Kebijakan Kenaikan PPN, Demi Kepentingan Siapa?




Oleh : Maulli Azzura

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan, kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 tidak akan ada penundaan. Dengan demikian, kebijakan tersebut akan berlanjut pada masa pemerintahan mendatang. Sebagaimana diketahui, tarif PPN saat ini sebesar 11% sejak 2022, atau telah naik sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dari sebelumnya 10%. Airlangga mengatakan, ketentuan kenaikan tarif PPN ini akan berlanjut pada 2025 karena juga sudah keputusan masyarakat yang memilih pemerintahan baru dengan program-program keberlanjutan dari Presiden Joko Widodo. (cnbcindonesia.com 08/03/2024)

PPN tidak asing bagi masyarakat, dan yang sering kita jumpai adalah di struk-struk belanja atau setiap transaksi pembelian. 

Adapun barang-barang sebelumnya yang terkena kenaikan tarif PPN 11% antara lain sebagai berikut.

1. Aset kripto.
2. Layanan fintech, termasuk transaksi pinjol.
3. Beli mobil bekas.
4. Penyaluran LPG nonsubsidi.
5. Akomodasi perjalanan keagamaan, seperti perjalanan haji dan umrah, atau wisata ke destinasi lain. Akomodasi perjalanan keagamaan dikenakan tarif PPN. Sementara itu, jasa keagamaannya (seperti umrah dan haji) tetap dibebaskan dari objek pajak.
6.Tarif paket internet.
7. Layanan perbankan.
8. Harga barang di pasar modern.
9. Layanan TV kabel dan internet.
(Mnews 09/03/2024)

Tentu kita sadari bahwa imbas PPN akan menunjukkan harga barang jadi semakin mahal, dan inilah cara kapitalis dalam mengurangi utang yang sudah seambrek itu yaitu dengan menaikkan tarif pajak atau mencari apa saja yang bisa dikenai tarif pajak. Dan hasilnya adalah kebijakan kenaikan tarif pajak  pasti terjadi, siapa pun pemimpinnya. Tentu ini bukan hanya masalah terkait pemimpin, tapi juga karena sudah nyata terlihat bobroknya sistem yang jauh dari kata mensejahterakan rakyat.

Dalam sistem Islam, pemimpin yakni khalifah telah memiliki cara membangun negara dan mensejahterakan rakyat bukan dari pajak seluruh rakyat, melainkan tata kelola SDA yang utama dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat melalui Baitulmal (kas negara)

Baitulmal (kas negara) diperoleh dari :
(1) Fai (anfal, ganimah, khumus), 
(2) Jizyah, 
(3) Kharaj, 
(4) ‘Usyur, 
(5) Harta milik umum yang dilindungi negara,
(6) Harta haram pejabat dan pegawai negara, 
(7) Khumus rikaz dan tambang, 
(8) Harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan 
(9) harta orang murtad.

Rakyat perlu sepatutnya menyadari bahwa negara yang menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pemasukan negara hanya akan memperburuk kondisi ekonomi negara. Dan berpotensi pula terhadap peningkatan angka kemiskinan rakyat.

Jadi, rakyat tidak hanya membutuhkan pemimoin yang amanah saja, tapi juga perubahan sistem dari kapitalis menuju sistem Islam yang akan mampu menciptakan kebijakan-kebijakan yang memberikan solusi tuntas terhadap persoalan rakyat, dan bukan malah membebani rakyat dengan kenaikan-kenaikan pajak atau tarif fasilitas umum yang tersedia.

Wallahu A'lam Bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak