Mewujudkan Ketahanan Pangan




By  :Ummu Aqsha



 Majelis Perwakilan Rakyat meminta pemerintah agar mengurangi impor, sehingga ketahanan pangan Indonesia terjaga secara konsisten. Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan upaya tersebut dilakukan dengan cara memperkecil jumlah impor komoditas pangan
Lembaga pemikir Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mendesak pemerintah untuk kembali mengevaluasi kebijakan di sektor pertanian. Ini dinilai perlu dilakukan demi mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional ke depan.

Wakil Direktur INDEF Eko Listyanto menilai pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan maupun insentif yang telah diimplementasikan di sektor pertanian. Pasalnya, regulasi dan subsidi yang diterapkan nampaknya belum cukup untuk mendorong sampai ke level ketahanan pangan yang ideal.

 Untuk menghindari risiko krisis pangan di masa yang akan datang, kita perlu menyiapkan strategi besar untuk menciptakan ‘kedaulatan pangan’ Indonesia, bukan sekedar ‘ketahanan pangan’, yang acapkali mengandalkan impor bahan-bahan pangan dari luar negeri,” papar Bambang, Jumat (16/8/2024).

Hal ini disampaikannya dalam pidato Sidang Tahunan MPR RI 2024 dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI 2024 di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Peran pemerintah terkait ketersediaan pangan memegang peranan penting bagi keberlangsungan negara, kata dia. Bambang mengatakan meningkatnya jumlah penduduk dunia, khususnya di Indonesia, akan membutuhkan daya dukung bahan pangan yang lebih besar.

Pada saat bersamaan, lanjutnya, sektor pertanian sebagai penopang ketahanan pangan justru menghadapi beragam tekanan.
Beberapa di antaranya adalah semakin sempitnya lahan pertanian, stagnasi produksi, meningkatnya frekuensi hama dan penyakit tumbuhan, makin mahalnya biaya produksi, serta ancaman perubahan iklim,” lanjut dia.

Pada kesempatan yang sama, Puan Maharani selaku Ketua DPR mengatakan pemerintah wajib menyelesaikan masalah-masalah struktural dalam membangun kedaulatan pangan, mengatasi ketimpangan sosial, dan penciptaan lapangan kerja.

Sehingga derajat hidup rakyat semakin sejahtera dan dimudahkan,” tegasnya.
Sebelum itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa telah berkomentar soal ketahanan pangan.

Menurutnya, penanganan pada ketersediaan bahan pokok pangan harus dilakukan secara menyeluruh dari hulu ke hilir.
Permasalahan pada sektor pangan tidak hanya berdiri sendiri dari sisi soal ketersedian, tetapi kita lihat dari sisi calon konsumen. Bila terjadi perubahan pada jumlah konsumen maka terjadi perubahan konsumsi pangan,” jelas Suharso.

Rancangan  APBN  yang Keliru

Pemerintah menyiapkan anggaran senilai Rp124,4 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk memperkuat ketahanan pangan.
Ketahanan pangan menjadi perhatian dari Presiden terpilih. Kami mengalokasikan Rp124,4 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers RAPBN 2025 di Jakarta, Jumat.
Anggaran itu bakal digulirkan untuk sisi pra-produksi, produksi, distribusi, pemasaran, hingga konsumen.

Dari sisi pra-produksi, anggaran akan digunakan untuk bantuan alat tangkap ikan sebanyak 10 ribu unit, subsidi pupuk 8,5—9,5 juta ton, bantuan alat dan mesin pertanian 1.012 unit, bantuan benih ikan 131,6 juta ekor, bantuan benih pangan 2.267 hektare, kredit usaha rakyat (KUR) pertanian, dan subsidi resi gudang.

Sementara dari sisi produksi, anggaran dialokasikan untuk program food estate di Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pada sisi distribusi, anggaran digunakan untuk kebutuhan pelabuhan logistik, jalan sepanjang 49.782 kilometer, akses jalan tol, kereta api, finalisasi lima bandara, jalan daerah, cold storage, serta jalan usaha tani.

Selanjutnya, anggaran untuk pemasaran digunakan untuk cadangan pangan pemerintah, subsidi cadangan pangan, stabilitas pasokan dan harga pangan, gerakan pangan murah di 39 lokasi, revitalisasi pasar rakyat, serta KUR UMKM.
Adapun pada sisi konsumen, anggaran ketahanan pangan bakal digunakan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), Kartu Sembako, dan pemberian makan tambahan balita berisiko stunting.

Rancangan anggaran yang akan dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis pada tahun 2025 adalah sekitar Rp71 triliun atau 0,29 persen terhadap PDB, yang termasuk biaya makanan, distribusi (safe guarding), dan operasional lembaga yang menangani program Makan Bergizi Gratis.(ANTARA 16/8/2024).

Abainya Negara dalam Berkomitmen

Ketahanan pangan persoalan penting bagi negara bahkan menyangkut kedaulatan negara. Hari ini negara tidak memiliki komitmen kuat dalam membentuknya yaitu nampak dari kebijakan kebijakan yang di ambil oleh pemerintah selalu merugikan masyarakat. Dengan minimnya dukungan atau bantuan pada para petani di lihat dari sisi produksi,sektor pertanian pangan kususnya produksi padi menghadapi tantangan yang cukup besar.Ini mengurangi daya tarik petani untuk mengembangkan usahanya.
Survei Struktur Ongkos Usaha Tanam Padi (BPS .2017) mengungkapkan bahwa komposisi pengeluaran petani padi terbesar adalah biyaya tenaga kerja (48,95 persen),diikuti oleh sewa lahan (26,36 persen),pupuk (9,4 persen),pestisida (4,3 persen) dan benih (3,8 persen).

Menurut survei kendala terbesar yang di hadapi petani adalah kenaikan biyaya produksi tersebut yang relatif tinggi. Hal itu membuat banyak petani kesulitan dalam berproduksi sehingga sebagian petani terjerat oleh pinjaman rentenir yang menawarkan bunga tinggi. Sejumlah petani bahkan terpaksa menjual lahanya dan beralih menjadi buruh tani. Di karenakan tidak ada upaya serius dari pemerintah memperbaiki produtivitas pertanian mulai dari hulu sampai hilir,dan faktor lain adalah kuatnya impor yang dilakukan oleh pemerintah.

Indonesia dengan tanah pertanian yang subur dan luas seharusnya menjadi negara yang mampu memenuhi kebutuhan nya sendiri,namun sayang potensi tersebut tidak di manfaatkan dengan baik oleh pemerintah hampir setiap tahun indonesia terpaksa mengimpor bahan pangan terutama beras dari negara lain,seperti  Vietnam dan Thailad yang mengakibatkan penurunan dan bahkan mundurnya produksi beras di Indonesia.
Ini pada gilirannya menyebabkan kenaikan harga beras secara drastis.

Perspektif Islam

Islam menjadikan ketahanan pangan harus di wujudkan karena berkaitan dengan kedaulatan negara,kususnya dalam bidang ekonomi.
Politik ekonomi Negara Islam bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebituhan dasar seperti sandang,pangan dan papan atau perumahan bagi seluruh rakyat,sambil memberikan kesempatan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan sekubder dan tersier. Oleh katena itu,salah sath pendekatan untuk mencapai tujuan ini adalah dengan memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat dapat terjangkau,baik melalui mekanisme pasar maupun melalui pemberian bantuan. Agar kebutuhan tersebut dapat tersedia dan terjangakau.
Dalam Islam di tekankan pentingnya produksi barang secara efisien guna memastikan ketersediaan yang memadai dan harga relatif murah.

Pemerintah dapat memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung produksi dan distribusi yang efisien. Sebagai contoh di Negara Islam biyaya produksi menjadi lebih efisien karena tidak ada biyaya sewa lahan pertanian yang menurut pendapat yang pendapat yang raajih di larang dalam syariah. Sebagai alternatif di terapkan sistem bagi hasil antara pemilik lahan dan penggarap.

Tanah juga di jaga produktifitasnya dengan larangan atas pemiliknya menelantarkan tanah pertanian selma lebih dari tiga tahun.
Negara juga bertanggung jawab dalam mendistrubusikan tanah kepada mereka yang membutuhkan dan mampu menggarao tanah.
Biyaya modal untuk berproduksi, seperti benih,pupuk,serta sarana dan prasarana pertanian,dapat di peroleh dari Baitul Mal, jika petani mengalami kesulitan.
Negara juga memberikan dukungan dan dorongan kepada petani untuk mengadopsi input pertanian terbaik serta teknologi terkini agar hasil pertanian dapat di tingkatkan produktifitasnya secara lebih efisien.

Pada masa Daulah Islam, sektor pertanian di perhatikan dengan serius karena merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus di penuhi oleh negara bagi setiap penduduknya.
Di era  Umar bin al-Khaththab. Misalnya sebagaimana yang di rangkum oleh al-Haritsy (2003) berbagai kebijakan di terapkan untuk meningkatkan produktifitas di sektor pertanian,salah satu langkahnya adalah membiarkan wilayah wilayah yang ditaklukan di kelola okeh penduduk asli tanpa pembagian oleh penakluk. Hal ini di lakukan agar tanah tersebut lebih prodiktif di tangan penduduk asli yang lebih memahami dan mampu mrngembangkan lahan dari pada pihak lain.
Selanjutnya Negara mengawasi kegiatan pertanian di wilayah yang ditaklukan.

Khalifah Umar mengirim petugas untuk mengukur luas tanah dan menetapkan kharaj yang harus di bayar.Petugas pajak bertanggung jawab dalam menetapkan dan mengumpulkan kharaj yang kemudian di setorkan kas Negara untuk di gunakan pada kepentingan yang sah.
Negara juga melakukan berbagai proyek infrastruktur  yang melayani sektor pertanian seperti penggalian sungai dan saluran irigasi, pembangunan jembatan, dan pembangunan bendungan.

Negara juga mengalihkan sebagian tanah milik Negara kepada swasta (individu) dan bernegosiasi dengan meteka mengenai pengelolannya, sementara Negara mendanai kegiatan tersebut. Negara juga mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah yang tidak produktif dengan memberikan tanah kepada siapa pun yang mampu menghidupkan tanah tersebut.
Negara sebagai raa'in akan membuat kebijakan yang akan menguatkan ketahanan pangan bahkan juga kedaulatan pangan sehingga petani terlindungi dan optimal dalam produksi. 

Demikian bebetapa aturan Islam yang pernah di teraokan di Negara Khilafah Islam untuk  memastikan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat tujuan nya bukan semata untuk mewujudkan kesejahteran rakyat, namun juga untuk mencapai ridha Allah SWT melalui penerapan Islam .
    WalLaahu a'lam bi ash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak