Islam Mengatur Penggunaan Alat Kontrasepsi



Oleh : Zahro as-Syamsy (Aktivis Mahasiswa)

Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan, dalam peraturan pemerintahan tersebut terdapat sejumlah pasal-pasal yang kontroversial, diantaranya yaitu pasal 103 ayat 4 yang mencantumkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi selain meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, dan konseling mencakup pula penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja. (www.ipkindonesia.or.id)

Menanggapi PP nomor 28 tahun 2024 ketua MUI Jawa Tengah K.H Ahmad Darodji mendesak pemerintah untuk mencabut, atau setidaknya merevisi Pasal-Pasal krusial dalam PP nomor 28 tahun 2024, karena pasal tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja dapat melegalkan perzinaan.

Penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan anak remaja padahal mereka belum menikah, semakin menegaskan bahwa negara telah menjerumuskan generasi untuk melakukan pergaulan bebas dan perzinaan yang diharamkan oleh islam. Pemasangan alat kontrasepsi hanyalah untuk pasangan suami dan istri yang sah, dalam rangka untuk mencegah kehamilan bukan untuk anak usia sekolah atau anak remaja yang belum menikah adalah haram hukumnya karena akan menjadi wasilah untuk perzinaan, sebagaimana kaidah fiqih,

“Wasilah yang mengantarkan kepada keharaman maka hukumnya adalah haram.”
Islam sudah sangat detail dalam menyikapi persoalan ini. Hukum mubah bagi pasangan suami istri diperbolehkan menggunakan alat kontrasepsi sebagai aktivitas individu bukan sebagai program negara dalam rangka untuk pengaturan kelahiran. 

Dalil kebolehannya adalah berdasarkan Jabir r.a  tentang azl’, Rasulullah saw bersabda, “dahulu kala kami melakukan azl’ (senggama terputus) pada masa Rasulullah SAW dan Al-Quran pada saat itu masih turun” (HR. Bukhari). 

Namun kebolehan ini disyaratkan tidak boleh adanya bahaya atau dharar, sebagaimana kaidah fiqih, “segala bentuk bahaya wajib untuk dihilangkan”.

Kebolehan untuk melakukan pengaturan kelahiran hanya terbatas pada pencegahan kehamilan yang sifatnya temporal atau sementara, misalnya dengan pil KB, kond*m, suntik, spiral dan lainnya. Adapun yang sifatnya permanen atau sterilisasi seperti, vasektomi, tubektomi, atau yang lainnya maka hukumnya adalah haram, dasarnya adalah karena Rasulullah SAW telah melarang adanya peng-kebirian sebagai cara untuk mencegah kehamilan yang secara permanen. 

Utsman bin mash’un pernah menjumpai Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku seorang laki laki yang sangat berat untuk hidup membujang, maka izinkanlah aku untuk melakukan peng-kebirian”, maka Rasulullah SAW bersabda “tidak, tetapi hendaklah engkau berpuasa.”

Menggunakan alat kontrasepsi dalam rangka mencegah kehamilan yang bersifat permanen bertentangan dengan syariat islam yang menetapkan adanya keturunan atau anak sebagai prinsip dari asal pernikahan, sebagaimana firman Allah swt dalam surat An-Nahl ayat 72: 
“Allah menjadikan bagi kamu istri istri dari jenis kamu sendiri, dan menjadikan bagimu dari istri istri kamu itu anak anak dan cucu-cucu.”

Islam juga telah menetapkan bahwa banyak anak sebagai hal yang disunnahkan (mandhub), dan pelakunya juga akan dipuji oleh Allah, sebagaimana hadits Rasulullah SAW, dari Abdullah bin umar,“nikahilah oleh kalian para wanita yang melahirkan banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan kalian pada hari kiamat” (HR. Ahmad)

Bagi pasangan suami istri haram menggunakan kontrasepsi dengan tujuan untuk pembatasan kelahiran, yakni untuk membatasi jumlah populasi penduduk, karena hal ini bertentangan dengan nash Quran yang menjelaskan tentang jaminan rizqi dari Allah swt kepada seluruh makhluknya, Allah swt berfirman dalam Al Quran surat Hud ayat 06,

“Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi ini melainkan Allah lah yang memberi rizqi.”

Keberadaan PP nomor 28 tahun 2024 khususnya pada pasal 103 ayat 4 yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi para pelajar dan remaja wajib ditolak atau direvisi sesuai dengan syariat islam karena PP tersebut akan melegalkan perzinaan. Negara wajib menutup segala pintu yang mengarah kepada pergaulan bebas dan perzinaan, hanya saja hal ini bisa dilakukan bila tersebut menerapkan syariat islam secara kaffah dalam naungan khilafah.

Wallahu’Alam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak