Oleh : Ummu Aqeela
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi pertumbuhan utang pada perusahaan P2P lending atau pinjaman online (pinjol) akan meningkat pada saat Ramadan sampai Lebaran 2024. Hal ini diproyeksi lantaran adanya demand atau permintaan terhadap kebutuhan masyarakat yang juga naik saat bulan suci tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Lainnya (PMVL), OJK, Agusman, menjelaskan bahwa masyarakat juga kerap membeli tiket transportasi karena dorongan untuk mudik, sehingga perlu pembiayaan yang lebih. "OJK memperkirakan peningkatan penyaluran pembiayaan melalui buy now pay later. Ini karena meningkatnya kebutuhan masyarakat pada saat ramadan dan lebaran, seperti pembelian barang-barang untuk puasa dan lebaran, serta pembelian tiket transportasi untuk mudik lebaran,” ucap Agusman dalam acara Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Februari, dikutip Selasa (5/3/2024).
Bahkan Agusman memproyeksi bahwa pertumbuhan utang pinjol pada Maret 2024 atau saat Ramadan berada pada kisaran 11 persen hingga 13 persen secara year-on-year (yoy). Perusahaan pembiayaan pun diharapkan untuk berhati-hati dalam memberikan kredit agar tidak ada kenaikan risiko ke depannya. (Tirto.id, 05 Maret 2024)
Tren pinjol yang meningkat oleh individu, masyarakat, maupun UMKM, sejatinya disebabkan banyak faktor. Di antaranya adalah kesempitan hidup yang menimpa sebagian masyarakat di negeri ini. Pasalnya, hingga saat ini lebih dari 26 juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Tidak dimungkiri pinjol pun menjadi jalan termudah yang dipilih untuk bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Di antara mereka ada yang mencoba peruntungan di UMKM yang tentunya juga membutuhkan modal, alhasil pinjol menjadi pilihan.
Selain itu, cara pandang sistem sekuler kapitalis yang diadopsi masyarakat juga telah menjerat mereka pada pinjol yang tak berkesudahan. Lihat saja bagaimana akidah sistem kapitalis yakni sekuler -paham pemisahan agama dari kehidupan- telah mewarnai kehidupan masyarakat dengan hedonis dan materialis.
Masyarakat yang terjangkiti virus sekuler akan memandang bahwa satu-satunya sumber kebahagiaan ada pada materi dan kesenangan jasadiyah semata, padahal mengejar kesenangan materi juga membutuhkan uang yang tidak sedikit.
Tidak hanya itu, gaya materialistik masyarakat diperkuat lagi dengan gempuran media yang secara terus menerus mem-persuasif masyarakat agar hidup hedon. Terlebih masyarakat yang jauh dari mafhum agamanya -pemahaman Islam- yakni tidak lagi mempedulikan apakah harta yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan asasiyah dan gaya hidupnya diperoleh melalui jalan yang halal atau justru bertentangan dengan syariat-Nya, sebagaimana pinjol yang disertai dengan aktivitas ribawi.
Mirisnya, ditambah lagi kondisi negara yang cenderung abai terhadap persoalan ketakwaan rakyatnya termasuk kesejahteraannya. Celakanya, negara justru melegalisasikan praktik pinjol dengan perizinan lembaga pinjol.
Memang betul bahwa dalam Islam memberikan utang adalah bagian dari amal salih untuk menolong sesama, bukan investasi untuk mendapatkan keuntungan, apalagi dijadikan alat untuk mengeksploitasi orang lain yang sedang membutuhkan.
Nabi saw. bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Siapa saja yang meringankan suatu kesusahan (kesedihan) seorang Mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada Hari Kiamat. Siapa saja yang memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberi dia kemudahan di dunia dan akhirat (HR Muslim).
Orang yang memberikan pinjaman pun dianjurkan oleh Allah SWT untuk bersikap baik saat menagih haknya dan memudahkan urusan saudaranya yang meminjam.
Allah SWT berfirman:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, berilah tangguh sampai dia lapang. Menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagi kalian jika saja kalian mengetahui (TQS al-Baqarah [2]: 280).
Untuk itu solusi atas muamalah ribawi yang makin meningkat sampai hari ini tidak hanya sebatas individu. Ini karena muamalah ribawi telah menjadi persoalan sistemik yang menjerat banyak pihak di negeri ini. Oleh karena itu Islam mewajibkan Negara untuk melindungi rakyat dari praktik muamalah ribawi. Dalam Islam, Negara Khilafah akan menghapuskan praktik ribawi karena haram, termasuk dosa besar, dan menghancurkan ekonomi. Selanjutnya Khilafah akan menata mekanisme proses utang-piutang yang sedang berjalan agar terbebas dari riba, dengan tetap menjaga hak-hak harta warga negara. Untuk itu, Khalifah akan menetapkan bahwa yang wajib dibayar hanyalah utang pokoknya. Adapun riba/bunga yang telah diambil oleh para pihak pemberi piutang wajib dikembalikan kepada pihak yang berutang.
Khalifah juga akan menjatuhkan sanksi terhadap warga yang masih mempraktikkan muamalah ribawi. Sanksi yang dijatuhkan berupa ta’zîr yang diserahkan pada keputusan hakim, bisa berupa penjara hingga cambuk. Sanksi dijatuhkan kepada semua yang terlibat riba; pemberi riba, pemakan riba, saksi riba dan para pencatatnya. Kaum Muslim juga harus diingatkan agar tidak bergaya hidup konsumtif dan mudah berutang yang menyebabkan kesusahan.
Khilafah, melalui penerapan sistem ekonomi islam yang mensejahterakan, termasuk didalamnya pengaturan kepemilikan ekonomi, jaminan kebutuhan publik, penyaluran zakat bagi para mustahiq dan pengaturan pos dana dalam baitul mal sehingga rakyat benar-benar terhindar dari jerat transaksi ribawi yang zalim. Dengan keharaman dan kerusakannya yang nyata, maka tidak diperbolehkan lembaga-lembaga ribawi hadir ditengah rakyat.
Hanya dengan sistem islam dalam institusi khilafah islamiyah yang dapat menutup rapat semua transaksi ribawi baik dari level individu, masyarakat, bahkan negara. Dan dengan sistem itu pula akan meletakkan umat ini pada posisi yang mulia.
Wallahu’alam bishowab.
