Jika Mampu Lunasi, Jangan Hanya Berkelit



Oleh : Tri Silvia 
(Pemerhati Kebijakan Publik)


"Kalau ada yang bilang utang Rp 7.000 triliun, benar tapi utang produktif. Seperti jalan tol ini (Serang-Panimbang) akan dikembalikan sendiri,"

"Kita salah satu negara punya utang terkecil di dunia cuma sekitar 40 persen sekian dari PDB itu dikelola dengan baik," ucap Luhut saat menghadiri groundbreaking pembangunan Tol Serang-Panimbang (Republika, 8/8/2022).

Akhirnya, setelah sekian lama berputar-putar dengan ucapan bahwa kondisi perekonomian Indonesia baik-baik saja. Kini bapak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan pun telah mengakui utang yang dimiliki Indonesia dan besarannya. Ya betul, nominal tujuh ribu triliun rupiah jelas bukan jumlah yang sedikit dan berhasil membuat masyarakat tercengang. Bahkan sempat jadi pusat pembicaraan ketika kondisi Srilanka menjadi semakin buruk.

Masih teringat ucapan 'sakit jiwa', yang beliau sematkan untuk orang-orang yang menyamakan kondisi Srilanka dengan Indonesia. Padahal sebelumnya, muncul juga pernyataan ibu Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyampaikan jika kondisi Indonesia berpotensi mengalami resesi kala itu. Semua pernyataan tersebut keluar usai ramai ucapan netizen tentang nominal tujuh ribu triliun rupiah, total utang yang dimiliki Indonesia.

Adapun mengenai istilah utang terkecil di dunia, kiranya perlu ditinjau kembali besaran utang yang kita miliki dan membandingkannya dengan utang yang dimiliki oleh negara lain. Apakah benar, nominal utang yang kita miliki jumlahnya paling kecil diantara utang negara-negara lain? Terkecil dalam sudut pandang apa dan siapa?

Terkait dengan data perbandingan, usai keluar pernyataan bahwa utang Indonesia adalah utang terkecil, banyak media yang berlomba-lomba untuk menyajikan berita berupa jumlah utang negara-negara lain di dunia. Salah satunya sebagaimana yang disebutkan oleh detikcom (8/8/2022), Malaysia sebagai salah satu negara ASEAN yang juga merupakan negara tetangga Indonesia, mereka memiliki hutang sebesar RM 1,045 triliun atau setara dengan Rp 3.490 triliun, lalu Singapura mereka melaporkan jumlah utang negara sejumlah US$ 645,6 miliar atau setara Rp 9.684 triliun. Selain itupun ada Filipina dengan utang sejumlah P12,76 triliun atau setara Rp 3.423 triliun.

Lalu bagaimana dengan utang yang dimiliki para negara maju. Dalam sumber yang sama, disampaikan bahwa Amerika Serikat mempunyai utang sejumlah US$ 30,57 triliun atau setara Rp 456.209 triliun. Arab Saudi SR958 miliar (US$256 miliar) atau setara Rp 3.840 triliun. Utang Pemerintah Nasional Kanada mencapai US$ 1.455,8 miliar pada 2022 Maret atau setara Rp 216.722 triliun. Utang Luar Negeri Hong Kong mencapai US$ 1.857.7 miliar pada 2022 Maret setara Rp 276.348 triliun.

Dan jika dilihat, nominal utang mereka jauh lebih kecil dibanding dengan utang luar negeri Indonesia. Selanjutnya, bagaimana jika dinyatakan bahwa utang Indonesia itu bersifat produktif, sehingga akan dengan mudah mengembalikan kondisi keuangan sebagaimana sebelumnya. Alasan klise yang seringkali digunakan, namun tak pernah jelas seperti apa strategi, waktu dan skema pengembalian pastinya.

Apalagi jika yang dimaksud dengan utang produktif adalah utang-utang yang diberikan dalam rangka pembangunan infrastruktur negara, berupa jalan raya atau fasilitas publik. Penyebutannya sebagai utang produktif menandakan jika pemerintah menganggap infrastruktur tersebut dibuat sebagai penghasil uang, bukan cuma-cuma demi kepentingan rakyat. Mereka berjualan dengan rakyat, bukan sekedar memfasilitasi. Sungguh tidak akan bisa kita dapatkan kemajuan negara dibawah pemerintahan yang semacam ini.

