Taliban Bukti Islam Menjajah Perempuan?

 



Oleh Auliya Khuzaimah 

(Content Creator Dakwah)


Pada 15 Agustus lalu, genap sudah satu tahun kekuasaan Taliban di Afghanistan. Tidak hanya krisis ekonomi yang mencekik akibat Amerika Serikat (USA) enggan mengakui kedaulatan Taliban atas Afghanistan yang dulu berada di bawah cengkeramannya, pemerintahan Taliban faktanya memang tidak mampu untuk menjalankan tugasnya sebagai pemimpin suatu negara yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat Afghanistan. 


Alih-alih berusaha untuk mengembalikan stabilitas ekonomi agar kondisi masyarakat membaik. Kebijakan-kebijakan yang dibuat selama setahun terakhir justru semakin membuat seluruh dunia geram. Pasalnya, Taliban secara terbuka merampas hak-hak perempuan Afghanistan untuk belajar, bekerja, dan beraktivitas normal dengan mengatasnamakan syariat Islam. 


Hal ini jelas menimbulkan kecaman dari berbagai negara, pun semakin mengobarkan kebencian publik terhadap Islam yang selama ini sudah diterpa banyak tuduhan miring. Padahal, Islam dikenal sebagai rahmatan lil 'alamin alias rahmat atau kasih sayang Allah bagi seluruh alam. Yang tentu saja, kaum perempuan termasuk di dalamnya.


Mengutip dari berbagai media yang menerbitkan laporan terkait hal ini (Reuters, Kompas, dan CNN), Taliban telah melarang para perempuan Afghanistan untuk menghadiri sekolah jenjang SMP hingga SMA. Sementara ini, sekolah jenjang menengah hanya dibuka untuk anak laki-laki, sementara para anak perempuan harus berpuas diri dengan pendidikan SD. Pemerintahan Taliban juga pernah membatasi mahasiswi untuk menghadiri perkuliahan. Namun, hal itu kemudian digantikan dengan kebijakan baru bahwa mahasiswi akan menghadiri perkuliahan di kelas yang terpisah dengan para mahasiswa.


Tidak hanya kehilangan hak untuk menuntut ilmu, para perempuan Afghanistan juga kehilangan hak untuk bekerja dan beraktivitas di luar ruangan. Pemerintahan Taliban melarang perempuan untuk bekerja di sektor esensial seperti institusi pendidikan. Meski diizinkan untuk bekerja di sektor publik, seringkali mereka harus bersembunyi dari kejaran aparat. 


Tidak hanya itu, pemerintahan Taliban juga menutup Kementrian urusan Perempuan Afghanistan, melarang perempuan untuk mengemudi dan beraktivitas di luar ruangan, mengatur jenis pakaian yang boleh dijual, diedarkan, dan digunakan wanita Afghanistan mulai dari standar model hingga warna. Hanya warna biru dan hitam yang boleh dikenakan, ditambah lagi kewajiban menutup seluruh wajah dengan burkak. Semuanya dilakukan atas nama penerapan syariat Islam.


Islam Mengekang?


Media mengecam Taliban karena menerapkan Islam dan mengekang kaum perempuan di Afghanistan. Tapi, benarkah seluruh kebijakan yang dibuat Taliban sejalan dengan syariat Islam?


Pertama, larangan bekerja bagi perempuan di sektor esensial seperti pemerintahan dan institusi pendidikan. 


Dalam Islam, perempuan dibolehkan untuk bekerja selama tetap berada dalam koridor syariat. Artinya, pekerjaan apapun yang tidak melanggar syariat dan fitrah seorang perempuan sebagai ibu dan istri, boleh dilakukan. Bekerja di dalam pemerintahan memang tidak dibolehkan untuk kaum perempuan.


 Dalam konteks ini, perempuan tidak dibolehkan mengambil peran sentral sebagai pemimpin atau bagian dari pembuat kebijakan yang berpengaruh pada kemaslahatan umat. Itu adalah ranah yang bisa dijalankan lebih baik oleh laki-laki dengan fitrahnya sebagai qawwam, jika dibandingkan perempuan.


Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Laki-lakilah yang seharusnya mengurusi kaum wanita. Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, sebagai hakim bagi mereka dan laki-lakilah yang meluruskan apabila wanita menyimpang dari kebenaran.


 Lalu ayat (yang artinya), ’Allah melebihkan sebagian mereka dari yang lain’, maksudnya adalah Allah melebihkan kaum pria dari wanita. Hal ini disebabkan karena laki-laki adalah lebih utama dari wanita dan lebih baik dari wanita. 


Oleh karena itu, kenabian hanya khusus diberikan pada laki-laki, begitu pula dengan kerajaan yang megah diberikan pada laki-laki. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw. ”Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dari hadits ‘Abdur Rohman bin Abu Bakroh dari ayahnya. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim pada tafsir surat An Nisaa’ ayat 34)


Namun, hal ini tidak berarti perempuan tidak boleh menjadi sosok pemimpin. Perempuan tetaplah pemimpin dalam urusan rumah tangga. Perempuan juga boleh memimpin komunitas terbatas yang tidak berhubungan dengan kebijakan dan pemerintahan seperti menjadi kepala sekolah bahkan kepala yayasan. 


Hal ini juga menjelaskan bahwa bekerja sebagai guru atau bagian dari institusi pendidikan merupakan sebuah kebolehan yang justru amat mulia. Sebab dengan begitu, kesempatan untuk mendidik generasi emas semakin besar.


Kedua, larangan bagi perempuan untuk menempuh pendidikan. 


Dari sekian banyak perbedaan 'porsi' antara laki-laki dan perempuan yang sering digunakan orang-orang untuk menjatuhkan Islam, menuntut ilmu menjadi salah satu yang porsinya sama baik bagi laki-laki maupun perempuan. Islam mewajibkan kegiatan menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim".


Perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Karena itu, wajib bagi kaum perempuan untuk menimba ilmu agar kelak bisa mendidik dan membesarkan anaknya dengan baik. Definisi ilmu sendiri luas. Ilmu agama jelas menjadi suatu hal yang hukumnya wajib dipelajari bagi setiap Muslim.


 Adapun ilmu di luar ilmu agama hukumnya fardhu kifayah, artinya selama sudah ada seorang Muslim menjalankannya maka gugurlah kewajiban Muslim lainnya. Meskipun begitu, peran sentral perempuan sebagai pendidik generasi seharusnya didukung oleh pemenuhan hak-hak perempuan dalam menuntut ilmu. 


Ketiga, kewajiban menutup seluruh tubuh termasuk wajah dan pembatasan warna pakaian.


Menutup aurat merupakan kewajiban bagi setiap Muslimah yang sudah baligh. Adapun batas aurat yang ditunjukkan Rasulullah saw. adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Beberapa ulama memang ada yang menganjurkan penutup wajah seperti cadar, niqab, dan burqa sebagai penyempurna tutup aurat. Hukumnya pun beragam, mulai dari mubah, sunah, hingga wajib.


Namun, yang harus digarisbawahi adalah bahwa dalam Islam pemimpin suatu negara tidak boleh menetapkan satu mazhab tertentu kepada seluruh rakyat. Khalifah boleh saja berbeda mazhab dengan rakyatnya, hanya saja tetap harus saling menghargai pendapat masing-masing. Artinya, sekalipun pemimpin Taliban meyakini bahwa perempuan wajib menutupi seluruh tubuhnya, hal itu tidak boleh dijadikan kebijakan. 


Sebab, beberapa ulama dan imam mazhab memiliki pandangan yang sedikit berbeda satu dengan yang lainnya terkait penutup aurat. Pun terkait warna pakaian, ada beberap pendapat berbeda dari para ulama yang memiliki landasan dalilnya masing-masing. Tidak seharusnya suatu negara membatasi dan mengatur hal remeh temeh seperti warna pakaian.


Hukum yang menyatakan bahwa wali laki-laki dari perempuan yang mengumbar aurat akan dipenjara selama tiga hari juga tidak relevan sama sekali dengan syariat. Dalam kisah-kisah dakwah Rasulullah saw., hampir tidak ditemukan hukum atau tindakan tegas bagi wanita yang lalai dalam menutup aurat kecuali ancaman adanya siksa pedih daripada Allah.


 Rasulullah saw. justru menganjurkan sesama muslimah untuk saling mengingatkan dan meminjamkan pakaian jika ada saudarinya yang lalai.


Beberapa kebijakan lain yang dinilai diskriminatif dan apharteid oleh media sebenarnya sudah sesuai dengan syariat. Misal, memisahkan ruangan perkuliahan ikhwan dan akhwat. Hal tersebut sudah tepat demi meminimalisir adanya ikhtilat (campur baur), meskipun memang ada kebolehan interaksi antara perempuan dan laki-laki dalam aspek pendidikan.


Sayangnya, kondisi buruk di Afghanistan sepertinya menjadi bahan yang cocok untuk mengkambinghitamkan Islam dan membuat seluruh dunia menolak penerapan hukum Islam. Nafas-nafas kebebasan terus dihembuskan kepada generasi muda, ditambah fakta pemerintahan Taliban yang begitu mengekang, dan paham sekularis yang menuntut pemisahan agama dari kehidupan. Responnya sudah bisa dilihat, banyak sekali generasi muda, muslim dan muslimah yang menolak mentah-mentah penerapan syariat sebab Taliban telah menjadi 'bukti' penerapan syariat Islam yang 'menjajah' perempuan.


Islam Satu-satunya Solusi untuk Afghanistan


Ketika bicara tentang solusi untuk perempuan Afghanistan khususnya, dan umumnya seluruh perempuan di muka bumi, jawabannya hanya Islam. Seperti yang sudah dipaparkan di atas, Islam adalah agama yang memuliakan dan menyehahterakan perempuan. Islam tidak mengekang, tapi melindungi. 


Kewajiban menutup aurat dalam Islam diberlakukan supaya perempuan terlindung dari fitnah dan gangguan. Syaratnya ada tiga :

1. Jilbab panjang, terjulur ke seluruh tubuh, tidak terpotong/terbelah, dengan khimar (kerudung) menutupi dada. 

2. Bahannya tidak tipis dan terawang, warna apapun, motif apapun gak masalah, asalkan ...

3. Tidak tabaruj atau berlebih-lebihan. Warna dan motif memang tergantung preferensi masing-masing. Tapi, ingat bahwa hijab adalah penutup aurat, penutup keindahan tubuh kita. Maka, jangan tampil berlebihan dan menjadikan hijab sebagai alat baru mempercantik diri.


Meski begitu, perempuan tidak dibatasi untuk belajar dan bekerja, selama tetap berada dalam koridor syariat yang mengatur. Perempuan juga tidak dilarang keluar rumah jika harus mengurus suatu keperluan asalkan tidak datang ke tempat yang ikhtilat, tidak berkhalwat, dan tidak safar (bepergian) sendirian tanpa mahram.


Masih banyak hukum Islam yang dipelintir supaya terlihat mendiskriminasi perempuan. Tapi, lebih banyak lagi hukum Islam yang belum banyak dikupas yang justru membuktikan keberpihakan Islam pada perempuan. Islam adalah agama yang sungguh-sungguh menjaga kemuliaan, kehormatan, martabat, dan kesejahteraan perempuan. 


Penerapan Islam yang benar, dengan cara yang benar sesuai tuntunan Rasulullah saw. pastilah akan menghadirkan rasa aman dan tentram bagi seluruh perempuan di muka bumi. Kesejahteraan perempuan akan terjamin hanya dengan Islam.


Maka, sudah sepantasnya kita bahu-membahu mengemban dakwah Islam hingga kelak kita bisa menyambut tegaknya sistem Islam yang akan menerapkan syariah secara shahih dan haq, menyejahterakan seluruh perempuan.


Wallahu a'lam bishawwab


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak