Oleh Yusriani Rini Lapeo, S.Pd.
Pemerhati Sosial
Perayaan hari kemerdekaan telah usai. Antusias berbagai lembaga yang berpartisipasi dalam perayaan 17 Agustus tak kalah ramai, tanpa terkecuali perayaan hari kemerdekaan RI yang dilaksanakan mulai dari perkotaan sampai ke pelosok desa.
Presiden RI Joko Widodo untuk pertama kalinya menyelenggarakan upacara kemerdekaan di IKN (Ibu Kota Nusantara) di Bumi Harapan, Kec. Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada hari Sabtu, 17 Agustus 2024 lalu.
Dalam perayaan tersebut banyak tamu-tamu penting yang diundang di antaranya para elit politik seperti menteri-menteri kabinet Indonesia Maju, tokoh agama dan budaya beserta jajarannya.
Sebagian pihak menilai bahwa perayaan HUT tersebut terkesan memaksakan karena ambisi dan kepentingan lain. Bagaimana tidak, kondisi pembangunan IKN yang belum rampung dipaksakan untuk dijadikan tempat perayaan HUT RI.
Di sisi lain ada cerita mengharukan di balik pembangunan proyek IKN, seperti masyarakat lokal yang berada dekat di sekitar wilayah tersebut harus tersingkirkan dengan terpaksa dan hanya menerima uang ganti rugi yang harganya di bawah pasaran tanpa diberikan lahan untuk relokasi masyarakat yang terkena dampak proyek tersebut.
Miris, tetapi ini sebuah kenyataan yang harus diterima oleh masyarakat kecil. Hak mereka direnggut dan dibiarkan mencari jalan keluar untuk kehidupan di tempat yang baru demi ambisi para penguasa dan konglomerat negeri ini.
Dahulu sebelum merdeka Indonesia adalah negeri yang dijajah oleh kolonial Belanda dan Jepang, rakyat tak kalah menderita dan kesulitan. Namun, faktanya hari ini justru penguasa dan para pemimpin negeri inilah yang menjajah rakyatnya sendiri dengan berlindung di balik UU. Merdeka, milik siapa?
Sementara rakyat tidak diberikan pilihan untuk menuntut haknya. "Kedaulatan di tangan rakyat" hanya slogan belaka seperti racun yang berbalut madu agar rakyat tetap percaya meski selalu dikibuli berkali-kali oleh mereka yang saat ini sedang menikmati kekuasaan. Merdeka, milik siapa?
Di samping itu pula kemiskinan semakin merajalela, PHK dan minimnya lapangan pekerjaan semakin memprihatinkan, pajak dan utang negara harus ditanggung rakyat dengan beragam kebijakan yang menyengsarakan rakyat jelata dan menguntungkan oligarki. Merdeka, milik siapa?
Fakta lain adalah saudara kita di Palestina yang sampai saat ini semakin terpuruk, sementara penguasa negeri ini tidak bisa berbuat apapun selain kecaman belaka. Dilansir dari Kompas.com, dalam Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri Palestina menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Indonesia (1980), ialah Mufti Besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al Husaini dan seorang pengusaha media Muhammad Ali Tahir, dengan mempertaruhkan nyawa mereka. Hingga akhirnya berhasil mengumumkan bahwa Palestina mengakui Indonesia sebagai negara secara de facto melalu siaran di Radio Berlin, Jerman pada 6 September 1944, sampai kepada negeri Arab saat itu.
Kita terjajah dari sisi apapun. Selama akidah kapitalis masih berkuasa, maka kita tidak akan pernah merasakan kemerdekaan yang hakiki. Sungguh betapa kemerdekaan itu hanya sebuah fatamorgana.
Merdeka yang Hakiki
Merdeka. Ya, merdeka bukan saja milik segelintir orang atau kelompok, sebagian wilayah atau negeri-negeri tertentu. Secara universal merdeka mutlak dimiliki semua negara tentunya yang harus terbebas dari berbagai penjajahan secara fisik, konon.
Tetapi jika kita berbicara arti kata merdeka sesuai syariat Islam yaitu, dimana seseorang yang harus sadar akan posisinya sebagai makhluk atau hamba di hadapan Sang Pencipta yakni Allah SWT, dengan kata lain ia terbebas dari segala bentuk penghambaan kepada selain Allah.
Merdeka tidak saja bebas terjajah secara fisik, namun harus bebas terjajah secara pemikiran dan dari berbagai budaya-budaya asing yang rusak hingga membuat sebuah bangsa kehilangan daya kritis serta daya tolak atas penjajahan politik dan ekonomi sebuah bangsa. Begitu pun munculnya nasionalisme juga tidak luput dari pemikiran dan pengaruh asing.
Dalam bidang ekonomi misalnya, dimana imperialisme bangsa Barat melahirkan paham liberalisme dan kapitalisme untuk menguasai serta menjarah habis kekayaan alam daerah jajahannya, kita lihat bagaimana privatisasi tambang dan lain-lain yang telah lama dikuasai para investor asing. Padahal Islam telah mengatur siapa saja dan bagaimana cara mengelola kekayaan alam sesuai syariat yang Allah tetapkan.
Sedangkan penjajahan dalam bidang politik adalah munculnya paham nasionalisme. Seluruh dunia bersaksi bahwa Palestina dan umat muslim lainnya seperti di India sedang terjajah secara fisik dengan brutal. Sayangnya nasionalisme membuat penguasa negeri-negeri muslim tidak bisa berkutik untuk mengirimkan bala tentara kecuali hanya dengan bantuan makanan, minuman, obat-obatan, serta kecaman belaka atas negeri muslim yang terjajah secara fisik. Sementara wajib atas negeri-negeri muslim bersatu untuk melawan Zionis Yahudi di Palestina atau dimanapun kaum muslim terjajah.
Sedangkan penjajahan dalam bidang agama adalah, pembatasan kuota umat Islam yang hendak melaksanakan ibadah haji. Sementara dalam sejarah daulah saat Rasulullah berkuasa, selama wilayah tersebut masuk dalam kekuasaan Daulah Islam, maka seorang muslim bebas melaksanakan ibadah haji tanpa harus membuat persyaratan yang mempersulit seseorang dalam menunaikan ibadah haji tersebut.
Dengan adanya penjajahan dari berbagai lini, hingga sebagian kelompok masyarakat terjebak dengan keadaan seakan tidak ada jalan keluar selain mengambil sebuah keputusan yang menentang aturan Allah, maka cukup membuktikan bahwa kita belum merdeka secara universal.
Allah SWT berfirman yang artinya, "Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Maidah: 50)
Maka yang hanya bisa memerdekakan Palestina dan menyelamatkan umat dari berbagai bentuk penjajahan, hanya dengan mengembalikan dan menerapkan Islam secara kafah tanpa mengambil aturan di luar dari yang Allah tetapkan. Semoga Allah senantiasa memberi pertolongan kepada kita, serta menggerakkan hati para pemimpin kita untuk tunduk kepada syariat Islam sebagai satu-satunya way of life.
Wallahualam bissawab.
Tags
Opini