Lagipula, hal-hal yang berkaitan dengan infrastruktur hari ini nyatanya sudah diserahkan juga pada pihak swasta. Hampir semua fasilitas umum dan jalanan telah dikuasai oleh mereka. Tentu mengharapkan pengembalian dana dari hal tersebut, bagaikan menunggu buah pisang dari pohon yang telah berbuah sebelumnya. Semuanya penuh ketidakpastian, terbukti bahwa dari beberapa tahun lalu, alasan semacam ini terus saja muncul namun nihil implementasi. Yang jelas muncul dan terlihat justru bagaimana utang yang sudah ada semakin berkembang dan bertumbuh.

Tak bermaksud menjatuhkan posisi Indonesia dalam hal ekonomi saat ini, namun kejujuran Pemerintah sangat lah penting. Bukan juga bermaksud membuat keos dan kacau mereka, namun untuk menjadikannya sebagai peringatan dan edukasi. Jangan sampai masyarakat dan para pejabat terhalang untuk mengindera fakta tersebut dan justru terlena dengan berbagai kemudahan yang diberikan sistem ekonomi Kapitalis. 

Mereka terlalu terlena dengan kemudahannya mendapatkan utang berbunga. Padahal jelas-jelas hal tersebut adalah kemudharatan yang teramat besar. Sudah banyak contoh negara yang jatuh bertumbangan sebab tak sanggup melunasi utang berbunga yang dimiliki, Srilanka salah satunya.

Padahal jika dilihat secara seksama, nominal utang yang dimiliki Srilanka masih jauh dibawah nominal utang Indonesia. Jadi, bukankah wajar jika ada pihak yang menyamakan dan memberi peringatan kepada pemerintah terkait utang yang terus meningkat. Namun semua itu dibantah bahkan ditentang keras dengan mengambil istilah 'sakit jiwa'. Upaya pembungkaman publik yang teramat ekstrem. 

Islam sungguh telah mengharamkan utang berbunga dan berbagai turunannya. Hal tersebut familiar dengan istilah riba. Allah memperingatkan umat Islam terkait dengan bahaya nya, bahkan menggunakan kata perang untuk mereka yang masih mengambil riba sebagai jalan hidupnya. Ada banyak dalil yang berkaitan dengan hal ini, diantaranya adalah,

"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu." (QS. Al Baqarah : 279). 

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya Iarangan dari Tuhannya, laIu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang Iarangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekaI di dalamnya". (QS. Al Baqarah 275). 

"Dosa riba terdiri dari 72 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang Iaki-Iaki yang menzinai ibu kandungnya." (HR Thabrani)

Dalil-dalil diatas jelas menjelaskan pada umat Islam terkait dengan pengharaman riba dan bahaya nya jika kita masih mau mengambil. Sungguh tak akan ada keberkahan pada orang-orang yang masih memakainya, apalagi jika hal semacam ini dilakukan oleh institusi kenegaraan. Hal itu hanya akan mendatangkan keburukan dan menyisakan kemungkinan akan kehancuran jika masih memegang sistem yang bersandar pada hal tersebut. 

Jangan sampai hal terburuk menimpa kita semua, sebab buruknya sistem yang dipegang. Hentikan semua transaksi utang berbunga yang berlaku, putus semua kemungkinan intervensi swasta di dalam negeri (baik asing ataupun lokal), terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Kembalikan semuanya pada kepemilikan umum, kelola sebaik-baiknya guna kepentingan kedaulatan negara dan umat. Dan selesaikan semua utang yang berbelit minus bunga. Sungguh Islam punya banyak solusi pendapatan negara yang bisa diberdayakan selain utang dan pajak. 

Pemerintah wajib meninggalkan sistem kapitalisme ini dengan segera, dan menggantinya dengan sistem solutif yang berasal dari aturan Ilahiah, Allah SWT. Sebuah sistem yang sudah terbukti anti krisis dan mampu bertahan hingga 13 abad lamanya. Itulah Islam. Semoga kita semua mampu mengembalikan kembali kejayaan umat dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Hingga terwujudlah cita-cita mulia, menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. 

Wallahu A'lam bis Shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak