Oleh: Ita Mumtaz
Sebuah kado Ramadan untuk rakyat di negeri muslim terbesar ini, yaitu kenaikan tarif listrik di awal Maret. Penguasa tak mempedulikan kondisi rakyat yang sedang terengah-engah bertahan di tengah melonjaknya harga pangan.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menetapkan tarif listrik untuk Maret 2024 bersamaan dengan pengumuman tarif listrik triwulan 1 pada januari 2024. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Ketenaga Listrikan Jisman P Hutajulu.
Penetapan tarif listrik Januari – Maret 2024 sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2023 yaitu tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PLN. Maka berdasarkan pasal 6 ayat 2 aturan tersebut, penyesuaian tarif tenaga listrik dilakukan setiap tiga bulan (Kompas.co.id, 23/02/2024).
Kenaikan tarif listrik yang beriringan dengan melonjaknya hampir semua bahan kebutuhan pokok tentu semakin membuat rakyat sengsara.
Belum lagi dampak serius yang akan terjadi akibat kenaikan harga-harga, yakni inflasi. Industri akan gulung tikar karena tingginya biaya operasional akibat lonjakan tarif listrik. Daya beli jelas akan turun dan roda perekonomian melemah. Tidak ada beda antara konsumen nonsubdisi dan subsidi, semua akan tertimpa dampak.
Sebuah kondisi yang sungguh mengiris hati di negara kaya sumber energi. Mestinya listrik untuk rakyat bisa diberikan dengan harga murah, bahkan gratis. Namun rakyat malah dibiarkan berjuang sendiri memenuhi kebutuhan perut keluarga, sementara pemerintah sibuk melayani kepentingan para oligarki.
Dalam Islam, negara adalah pengayom umat. Negara yang memiliki amanah untuk mengawal kesejahteraan rakyat. Bukan malah memalak rakyat dengan menarik berbagai pungutan. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, rakyat yang sudah kesulitan mencari nafkah harus dibebani dengan iuran pajak dan pembayaran listrik dan lain-lain yang berkaitan dengan kebutuhan hidupnya.
Demikianlah dalam sistem kapitalisme, negara justru berbisnis dan mencari keuntungan dengan memanfaatkan rakyat yang membutuhkan. Negara senantiasa memperhitungkan untung dan rugi dalam melayani kebutuhan rakyat.
Sebenarnya liberalisasi listrik yang diadopsi oleh negara kapitalime sangat bertentangan dengan Islam. Karena listrik adalah energi milik umum yang harus diberikan kepada rakyat secara gratis. Namun dalam sistem kapitalisme, listrik justru diprivatisasi dengan disahkannya UU ketenagalistrikan No.20 Tahun 2002. UU ini mengatur soal unbundling vertikal sehingga membuka ruang bagi swasta untuk mengelolanya. Dari sini maka peran pemerintah tak lain hanya sebagai regulator.
Padahal Indonesia adalah negera kaya dengan sumber daya alam yang berlimpah, seperti minyak bumi dan gas. Namun semua itu hanya bisa dinikmati oleh para pemilik modal dan oligarki yang berkolaborasi dengan penguasa untuk merampok kekayaan milik rakyat.
Islam memiliki tatanan khas dalam mengelola energi dan memanfaatkan potensi alam berupa minyak, batu bara, sinar matahari, nuklir, angin dan air. Semua itu semestinya mampu dikonversikan menjadi energi listrik dan merupakan hak milik rakyat sepenuhnya.
Pengelolaan dan pendistribusikan secara langsung oleh negara kepada rakyat adalah bentuk pelayanan oleh negara. Jika ada biaya produksinya maka bisa dijual pada rakyat dengan harga murah untuk mengganti ongkos produksi saja. Negara juga boleh menjual listrik kepada industri dalam negeri dengan mengambil keuntungan minimum yang akan menjadi pemasukan Baitul Mal. Tentu saja pendapatan Baitul Mal juga akan kembali kepada rakyat dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan mereka dan meningkatkan kesejahteraan.
Jika kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi, negara bisa mengekspor sumber listrik, minyak dan gas kepada negara lain dengan mengambil keuntungan maksimal. Keuntungannya ini pun menjadi pemasukan Baitul Mal dan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, yakni untuk membiayai fasilitas umum dan kebutuhan dasar komunal berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Saatnya kembali kepada sistem ekonomi Islam yang akan mengembalikan kekayaan rakyat kepada pemilik sejatinya. Sehingga energi listrik gratis untuk rakyat bukan hanya impian. Wallahu a’lam bish-shawab.
Tags
Opini
