Oleh : Ummu Audah (Ibu Rumah Tangga)
Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Karomani tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait suap saat berada di Bandung, Jawa Barat pada Sabtu (20/8/2022) dini hari. (Sindonews.com 22/8/2022)
Peristiwa korupsi di dunia pendidikan sungguh sangat disayangkan. Ini adalah salah satu korupsi yang keterlaluan setelah peristiwa korupsi dana Bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di masa pandemi yang dilakukan oleh mantan Menteri Sosial Juliari Batabara. Pada saat mengalami kesusahan akibat pandemi, sungguh tega hati pejabat yang mengembat uang rakyat. Korupsi di dunia pendidikan ini jauh lebih tragis, karena seharusnya dunia pendidikan adalah wadah untuk membentuk karekter bangsa. Bagaimana jika di dalamnya diwarnai dengan pelanggaran hukum positif dan juga norma agama yaitu korupsi? Kalau guru yang seharusnya digugu dan ditiru saja melakukan kejahatan suap, bagaimana nasib dari peserta didiknya?
Sosok Prof Karomani sendiri tengah jadi sorotan. Dia adalah seorang tokoh yang sangat getol meneriakkan anti radikalisme. Sangat anti dengan ajaran Islam Khilafah dan ormas yang memperjuangkannya. Bahkan beliau mempermasalahkan beberapa pengajar yang beliau indikasi memperjuangkan ajaran Islam tersebut. Publik sungguh terbelalak ketika nyatanya orang yang mengaku paling Nasionalis dan aktif dalam program pembentukan karakter justru tidak kuat menahan godaan suap.
Kapitalisasi di Perguruan tinggi sudah menjadi rahasia umum. Di tengah masyarakat sudah ada keyakinan jika anaknya ingin kuliah di Fakultas Kedokteran harus menyiapkan uang ratusan juta rupiah. Dengan terkuaknya kasus Rektor Unila dan rombongannya ini, seakan menjadi bukti keyakinan masyarakat tersebut. Di mana pada kasus ini, satu mahasiswa baru dipatok minimal 100 juta rupiah. Ini sungguh sangat menggoda bagi calon mahasiswa, di tengah sulitnya masuk Perguruan Tinggi.
Jika mau kuliah saja harus mengeluarkan dana sekian besar, bagaimana nasib para lulusan setelah selesei menempuh ilmu di perguruan tinggi? Maka tidak heran akan lahir para cendikiawan yang hanya fokus pada upaya-upaya bagaimana mengembalikan modal kuliahnya. Padahal, masyarakat sangat membutuhkan ide-ide cemerlang dari lulusan perguruan tinggi untuk mengatasi berbagai macam masalah yang kian carut-marut di negeri kita yang tercinta ini. Lahirnya generasi yang bermoral tinggi pun hanya tinggal mimpi.
Mengatasi korupsi di negeri ini bagaikan mengurai benang kusut. Penangkapan Prof Karomani oleh KPK ini, seolah-olah KPK ingin sekedar menakut-nakuti Rektor universitas lain supaya tidak melakukan tindakan yang sama seperti Karomani. Kalau tetap melakukannya, akan diKaromanikan. Tidak ada upaya untuk mengatasi masalah sampai akarnya.
Biang kerok korupsi di negeri ini adalah diterapkannya idiologi kapitalisme. Dengan ide liberalnya, menjauhkan konsep tauhid dalam kehidupan.
Korupsi di negeri ini sudah tersistem. Jika ada kasus korupsi terkuak, sudah pasti itu melibatkan banyak pihak. Jika ditangkap semua tentu sangat banyak yang terjaring. Salah satu tokoh di negeri ini pernah mengatakan, jika pelaku korupsi di negeri ini ditangkap semua, sampai ke akar-akarnya akan sangat banyak sekali yang tertangkap, bisa-bisa habis semua tertangkap.
Islam memberikan benteng bagi individu, masyarakat dan Negara agar terhindar dari korupsi. Jika tiga lapis ini mempunyai sistem imun terhadap korupsi, mimpi menciptakan negeri tanpa korupsi bias kita wujudkan.
Dalam tataran individu, saat ini mayoritas masyarakat kita telah terjerat liberalisme. Yaitu paham kebebasan. Bebas tanpa takut efek perbuatannya di masa yang akan datang. Baik hukuman positif yang berlaku di negeri ini ataupun di akhirat nanti di sisi Allah. Tanpa takut, bagaimana bisa seorang yang sudah menjadi gurunya mahasiswa bahkan rektor sekaligus tokoh salah satu ormas Islam melakukan tindakan menyalahi hukum yaitu korupsi yang sangat bententangan dengan apa yang beliau gembar-gemborkan yaitu moral. Apakah tidak takut dipenjara, atau bahkan masuk neraka?
Harapannya dengan tertangkapnya rektor koruptor ini, memberikan efek jera kepada rektor-rektor yang lain supaya tidak melakukan hal yang serupa. Tapi, sudah bisa dipastikan itu sangat sulit. Karena mentalitas para pejabat yang sudah tergerus dengan hingar-bingarnya dunia. Seakan mereka yang belum tertangkap, hanya meyakini Prof Karomani yang kebetulan apes tertangkap OTT KPK, sedang mereka yang belum tertangkap, lanjut terus tanpa mengambil pelajaran.
Banyak pejabat yang telah bergaya hidup mewah. Diberitakan di sejumlah media, Prof Karomani baru saja membangun rumah mewah berharga milyaran rupiah dan sudah siap menempati rumah mewah barunya. Padahal baru menjabat sebagai rektor sekitar dua tahun. Tuntutan hidup mewah ini juga menjadi salah satu pemicu tindak pidana korupsi. Sayang sekali hukum di negeri ini tidak menuntut pembuktian terbalik, sehingga seperti kasus-kasus korupsi yang sudah ditangani tanpa menyelidiki asal dari kekayaan pejabat yang terjerat korupsi.
Sangat diperlukan menguatkan lagi tauhid individu-individu masyarakat di negeri ini. Termasuk para pejabatnya. Orang yang aqidah atau keimanannya kuat sangat mustahil melakukan perbuatan yang melanggar aturan Allah swt. Karena baginya Allah selalu mengawasi, dan dia sangat takut dengan siksa Allah kelak di akhirat.
Sayang sekali dunia pendidikan kita saat ini belum mampu menguatkan aqidah peserta didiknya. Dunia pendidikan justru sibuk menyiapkan peserta didiknya sebagai pengisi tenaga-tenaga buruh pabrik yang menguntungkan kapitalis. Jika ada pihak yang peduli dengan tauhid, justru dilabeli radikal-radikul bahkan teroris.
Dunia pendidikan kita wajib intropeksi diri, mengapa dalam waktu dekat ini beruntun ada kejadian pelanggaran hukum yang melibatkan pejabat tinggi Negara? Sebelumnya ada jenderal berbintang dua melakukan tindak pidana pembunuhan kemudian disusul rektor yang melakukan korupsi.
Sehingga kita merasakan saat ini, tanpa adanya tauhid, hidup tidak berkah. Berkah adalah meningkatnya kebaikan. Hal ini jelas belum kita raih. Parameter yang mudah kita lihat adalah maraknya kejahatan dan hidup masyarakat yang semakin susah akibat diterapkan ekonomi kapitalis yang sangat jauh dari konsep tauhid yang diridhoi Allah swt.
Selanjutnya di tingkat masyarakat, agar terbentengi dari jerat korupsi adalah diterapkannya hukum yang tegas terhadap koruptor. Itulah hukum Islam. Yang sangat tegas terhadap koruptor. Dan memberikan efek jera. Tidak pandang bulu.
Di dalam negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh, jika ada seseorang mencuri bukan untuk makan dan melampaui nisab maka akan dipotong tangannya. Dan disaksikan oleh orang-orang yang beriman. Maka ini akan memberikan efek jera. Dan ini akan menghapus dosa mencuri dari pelakunya, kelak di akhirat. Itupun sudah dicegah dengan penanaman aqidah yang kuat di dunia pendidikan. Serta pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga akan terhindar tindak kriminalitas korupsi. Sungguh hukum Islam itu indah bagi orang yang mau berfikir.
Dalam tataran Negara, Negara akan hadir untuk menerapkan syariat dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi tidak ada ceritanya Kepala Negara dalam Islam membuat aturan sendiri, apa yang ditetapkannya pasti sejalan dengan hukum Syara’.
Negara akan menanamkan aqidah yang kuat pada masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Dengan aqidah yang kuat itulah masyarakat akan terhindar dari kriminalitas, termasuk korupsi.
Negara juga akan menerapkan hukuman yang memberikan efek jera dan penebus dosa pada pelaku kriminalitas. Hukuman yang tegas, dan tidak pandang bulu.
Sudah tercatat dalam sejarah masyarakat dalam Negara yang pernah menerapkan Islam secara menyeluruh, yaitu Khilafah sangat minim pelaku kriminalitas. Kalaupun ada, dengan kesadaran tauhidnya mereka justru mendatangi pengusa meminta diterapkan hukuman Syar’i kepada dirinya. Karena mereka sadar hukuman di dunia tidak ada apa-apanya disbanding hukuman akhirat.
Inilah syariat Islam yang hebat. Apabila diterapkan menyeluruh di dalam institusi, pasti bisa memberantas korupsi. Maka sudahkah terbuka hati kita untuk memperjuangkannya? Wallahua’lam bi showab.
