lan, maka tidak boleh ada aktivitas lain kecuali jihad.
Kedua, khilafah akan mengatur dan mengelola sendiri kekayaan alam milik umum, seperti tambang, minyak bumi, gas alam, dan sebagainya, yang hasilnya akan dikembalikan lagi kepada rakyat. Dengan mekanisme seperti ini tentunya akan membuat negara memiliki sumber pemasukan yang besar.
Ketiga, khilafah akan membolehkan setiap pedagang yang merupakan warga negara untuk melakukan perdagangan di dalam negeri, dengan syarat harus terikat oleh syariat Islam. Seperti larangan menjual barang haram, melakukan penimbunan, kecurangan, pematokan harga, dan sebagainya. Selain itu, warga negara dalam khilafah juga diperbolehkan untuk melakukan perdagangan luar negeri atau melakukan ekspor impor selama komoditas ekspor impornya tidak berdampak buruk atau membawa mudarat bagi rakyat.
Demikianlah pengaturan dalam sistem islam, khilafah tidak akan membiarkan rakyatnya memenuhi kebutuhannya dengan berjuang sendiri. Namun, negara memberikan perlindungan, pelayanan, dan berbagai kemudahan agar mereka dapat memenuhi dan mewujudkan kesejahteraan hidup. Demikian halnya dengan industri tekstil yang semestinya bisa subur dan berkelanjutan, bukan bertumbangan secara massal. Jika tampak gejala pelemahan industri secara umum di dalam negeri. Khilafah akan segera mengambil langkah untuk menyuntikkan modal, juga memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana. Selain itu juga adanya kebijakan dan birokrasi yang mudah. Wallahua'lam bish-shawab.
Tags
Opini
