Ramadan Mulia, Stop Riba!



Oleh. Lilik Yani (Muslimah Peduli Peradaban)

Memenuhi kebutuhan hidup dengan pinjol yang mengandung riba, sungguh bukan solusinya. Apalagi momentum bulan Ramadan mulia. Seberapa besar kebutuhan hidup, jangan pernah terlibat jalur haram. Jika pinjol ada unsur riba, mengapa  jadi pilihan? Yakin bisa jadi solusi? Tak takutkah azab di akhirat nanti?

Dilansir dari tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi pertumbuhan utang pada perusahaan P2P lending atau pinjaman online (pinjol) akan meningkat pada saat Ramadan sampai Lebaran 2024. Hal ini diproyeksi lantaran adanya demand atau permintaan terhadap kebutuhan masyarakat yang juga naik saat bulan suci tersebut.

"OJK memperkirakan peningkatan penyaluran pembiayaan melalui buy now pay later. Ini karena meningkatnya kebutuhan masyarakat pada saat ramadan dan lebaran, seperti pembelian barang-barang untuk puasa dan lebaran, serta pembelian tiket transportasi untuk mudik lebaran,” ucap Agusman,  Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Lainnya (PMVL), OJK, dalam acara Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Februari, dikutip Selasa (5/3/2024).

Kebutuhan Ramadan Meningkat, Haruskah dengan Pinjol?

Puasa Ramadan seharusnya kebutuhan hidup berkurang karena frekuensi makan berkurang. Biasanya tiga kali menjadi dua kali makan. Saat jeda antara dua waktu makan, biasanya perlu camilan, ngopi, buah dan lainnya. Sedangkan ketika puasa, cukup dua kali makan. Camilan dan buah secukupnya saja, perut sudah kenyang sekali. 

Namun kenyataannya, sering dikeluhkan jika pengeluaran pada bulan Ramadan lebih besar. Harus dipilah apakah benar itu kebutuhan yang wajib dipenuhi, atau untuk gaya hidup? Buka bersama teman, baik teman SD, SMP, SMA, kuliah, teman pengajian, teman RT, teman satu komunitas lain-lain. Bayangkan jika semua dipenuhi, mungkin kita ditraktir makannya, atau gantian yang jadi bos. Tapi untuk menuju ke sana, tranportasi, baju yang dipakai, perhiasan yang melengkapi, dan banyak pernah pernikahan lainnya. Itu yang bisa membuat bengkak pengeluaran. 
Belum lagi acara anak-anak, semua akan punya agenda masing-masing. 

Selanjutnya urusan mudik, selain biaya tranportasi yang pasti meningkat tarifnya. Juga persiapan sebelumnya seperti oleh-oleh yang dibawa. Hadiah untuk orang tua, keluarga, juga kerabat lain yang perlu dibantu. Selain itu masalah pakaian yang akan dikenakan untuk salat hari raya, pakaian untuk silaturahmi ke para saudara dan tetangga. Biasanya dibuat seragam dalam satu keluarga inti. Belum lagi aksesoris yang melengkapi.

Jika demikian yang dipikirkan, hampir semua keluarga seperti itu. Biasa dibayangkan jika keuangan keluarga akan defisit. Apakah esensi berpuasa bulan Ramadan seperti itu? Bagaimana bagi yang tak punya pendapatan?

Utang jadi pilihan untuk memenuhi nafsunya. Utang ke saudara atau teman, sama-sama butuhnya. Utang ke bank proses lama, banyak syaratnya. Utang pinjol yang cepat prosesnya jadi pilihan bagi rakyat yang hatinya dikuasai nafsu belaka.

Sungguh, sistem kapitalis mendorong rakyat untuk bersikap atau memiliki gaya hidup konsumerisme. Meski tak banyak uang, tapi gaya hidup tak mau ketinggalan dengan teman lainnya. Jadilah jalan pintas dengan utang, bahkan tindak kriminal seperti korupsi, kecurangan, penipuan, dan lainnya nekat dilakukan.

UMKM Butuh Modal Lewat Pinjol

CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online pada Mei 2023 sebesar Rp 51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11% secara tahunan (year on year/yoy). 

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Aman Santosa mengungkapkan, dari jumlah tersebut, sebesar 38,39% merupakan pembiayaan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp 15,63 triliun dan Rp 4,13 triliun.

"Data oustanding pembiayaan tersebut adalah nilai pokok pinjaman dari masyarakat yang masih beredar melalui pinjaman online di mana jumlahnya masih bisa naik ataupun turun serta bukan angka pinjaman yang bermasalah," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (10/7/23).

Utang melalui pinjol diprediksi mengalami kenaikan pada bulan Ramadhan. Pasalnya UMKM butuh modal untuk meningkatkan produksi akibat permintaan meningkat. 

