Legalisasi Aborsi, Beban Ganda Korban Perkosaan



Oleh: Nurleni
(Guru)



Sungguh ironis, korban pemerkosaan menanggung beban dua kali dengan dilegalkannya aborsi yaitu si korban hamil dengan menanggung beban trauma dan beban hukum karena menghilangkan nyawa si janin.


Pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.


Hal itu diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.


Dikutip dari Pasal 118 huruf b, aborsi juga dapat dilakukan dengan keterangan penyidik mengenai dugaan perkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.


Kebolehan aborsi dalam PP dianggap sebagai salah satu solusi korban pemerkosaan. Padahal tindakan aborsi hanya menambah beban korban karena tetap beresiko.


Aborsi merupakan pembunuhan janin atau pengguguran kandungan sehingga pelaksanaannya harus memperhatikan hukum islam. sebab aborsi adalah aktifitas yang diharamkan Allah kecuali pada kondisi khusus yang dibolehkan hukum syara.


Banyaknya kasus pemerkosaan dinegeri ini sejatinya menunjukan negara tidak mampu memberi jaminan keamanan pada perempuan. Bahkan meski UU TPKS telah diberlakukan perlindungan perempuan dari kekerasan seksual masih belum terwujud.Sebaliknya kasus kekerasan seksual justru semakin marak.


Seharusnya negara harus mengupayakan pencegahan dan jaminan keamanan yang kuat atas perempuan.

Pada kenyataannya solusi yang diberikan dalam sistem kapitalisme untuk menyelesaikan persoalan ini tidak pernah berhasil karena sistem inilah yang menyebabkan sumber masalah pemerkosaan di negeri ini.


Cara pandang kapitalisme dengan berasaskan sekulerisme menilai sumber kebahagiaan adalah kepuasan jasadiyah semata termasuk kepuasan seksual.


Sistem ini membentuk masyarakat memiliki prilaku liberal yang mengabaikan agama dalam setiap aktivitasnya.

Bahkan menjadi hal yang biasa ketika masyarakat mudah melakukan kemaksiatan dan kejahatan.


Sistem hukum yang diterapkan pun sangat lemah dan sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Sehingga masyarakat bisa menjadi sumber penyebarluasan kerusakan dan negara bisa melegalisasi kemaksiatan.


Sungguh penerapan sistem kapitalisme gagal mewujudkan kehidupan yang menjamin perlindungan bagi perempuan.


Sejarah telah membuktikan bahwa penerapan sistem Islam mampu memberikan perlindungan hakiki kepada perempuan bahkan dalam kondisi genting sekalipun.


Jaminan ini tidak terlepas dari pandangan islam terhadap perempuan yaitu bahwa mereka adalah adalah makhluk Allah yang wajib dipenuhi hak-haknya dan dijaga kehormatannya.


Beberapa mekanisme sesuai tuntunan syariat yang akan dijalankan negara untuk mewujudahkan hal ini, diantaranya:


pertama, sistem pendidikan berdasarkan aqidah Islam yang meniscayakan setiap individu memiliki kepribadian Islam yang menuntun setiap masing-masing orang berprilaku sesuai tuntunan islam sehingga dapat mencegah terjadinya pemerkosaan dan pergaulan bebas.


kedua, Islam menerapkan sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan baik secara sosial maupun privat, dan Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat dan melarang segala sesuatu yang merangsang sensualitas karena umumnya kejahatan seksual itu dipicu rangsangan dari luar yang bisa memicu naluri seksual atau gharizah na’u, selain itu islam pun membatasi interaksi laki-laki dan perempuan kecuali dalam beberapa aktivitas yang mengharuskan adanya interaksi seperti pendidikan disekolah, kegiatan ekonomi dipasar, dan layanan kesehatan di rumah sakit atau klinik.



Ketiga, Islam memiliki sistem kontrol sosial berupa perintah amr ma’ruf nahi munkar saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan dan menyelisihi segala bentuk kemaksiatan, tentu semua dilakukan dengan cara yang baik.



Keempat, Islam memuliakan perempuan dan memberikan jaminan keamanan melalui sistem sanksi yang tegas dan menimbulkan efek jera, termasuk kasus pemerkosaan pelakunya akan dikenakan hukuman sebagaimana pelaku zina yaitu dirajam (dilempari batu ) hingga mati jika pelakunya sudah menikah dan dicambuk 100 kali lalu diasingkan selama setahun jika pelakunya belum menikah.



Semua hukum Islam diterapkan untuk menebus dosa pelaku kemaksiatan diakhirat (jawabir) dan sebagai pencegah (jawajir) bagi orang lain supaya tidak melakukan kemasiatan atau dosa yang serupa agar jera.


inilah ciri khas dari penerapan sistem uqubat (sistem sanksi) yang hanya bisa diterapkan oleh khilafah bukan kelompok Islam atau personal.


Kalaupun terjadi pemerkosaan maka islam mewajibkan negara menjaga dan melindungi korban pemerkosaan sesuai dengan tuntunan Islam, termasuk bila korban hamil.


Pada dasarnya secara fikih Islam membolehkan aborsi jika kehamilan belum berusia 40 hari, namun ini hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat yang ketentuannya telah diatur oleh syariat.


Sebagai pengurus umat negara akan memberikan kontrol yang ketat dalam menetapkan aborsi dan proses berlangsungnya.

sungguh kemuliaan perempuan hanya terwujud dalam khilafah islamiyah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak