Harga BBM Naik, Rakyat Makin Tercekik




Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)

Pemerintah tengah mengkaji kenaikan harga BBM subsidi pertalite dan solar, meski belum diumumkan kepada publik secara resmi, pemerintah menyiapkan beberapa langkah antisipasi untuk meredam gejolak masyarakat dampak kenaikan harga BBM subsidi ini, salah satunya dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif saat rapat kerja dengan komisi Vll DPR RI, Rabu (24/82022).
Beberapa anggota meminta pemerintah untuk mempertimbangkan adanya BLT.

Sudah dapat dipastikan, kenaikan BBM ini tentu membawa dampak secara langsung kepada masyarakat. Mulai dari kenaikan harga barang, tuntutan kenaikan gaji, hingga membengkaknya biaya produksi. Dalam kondisi demikian, penguasa justru menganggap Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjadi alternatif yang efektif untuk meredam gejolak yang timbul dari kebijakan ini, padahal solusi tersebut tidaklah solutif sebagaimana yang dinyatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah.
Menurutnya, sebaiknya pemerintah mengalokasikan anggaran BLT untuk penambah subsidi energi saja jadi kenaikan harga BBM subsidi tidak perlu dilakukan. Karena Piter pun menilai pemerintah tetap akan membebani APBN 2022 untuk keperluan BLT.

Secara fakta, BLT tidak lebih selayaknya obat bius, pemberian BLT hanya bersifat sementara dan dalam jumlah terbatas serta tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat. Pada awalnya rakyat memang mendapat tambahan uang dalam jumlah tak seberapa, namun ketika bantuan terhenti sedang harga BBM terus naik, rakyat semakin sulit memenuhi kebutuhan energi mereka. Selain itu, akan timbul permasalahan baru ketika kebijakan BLT tersebut diterapkan, seperti korupsi dana BLT, data masyarakat miskin yang tidak valid sehingga tidak tepat sasaran, bahkan berpotensi
terhadap pembengkakan dana APBN. 

Akar permasalahannya bukan terletak pada adanya BLT atau tidak. Kesulitan rakyat maupun penguasa dalam mengatur kebutuhan energi ini tidak lain dikarenakan adanya liberalisasi migas.
Liberalisasi merupakan dampak penerapan sistem kapitalisme karena sistem ini melegalkan swasta menguasai dan mengendalikan SDA termasuk migas, bahkan untuk semakin menguatkan posisi ini, kapitalisme menempatkan negara hanya sebagai regulator yang hanya berperan membuat undang-undang, sehingga privatisasi SDA para kapital semakin mulus, hasilnya BBM sebagai salah satu hasil pengelolaan migas terimbas, BBM semakin mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat. 

Sangat berbeda dengan cara Islam dalam mengatur kebutuhan BBM rakyat. Islam memiliki hukum syariat mengenai pengelolaan SDA secara praktis yang diterapkan negara bernama Khilafah.
Rasulullah saw Bersabda : "Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api", (HR. Abu Dawud).
"Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah, maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, salah seorang laki-laki yang ada di dalam majlis berkata "Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan,?
"Sesungguhnya apa yang engkau berikan itu laksana memberikan air yang mengalir," Akhirnya beliau bersabda : Kalau begitu tarik kembali darinya,"(HR.Tirmidzi).
Ini merupakan dalil larangan atas individu untuk memilikinya, karena hal itu merupakan milik seluruh kaum muslim (Syekh Abdul Qadim Zallum, dalam kitab Al-Amwal fi Daulah Khilafah). 

SDA migas merupakan harta kekayaan milik umum yang tidak boleh ada privatisasi di dalamnya, selain itu sumber daya alam migas termasuk kekayaan alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh umat. Untuk bisa menikmati hasilnya memerlukan usaha keras, tenaga ahli, dan profesional, teknologi canggih, serta biaya yang tinggi. Syariat telah menetapkan negaralah yang berhak mengeksplorasi, mengeksploitasi, mengelolanya sebagai perwakilan kaum muslimin dan hasilnya dikembalikan kepada mereka secara utuh. Adapun mekanisme yang ditempuh melalui dua cara yaitu secara tidak langsung dan secara langsung.

Secara langsung Khilafah memberikan subsidi energi seperti listrik, BBM, dsb yang membuat
rakyat mudah untuk mendapatkan kebutuhan energi dengan harga terjangkau bahkan gratis, tanpa perlu ada BLT. Adapun mekanisme tidak langsung, Khilafah menjamin secara mutlak kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi warga negaranya. Biaya untuk menjamin kebutuhan dasar publik Khilafah mengambilnya dari pos kepemilikan umum Baitul Mal. Setiap warga negara Khilafah bisa mengakses layanan publik secara gratis. Dana pos berasal dari pengelolaan SDA, Khilafah boleh menjual migas kepada industri dengan mengambil keuntungan yang wajar, bahkan Khilafah boleh mengekspor migas ke luar negeri dengan mengambil keuntungan yang maksimal. Selanjutnya keuntungan ini masuk ke dalam pos kepemilikan umum Baitul Mal untuk menjamin kebutuhan dasar publik.

Pos ini juga bisa digunakan untuk membiayai seluruh proses operasional produksi migas, pengadaan sarana dan infrastruktur, riset, eksploitasi pengelolaan, hingga distribusi ke SPBU-SPBU, termasuk membayar seluruh kegiatan administrasi dan tenaga (karyawan, ahli atau direksi) yang terlibat di dalamnya. Inilah pengelolaan BBM dalam Khilafah, yang akan memberikan kesejahteraan kepada rakyat secara keseluruhan.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak