Oleh: Nursaroh Hidayanti
Indonesia masih menyandang status sebagai negara agraris, karena memiliki lahan pertanian yang luas dan subur yang bisa ditanami berbagai tanaman, terutama tanaman pangan. Namun mirisnya di negara yang begitu subur ini ternyata tak bisa membuat rakyatnya hidup makmur. Harga berbagai bahan pokok terutama beras yang terus mengalami peningkatan membuat rakyat semakin merasa tercekik ditengah himpitan ekonomi yang tak kian membaik. Berdasarkan data Bapanas, harga beras premium naik menjadi Rp16.420, harga beras premium menjadi Rp14.330. Berbeda dengan di Papua Pegunungan, harga beras tertinggi mencapai Rp20.980 unyuk beras premium, dan Rp24.490 untuk beras premium.
Penyebab Kenaikan Harga Beras
Harga beras meningkat lebih dari 16% sejak tahun 2023 karena fenomena El Nino. Fenomena ini membuat curah hujan berkurang di sebagian wilayah Asia. Hal ini memicu tekanan inflasi pangan. Presiden Indonesia menyatakan, "Kita tahu harga beras di seluruh negara sekarang naik. Tidak hanya di Indonesia saja tapi di seluruh negara. Kenapa naik? Karena ada yang namanya perubahan iklim, ada yang namanya perubahan cuaca sehingga gagal panen, produksi berkurang sehingga harganya jadi naik," ungkap Jokowi saat memberikan bantuan beras di Gedung Kawasan Pertanian Terpadu, Kota Tangerang Selatan, Banten, Senin (19/2/2024).
Namun benarkah fenomena El Nino dan perubahan iklim ini menjadi satu satunya penyebab kenaikan harga bahan pangan? Menurut Anggota DPR Netty Prasetiyani Aher, El Nino dan gagal panen bukanlah faktor tunggal yang membuat beras menjadi langka dan mahal. Kebijakan bansos yang ugal-ugalan tanpa memikirkan ketersediaan pasokan juga menjadi penyebab beras langka.
Menurut Anggota Komisi XI DPR RI Hidayatullah menilai kenaikan harga beras ini disebebkan oleh beberapa faktor:
Faktor pertama terkait kebijakan pemerintah yang melakukan jor-joran bansos beras diduga menjadi salah satu penyebab harga beras mahal dan stok langka di pasaran.
Faktor kedua, terkait tata kelola yang masih semrawut kemudian data pangan yang tidak akurat hingga insentif bagi petani berkurang, terbukti beras produksi Indonesia menjadi yang termahal di antara negara produsen beras.
Faktor ketiga, disebabkan dominansi pasar beras di dalam negeri dikuasai oleh sekelompok konglomerat, yang semestinya dikuasai oleh negara lewat Perum Bulog.
Apakah Kenaikan Beras Membuat Petani Sejahtera
Petani merupakan produsen beras, beras yang diproduksi petani agar bisa sampai ditangan konsumen harus melalui pola distribusi yang ada. Menurut analisa Dr. Elida Novita (Dosen di Kampus Jember) Pola Distribusi Beras di Indonesia melibatkan hingga tujuh agen perekonomian, yaitu produsen, distributor, subdistributor, pedagang grosir, swalayan, pedagang eceran, dan konsumen akhir. Distribusi merupakan mata rantai yang sangat penting mempengaruhi harga beras, mengingat agen perekonomian yang cukup panjang dan kompleks pada produk beras. Lembaga yang paling besar mendapatkan keuntungan bisnis dari rantai distribusi ini adalah para tengkulak yang umumnya memiliki kekuatan modal untuk membeli gabah dari petani sebagai produsen. Sedangkan Bulog lebih banyak melakukan manajeken kontrak dengan banyak pemasok untuk CV, kelompok tani, dan koperasi petani. Akhirnya banyak petani produsen memlih menjual beras ke tengkulak.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa petani hanya mendapat sedikit sekali keuntungan dari kenaikan harga beras. Lembaga yang paling diuntungkan adalah para tengkulak yang memiliki modal dan berperan penting dalam rantai distribusi beras.
Dampak Kenaikan Beras bagi Rakyat
Rakyat sangat terpukul dengan kenaikan beras yang begitu melonjak. Rakyat rela antre berjam-jam berdiri untuk mendapatkan harga beras yang terjangkau. Bahkan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, sekarung beras berisi 50 kg dihargai Rp1 juta. Kenaikan beras ini juga berdampak pada para pedagang makanan, dimana modal mereka akan meningkat dan keuntungan mereka akan semakin menipis.
Miris memang, negara agraris yang jika dikelola dengan baik dan tepat harusnya mampu menghasilkan beras dengan kualitas baik dan dapat dengan mudah dijangkau oleh masyarakat, malah mengalami kenaikan harga bahan pokok diluar nalar.
Peran Pemerintah
Pemerintah saat ini hanya berperan sebagai regulator, penonton, bahkan lebih sadisnya terkadang berperan memperlancar keinginan oligarki untuk mencapai keinginannya walaupun sangat merugikan rakyat. Menurut Dr Elida, harusnya pemerintah dapat memoyong fantai distribusi yang begitu panjang, pemerintah harus mampu mengela produksi, distribusi, dan menjamin ketersediaan konsumsi bagi rakyatnya karena ini adalah amanah dari penguasaan negara. Pengelolaan rantai pasokan beras dapat membantu mengendalikan harga dan aman ke tangan konsumen.
Hingga hari ini, penguasaan rantai distribusi dikelola oleh swasta tanpa kontrol pemerintah. Hal ini menyebabkan kesuligan pangan dan dapat menimbulkan kelaparan. Inilah bukti valid abainya pemerintah terhadap kesejahteraan rakyatnya, dan semakin nampaklah borok dari kerusakan kapitalisme.
Tanggung Jawab Daulah dalam Mengurusi Rakyatnya
Islam menempatkan posisi negara adalah sebagai ri'ayah suunil ummah (pengatur urusan rakyat) yang mampu menguasai seluruh pengelolaan sumber daya untuk kemaslahatan rakyat, bukan hanya sekelompok orang saja (kapitalis). Negara Islam akan berpihak kepada rakyat dan tidak boleh kalah dari para pedagang ataupun oligarki yang hanya mengejat keuntungan. Negara akan menjaga petani, pertanian dan ketahanan pangan.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Negara akan memaksimalkan potensi pertanian dalam negeri dengan menggunakan lahan sesuai dengan fungsinya dan melakukan modernisasi pertanian dan sinergi antarwilayah sehingga tidak perlu impor beras.
Kebijakan pangan dalam sistem Islam akan mewujudkan terciptanya kemandirian pangan. Sinergisitas dalam penguasaan sektor industri vital lainnya oleh negara adalah seperti pertanian, perikanan, farmasi, transportasi, telekomunikasi, infrastruktur, teknologi, dan sebagainya.
Seluruh aspek industri, terutama di bidang pangan, dibangun dengan paradigma kemandirian. Tidak akan tergantung kepada asing, baik dari sisi teknologi, ekonomi, maupun politik.
Berdasarkan paradigma ini, pemerintah (Khalifah) bertanggung jawab penuh untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Wujudnya, negaralah yang menentukan arah politik pangan dan menjalankannya dalam bentuk kebijakan praktis sesuai tuntunan syariat. Tidak akan terjadi pengendalian kebijakan negara oleh pihak lain, termasuk korporasi bahkan pihak asing.
Demikianlah cara Islam memandang dan mendudukkan peran negara dalam meriayah rakyatnya. Negara adalah pengurus rakyat, bukan sebatas regulator, apalagi sebagai pelayan oligarki.
Wallahu a'lam bish-shawwab.
Tags
Opini
