Oleh : Dinda Kusuma Wardani T
Cukup menggelikan apa yang diusahakan pemerintah dalam usaha memberantas korupsi. Pasalnya, pemerintah telah melakukan sebuah program pelatihan karakter anti korupsi dengan melibatkan beberapa orang sebagai peserta. Namun ternyata, salah satu pesertanya tertangkap basah melakukan korupsi saat KPK mengadakan OTT (Operasi Tangkap Tangan) pada 19 Agustus 2022 beberapa hari yang lalu.
Peserta pelatihan yang dimaksud adalah Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof Dr Karomani. Berdasarkan situs Unila, Karomani beserta para wakil rektor mengikuti "character building" di Hotel Sari Ater, Lembang, Bandung, Jawa Barat (Jabar), pada Rabu-Sabtu (17-20/8). Acara itu diikuti tim Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) Unila. Dalam acara tersebut, para peserta mengikuti berbagai lomba yang menguji kekompakan dan daya ingat masing-masing, seperti outbound, tarik tambanbg, terompah, hingga futsal (detikcom, 20/8/2022).
Menambah "kelucuan", salah satu peserta kegiatan, Sugiyono, mengaku senang mengikuti kegiatan tersebut. Komandan satpam Unila ini mengaku kegiatan tersebut membuat mereka semakin kompak. "Senang sekali. Kegiatan ini membuat kami semakin kompak dan bisa mempererat hubungan silaturahmi antara staf dan pimpinan," kata Sugiyono seperti dilihat di situs Unila.
Tak lama setelah antusiasme luar biasa tersebut, Karomani ditangkap bersama enam tersangka lainnya terkait dugaan suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. Tim penyidik disebut bergerak di Lampung dan Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (19/8) malam. Saat ini para pihak sudah beranda di gedung KPK untuk diperiksa secara intensif.
Korupsi, ibarat penyakit kronis yang menggerogoti Indonesia. Penyakit korupsi telah menjangkit negara ini mungkin bahkan sebelum kemerdekaan. Jika harus disebutkan satu persatu kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, entah berapa ribu lembar yang di butuhkan untuk menuliskannya. Pada tahun ini saja, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat telah menerima 2.173 laporan dari masyarakat berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi selama semester I pada tahun 2022.
Korupsi telah menciptakan kesenjangan akibat memburuknya distribusi kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya dan miskin sudah demikian menganga, maka korupsi makin melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara tidak sehat (tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi sebagaimana mestinya).
Budaya korupsi sulit untuk diberantas sebab persoalan ini berkaitan dengan banyak persoalan mendasar yang terjadi di
Indonesia. Mulai dari karakter manusianya, sistem ekonomi kapitalisme yang menumbuh suburkan korupsi, sistem pendidikan yang tidak mendukung, pengayoman negara terhadap para pegawai pemerintahan yang kurang memadai dan lain sebagainya. Jelas, impian bersih dari korupsi tidak bisa diwujudkan hanya dengan pelatihan karakter selama sehari saja.
Memberantas korupsi sama artinya dengan merombak segala lini di negara ini. Mutlak diperlukan perubahan sistem secara menyeluruh. Selama kapitalisme dan sekulerisme masih bercokol di Indonesia, maka mustahil korupsi lenyap. Mustahil pula rakyat menjadi tenteram dan sejahtera.
Sebuah sistem yang ampuh membersihkan negara ini dari korupsi adalah sistem Islam. Dalam sebuah negara berasaskan islam, ketiadaan korupsi adalah sebuah keniscayaan. Sebab pengelolaan negara dengan sistem islam, otomatis akan membentuk seseorang bermental anti korupsi atas dasar rasa takutnya kepada allah SWT.
Pembangunan karakter bangsa berlandaskan akidah islam adalah hal utama. Islam sangat membenci sikap khianat termasuk korupsi. Prinsip ini ditanamkan sejak dini melalui pendidikan dalam keluarga yang sangat diperhatikan dan diawasi oleh negara. Ditambah dengan kurikulum pendidikan yang sangat mendukung prinsip tersebut.
Pondasi terkuat sistem pemerintahan Islam adalah akidah. Kristalisasi akidah Islam adalah kunci suksesnya bangunan peradaban Islam. Dengan akidah yang kuat, sebanyak apapun godaan kenikmatan dunia yang datang tidak akan menggoyahkan iman seseorang untuk mengambil harta haram. Tanpa adanya pondasi akidah maka segala bentuk pelatihan karakter akan menjadi tidak berguna.
Selain penanaman akidah sejak dini, secara praktis negara bersistem Islam menerapkan kebijakan yang menutup celah bagi korupsi. Diantaranya yang pertama, pemberian gaji yang layak bagi aparat pemerintahan. Aparat pemerintah akan merasa kesulitan bekerja dengan baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban untuk mencukupi nafkah keluarga.
Maka, agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, kepada mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak sebagaimana memang itulah hak yang harus mereka terima. Selain itu gaji layak ini juga mencegah para pejabat dan pegawai sipil menerima suap. Namun, bukan gaji fantastis seperti para anggota dewan selama ini. Yang menunjukkan ketidakpekaan atas penderitaan rakyat.
Kemudian yang kedua, dilakukan perhitungan kekayaan pejabat secara berkala. Perhitungan kekayaan pejabat ini tentunya dilakukan secara teliti dan objektif. Jika ditemukan fakta bahwa kekayaan pejabat bertambah dengan cepat dan tidak wajar, padahal tidak ada sumber kekayaan lain seperti warisan atau hasil usaha lainnya, maka ia patut dicurigai sebagai pelaku korupsi.
Semasa menjadi khalifah, ‘Umar bin Khattab menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan, bukan jaksa atau orang lain, diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal. Bila gagal, ‘Umar memerintahkan pejabat itu menyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar kepada baitulmal, atau membagi dua kekayaan itu separo untuk yang bersangkutan dan sisanya untuk negara.
Ketiga, yang memegang peran sangat penting, adalah diberlakukannya hukuman setimpal. Pada umumnya, orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada para koruptor. Hukuman ini berasal dari ketetapan Allah SWT. Dimana koruptor disamakan dengan pencuri. Jika telah mencapai nisabnya, dan terbukti pelaku melakukan korupsi padahal hartanya banyak, maka ia harus dihukum. Koruptor akan dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman kurungan, potong tangan bahkan sampai hukuman mati.
Selain ketiga hal tersebut diatas, dalam Islam tentu diterapkan teladan pemimpin. Bagaimana sebuah sistem bisa berjalan dengan baik pastilah ditentukan oleh pemimpinnya. Dan bagaimana sikap bawahan serta rakyat, juga pasti dipengaruhi oleh keteladanan pemimpin. Jangan harap para pegawai dan pejabat bersih dari korupsi jika pemimpinnya adalah seorang yang khianat.
Masyarakat juga memiliki peran yang sangat penting. Dengan pengawasan masyarakat, korupsi menjadi sulit dilakukan. Jadi, rakyat dituntut pula untuk peduli dan andil secara aktif dalam menjaga bangsa dan negara. Dengan demikian, negara bersistem islam adalah satu kesatuan utuh yang kokoh.
Sistem Islam sungguh adalah solusi yang sangat jelas. Sejatinya semua penderitaan yang dialami rakyat Indonesia dan seluruh dunia adalah akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekuler yang hanya menguntungkan para penguasa dan orang-orang kaya saja. Lebih dari itu, Islam adalah satu-satunya yang diridai Allah SWT. Dengan diterapkannya Islam secara menyeluruh dalam kehidupan kita, pasti akan mendatangkan ridha dan rahmat dari Allah, tuhan semesta alam.
