Oleh : Heni Lestari
Aliansi Penulis Rindu Islam
Sebanyak 1.750 orang narapidana di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendapatkan remisi pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 RI.
Dari jumlah tersebut, 48 orang di antaranya langsung bebas. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bangka Belitung Harun Sulianto mengatakan remisi atau pengurangan masa pidana merupakan wujud apresiasi terhadap pencapaian perbaikan diri narapidana. Harun menuturkan total Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Bangka Belitung per 17 Agustus 2024 mencapai 2.772 orang yang terdiri dari 2.555 orang laki-laki, 146 perempuan, 39 anak-anak dan 32 lansia.
Menurutnya, 750 orang WBP telah dibekali pelatihan bersertifikat seperti service AC, las, bengkel otomotif, tata boga, budidaya ikan dan pemasangan rangka baja. Untuk rumah kreatif, WBP telah menghasilkan sari jahe merah, kopi tubruk siap saji, roti lanang, sari madu jeruk kunci dan dekstar yang sudah dipasarkan melalui E-katalog, dekranasda, UMKM dan swalayan. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Bangka Belitung, Kunrat mengatakan saat ini persoalan yang dihadapi pihaknya adalah terkait over kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan. (Tempo.co)
Dalam kamus bahasa Indonesia, narapidana adalah istilah lain untuk terpidana yang saat ini menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan atau biasa di singkat lapas. Keterbatasan lahan lapas disebabkan semakin banyaknya masyarakat yang melakukan tindak kriminal, mulai dari kalangan masyarakat rendah, sampai politisi negeri. Mereka yang terbukti melakukan tindak kejahatan baik pembunuhan, perampokan, pemerkosaan atau para pejabat yang melakukan tindakan korupsi maupun tindakan kriminal yang lain maka akan dijebloskan ke dalam penjara.
Di dalam sistem sekuler pada masa sekarang ini, lapas menjadi rumah terakhir bagi pelaku tindak kriminal yang berhasil dibuktikan bersalah dalam sistem peradilan.
Sementara problem umat saat ini tidak hanya sekedar moralitas yang rusak sehingga di dalam lapas pun para pelaku narapidana masih bebas dan bisa mengakses dunia luar. Bahkan para tahanan bisa mempunyai kamar sendiri. Suatu hal yang eksklusif untuk ukuran sebuah penjara karena dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas seperti AC, TV dan kulkas. Tentu tahanan tersebut harus membayar agar dapat menikmati fasilitas tersebut.
Kondisi berbeda akan dialami napi yang miskin. Mereka akan tinggal di barak yang sempit dan berdesak-desakan di dalam penjara. Miris sekali yang terjadi di negeri ini, bahkan napi pun mendapat diskriminasi.
Apa yang terjadi di negeri ini mencerminkan carut marutnya sistem peradilan hukum. Ketika masyarakat berbuat kejahatan maka hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera bagi pelaku itu sendiri. Korupsi uang negara bertriliun-triliun namun hanya di penjara beberapa tahun dan denda ratusan juta saja. Begitu juga seorang pembunuh hanya diberi hukuman beberapa tahun saja. Seolah olah nyawa manusia ini tidak ada harganya sama sekali.
Sementara dalam sistem pemerintahan Islam, narapidana harus dibina untuk membuatnya menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi lagi tindak pidana. Selain melakukan pembinaan kepada para narapidana, sistem sanksi yang diberikan juga tidaklah main-main. Sanksi yang diberikan kepada para narapidana bersumber langsung dari Allah sehingga mampu memberikan keadilan dan efek jera terhadap para pelaku tindak kriminal.
Karena sumber dari semua sumber hukum yang dijadikan pegangan adalah Al Qur’an dan hadist. Pembinaan yang dilakukan dalam sektor pendidikan akan mencetak individu yang bartakwa dan jauh dari berbuat jahat. Karena individu tersebut menyadari keterikatan hubungan dengan Allah SWT.
Waalllahu Alam Bishshawab
Tags
Opini
