Oleh: N. Vera Khairunnisa
Ramadhan telah tiba, namun derita muslim di Palestina masih belum sirna. Sebagian dari kita mungkin belum terbiasa menjalankan ibadah puasa. Namun bagi muslim di Palestina, mereka sudah melalui puasa selama berbulan-bulan, tanpa sahur dengan menu pilihan atau hidangan buka beraneka macam layaknya kita.
Mereka kehilangan banyak hal. Harta, keluarga, tempat tinggal, bahkan jiwa senantiasa terancam di setiap waktu dan tempat. Tak ada yang tersisa, kecuali keyakinan di dalam dada-dada mereka. Bahwa semua yang menimpa mereka, akan dibalas dengan pahala dan surga.
Namun, tentu kita bertanya-tanya, mengapa pembantaian yang teramat keji ini terus berlarut-larut? Sampai kapan penderitaan demi penderitaan yang dialami muslim Palestina akan berakhir? Tidak adakah solusi untuk menghentikan kebiadaban Israel?
Penderitaan yang dialami kaum muslim Palestina, telah mengusik hati nurani manusia di berbagai belahan dunia, khususnya kaum muslim. Mereka melayangkan do'a di setiap kesempatan. Mereka juga selalu berusaha memberi bantuan kemanusiaan untuk meringankan kesulitan muslim di sana.
Selain itu di media sosial, ada yang secara massif melakukan perlawanan terhadap tentara Israel dengan gerakan julid fi sabilillah. Mereka menyerang Israel dengan kalimat-kalimat negatif, yang bertujuan untuk menjatuhkan mental tentara Israel.
Gerakan yang lebih gencar dan meluas lagi adalah boikot produk pro Israel. Terkhusus masyarakat Indonesia, mereka begitu antusias dan berkomitmen untuk tidak membeli atau menggunakan produk yang berasal dari perusahaan pendukung Israel.
Namun, cukupkah dukungan untuk mereka dengan do'a dan bantuan kemanusiaa saja? Cukupkah melawan tentara Israel dengan kalimat-kalimat julid saja? Cukupkah menghentikan serangan Israel, dengan melakukan boikot produk mereka?
Nyatanya hingga hari ini, Palestina masih diselimuti duka. Semakin hari, kehancuran wilayah Palestina semakin bertambah parah. Korban luka dan yang syahid pun terus berjatuhan. Ada yang meninggal karena serangan udara, ada juga yang meninggal karena kondisi kesehatan memburuk akibat tidak mendapat asupan makanan.
Bagaimana dengan para penguasa di negeri-negeri kaum muslimin? Mereka tidak pernah bosan dan merasa malu menyikapi persoalan Palestina hanya dengan retorika saja. Hanya untuk menunjukkan bahwa mereka tidak diam. Seolah semua sudah berunding untuk memberikan sikap yang sama. Sungguh retorika tidak berguna!
Inilah yang terjadi, ketika kaum muslim terpecah belah menjadi banyak negara. Dan inilah yang terjadi, ketika kaum muslim tidak memiliki perisai. Ikatan nasionalisme telah mematikan rasa empati terhadap sesama kaum muslim. Ikatan ini menjadikan para penguasa tidak berdaya. Padahal, jumlah umat Islam di dunia ini banyak. Mereka punya tentara, mereka punya senjata.
Kaum muslim harus bersatu, harus ada kepemimpinan yang mampu menyatukan kaum muslim di seluruh dunia. Hanya dengan solusi ini, permasalahan Palestina mampu diselesaikan. Tanpa batas-batas negara, semua muslim mendapatkan hak yang sama dari penguasa. Di mana pun mereka, wajib dilindungi dan dibela. Satu nyawa atau kehormatan saja, bisa membuat penguasa kaum muslim menggerakkan pasukan tentaranya. Apalagi sampai ribuan.
Dikisahkan, pada Tahun 837 Masehi, ada seorang budak muslimah yang dilecehkan oleh kaum Romawi. Perempuan ini merupakan keturunan Bani Hasyim. Ketika tengah berbelanja di pasar, budak muslimah ini dilecehkan oleh sekelompok kaum Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya.
Wanita muslimah itu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu'tashim billah dengan kalimat yang legendaris: "Waa Mu'tashimaah!" yang artinya "Di mana engkau wahai Mu'tashim Billah". Kabar ini lantas tersebar dan sampai ke telinga Al-Mu'tashim.
Hal ini membuat sang khalifah menerjunkan puluhan ribu pasukannya untuk menyerbu Ammuriah. Dengan pasukannya ini mereka mengepung Ammuriah selama lima bulan. Pada pertempuran itu, pasukan muslim berhasil membebaskan kota tersebut dari tangan Romawi. Sebanyak 30 ribu tentara Romawi terbunuh dan 30 ribu lainnya dijadikan tawanan.
Sosok seperti Khalifah Al-Mu'tashim billah hanya ada dalam sebuah negara yang meninggikan kalimatullah di atas segala peraturan. Negara yang akan melahirkn para penguasa bertakwa. Penguasa yang tidak takut kehilangn dunia, justru mereka takut kehilangan akhirat. Penguasa yang tidak akan pernah bisa tidur nyenyak ataupun makan kenyang, ketika ada rakyatnya atau kaum muslim dibantai habis-habisan. Dunia, khususnya Palestina membutuhkn Khilafah dan penguasa seperti Al-Mu'tashum billah!
Tags
Opini