Menurutnya, tingginya pertumbuhan pembiayaan pinjaman online ini menunjukkan fungsi intermediasi yang berjalan dan tingginya kebutuhan masyarakat dan pelaku UMKM akan akses keuangan yang lebih mudah serta cepat dibandingkan melalui perbankan atau perusahaan pembiayaan.

Masyarakat diminta untuk memilih pinjaman online yang sudah berizin OJK yaitu sebanyak 102 perusahaan dan tidak menggunakan pinjaman online yang ilegal karena hanya akan banyak merugikan masyarakat.

Pinjol menjadi pilihan karena prosedur lebih mudah dibandingkan perbankan dan Perusahaan pembiayaan. Namun masalahnya pinjol juga berbunga, sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Akankah nekat menabrak aturan Islam meski keuntungan UMKM di depan mata? 

Bagaimana Pemimpin Islam Memandang Masalah Pinjol untuk UMKM?

Islam menjadikan negara sebagai raa’in, termasuk dalam menyediakan dana untuk UMKM. Negara berperan dalam mengembangkan usaha rakyat, sebagai salah satu sumber mata pencaharian rakyat. 

Islam memiliki sistem ekonomi Islam yang  menjamin kemudahan berusaha termasuk dalam penyediaan dana. Dan tentu saja tanpa riba karena islam mengharamkan riba.

Ajaran Islam melarang muslim untuk mengambil riba apapun jenisnya. Larangan riba itu termaktub dalam Al-Qur'an hingga hadits Rasulullah SAW.

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. Lindungilah dirimu dari api neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir. (QS Ali Imron: 131-132)

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin.

Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (QS Al Baqarah:278-279)

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw bersabda:

الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ

“Riba itu ada tujuh puluh dosa. Yang paling ringan adalah seperti seseorang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Ibnu Majah, no. 2274)

Riba sendiri didefinisikan buku Fikih Kontemporer karangan Gibtiah adalah pengambilan tambahan dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. 

Sedangkan pinjaman online (pinjol) yang ilegal marak hadir di tengah masyarakat yang sedang mengalami keterdesakan ekonomi. Masa pandemi banyak melibas berbagai sektor perekonomian masyarakat, sehingga mereka harus mencari cara dengan cepat untuk mendapatkan modal dan biaya untuk bertahan hidup. Solusi yang didapatkan adalah meminjam sejumlah uang dari penyedia jasa layanan pinjol, tanpa memperdulikan apakah penyedia jasa pinjol tersebut legal atau ilegal, apakah aman atau tidak aman, apakah termasuk perkara riba atau tidak, serta apakah kelak mampu membayar utang-utang tersebut atau tidak.

Begitu pula yang dialami masyarakat saat ini, hanya karena kebutuhan banyak di bulan Ramadan. Baik kebutuhan keluarga maupun kebutuhan untuk modal UMKM hingga mengambil solusi pinjol yang mengandung riba. Masalahnya riba dilarang dalam agama Islam.

Sebetulnya, semua agama samawi melarang praktik riba. Pasalnya, riba dapat menimbulkan dampak bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mereka yang terlibat riba pada khususnya.

Mengutip buku Hukum Islam karangan Palmawati Tahir, praktik riba sudah menyalahi salah satu asas hukum perdata Islam berdasarkan larangan merugikan diri sendiri dan orang lain. Terlebih, riba membuka para rentenir untuk menaikkan bunga di mana bunga pinjaman jauh lebih besar daripada pokok pinjaman itu sendiri.

Sebab itu, Allah SWT melaknat para pelaku riba sebagaimana disebutkan dari sabda Rasulullah SAW, "Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja." (HR Muslim dan Ahmad)

Larangan riba sendiri turun secara bertahap. Hal itu dilatarbelakangi dari keadaan sebagian warga Arab pada masa itu yang gemar menerapkan riba dalam setiap kegiatan transaksi yang dilakukan. Jadi, larangan secara bertahap dilakukan untuk mengurangi anomi atau kekagetan di masyarakat.

Demikian jelas alasan mengapa pinjol dilarang karena ada unsur riba yang banyak mudharatnya. Oleh karena itu saatnya stop riba! Allah paling tahu apa yang terbaik buat hambaNya. Jika Allah melarang harusnya menjauhi dan tidak mengambil jadi solusi. Allah melarang riba, maka Allah memberikan solusi halal pastinya.

Apalagi bulan Ramadan mulia, saatnya untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Bukan melanggar aturan Allah. Jika demikian, masihkah bertahan menggunakan sistem kapitalis yang membuat rakyat semakin sengsara? Tidakkah seharusnya kembali mengunakan aturan Islam agar rakyat sejahtera?

Wallahualam bissawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak