Oleh : Sindy Utami,SH.
Hukuman Dunia bagi Penista Agama
Penulis buku Ayat-ayat Setan atau The Satanic Verse, Salman Rushdie, ditikam di atas panggung saat mengisi acara di Chautauqua Institute, New York, Amerika Serikat pada Jumat (12/8/2022).
Akibatnya, ia mendapatkan sejumlah luka tusuk di bagian perut dan leher.
Rushdie segera dilarikan rumah sakit dengan helikopter untuk menjalani operasi darurat.
Dilansir dari AP News (12/8/2022), polisi setempat Mayor Eugene Staniszewski mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi tersangka dalam serangan itu.
Pelaku penyerangan itu adalah pria dari New Jersey, Hadi Matar (24), yang langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Kendati demikian, motif serangan masih dalam penyelidikan. Tak hanya polisi setempat, FBI juga terlibat dalam penyelidikan serangan tersebut.
Penista Agama dan Garis Waktu
Salman Rushdie ditikam pada 12 Agustus 2022 yang membuat dirinya menjadi sorotan. Selain dianggap sebagai penghina Nabi Muhammad, ternyata Salman Rushdie pernah memeluk agama islam.
Salman Rushdie telah melepaskan alat bantu pernapasan setelah sempat kritis karena ditikam Hadi Matar ketika menjadi pembicara di Chautauqua Institution, New York, Amerika Serikat pada Jumat, 12 Agustus 2022 waktu setempat.
Salman Rushdie lahir di Bombay pada 19 Juni 1947 dari keluarga Muslim Kashmir India. Salman dibesarkan di Bombay dan dididik di Katedral dan Sekolah John Connon di Fort, Bombay Selatan. Ia lalu lulus dengan gelar Bachelor of Arts di King’s College.
Salman Rushdie ternyata berasal dari keluarga Muslim liberal. Tapi, sejak beranjak dewasa, Salman mengkategorikan dirinya sebagai ateis. Dalam sebuah wawancara tahun 2006 dengan PBS, Salman bangga menyebut dirinya sebagai ateis garis keras.
“Pandangan saya adalah manusia sekuler. Saya tidak percaya pada entitas supernatural, baik Kristen, Yahudi, Muslim atau Hindu,” ungkap Salman Rushdie, menilik dari Far Eastern Economic Review
Sementara itu, menurut laporan Bomb Magazine, Salman Rushdie menyatakan dirinya adalah seseorang yang murtad dari Islam. Kini, Salman masih mengkategorikan diri sebagai ateis atau tidak percaya Tuhan maupun agama.
Tulisan Rushdie telah menyebabkan ancaman pembunuhan dari Iran pada tahun 1980-an, yang melarang bukunya yang paling terkenal, “ The Satanic Verses,” atau “ Ayat-ayat Setan” yang terbit pada tahun 1988.
Setahun kemudian, mendiang pemimpin Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini mengeluarkan dekrit agama atau fatwa yang menyerukan pembunuhan pada Salman Rusdhie karena menghina Nabi Muhamad dan Islam.
Iran juga menawarkan hadiah uang lebih dari U$ 3 juta atau Rp 44,5 miliar untuk siapa saja yang berhasil membunuh Rushdie. Pemerintah Iran sejak itu menjauhkan diri dari keputusan Khomeini, tetapi Rushdie tetap menjadi sosok yang sangat kontroversial. Rushdie menghabiskan waktu bersembunyi bertahun-tahun di Inggris dengan nama samaran Joseph Anton.
Berikut kronologi kehidupan Rushdie:
1947: Rushdie Lahir di Mumbai, India.
Rushdie lahir di tempat yang saat itu disebut Bombay, pada tahun pemisahan India, dari keluarga Muslim Kashmir. Ayahnya adalah seorang pengacara sebelum terjun ke bisnis, dan ibunya adalah seorang guru. Ia bersekolah di India dan Inggris, sebelum belajar sejarah di Universitas Cambridge.
1981: Rusdhie Menerbitkan novel “ Midnight's Children”
Enam tahun setelah novel pertamanya, Grimus, diterbitkan dengan sedikit keriuhan, karya keduanya membawa Salman Rusdhie ke ketenaran sastra. Midnight's Children, sebuah otobiografi yang mengikuti seorang anak ajaib yang lahir pada tengah malam ketika India memperoleh kemerdekaan, menjadi buku terlaris dan memenangkan hadiah Booker pada tahun 1981.
1988: Novel “ The Satanic Verses” atau “ Ayat-Ayat Setan” Terbit
Novel keempat Rushdie diterbitkan di Inggris tujuh tahun setelah Midnight's Children, dengan plot yang sebagian terinspirasi oleh kehidupan Nabi Muhammad. Novel itu adalah finalis hadiah Booker dan pemenang penghargaan Costa tetapi digambarkan sebagai penghujatan terjadap Islam dan Nabi Muhamad oleh banyak Muslim karena penggambarannya tentang Islam. Buku “ The Satanic Verses” diterbitkan oleh penerbit Penguin di Inggris.
12 Februari 1989: Polisi Tembaki Demonstran “ Ayat-ayat Setan”
Ratusan demonstran menyerang pusat kebudayaan AS di Islamabad, Pakistan, untuk memprotes penerbitan “ The Satanic Verses” karya Salman Rushdie. Polisi setempat menembaki pengunjuk rasa, menewaskan enam orang dan melukai lebih dari 80 lainnya.
14 Februari 1989: Khomeini Keluarkan Fatwa Hukuman Mati buat Salman Rusdhie
Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemimpin tertinggi Iran, kemudian mengeluarkan fatwa yang menyerukan pembunuhan Rushdie. Khomeini mendesak “ semua Muslim pemberani” untuk membunuh Rushdie dan penerbitnya. Ini menimbulkan keretakan diplomatik antara Inggris dan Iran.
1989: Salman Rusdhie Bersembunyi di Inggris dengan Nama Samaran
Akibat fatwa itu, Salman Rusdhie terpaksa tinggal di bawah tanah selama lebih dari satu dekade. Ia berpindah-pindah antara rumah aman dan hidup dengan nama samaran Joseph Anton.
24 Februari 1989: 12 Orang Demonstran “ Ayat-ayat Setan” Terbunuh
Dua belas orang tewas di Mumbai ketika polisi melepaskan tembakan untuk mencegah kerumunan 10.000 pengunjuk rasa yang berbaris di Komisi Tinggi Inggris untuk memprotes novel “ Ayat-ayat Setan.”.
27 Mei 1989: Puluhan Ribu Demonstran Demo di London
Diperkirakan 20.000 Muslim memprotes di pusat kota London. Mereka membakar patung Rushdie dan menyerukan kematiannya. Para demonstran berbaris ke Westminster, di mana Parlemen Inggris berkantor. Polisi menangkap 101 pemrotes, termasuk 15 yang diduga menyerang petugas.
Agustus 1989: Percobaan Pembunuhan Pertama
Sebuah bom ditanam di hotel Beverley House di pusat kota London oleh Mustafa Mazeh, seorang pria Lebanon. Namun, bom itu meledak saat Mazeh menyiapkan bahan peledak, sehingga membunuhnya. .
14 September 1989: Kantor Penerbit “ Ayat-ayat Setan” Dipasangi Bom
Empat bom dipasang di luar toko buku di Inggris milik penerbit Viking Penguin, penerbit novel The Satanic Verses.
1990: Majalah Newsweek Terbitkan Tulisan Rusdhie
Majalah Newsweek menerbitkan sebuah esai oleh Rushdie, “ In Good Faith,” di mana ia berusaha untuk mempertahankan diri dan membela novel kontroversial tersebut.
3 Juli 1991: Penerjemah Italia Dipukuli
Ettore Capriolo, penerjemah Italia novel The Satanic Verses, dipukuli dan diserang dengan pisau di flatnya di Milan oleh seorang pria yang mengaku orang Iran.
12 Juli 1991: Penerjemah Jepang dibunuh
Hitoshi Igarashi, yang menerjemahkan The Satanic Verses ke dalam bahasa Jepang, ditikam sampai mati di kantornya di Universitas Tsukuba di Jepang. Penyerang tidak pernah diidentifikasi.
1993: Rusdhie bergabung dalam Parlemen Penulis Inetrnasional
Rusdhie berpartisipasi dalam pendirian Parlemen Penulis Internasional yang bertujuan melindungi penulis dan kebebasan berbicara. Organisasi itu dibubarkan pada tahun 2003.
1995: Salman Rusdhie Muncul Pertama Kali di Depan Umum
Setelah enam tahun hidup di bawah perlindungan polisi dan tinggal di rumah persembunyian, Rushdie muncul di London dalam penampilan publik pertamanya sebelum fatwa kematiannya itu dikeluarkan.
12 Februari 1997: Yayasan Iran Tawarkan Hadiah untuk Kepala Rusdhie
Delapan tahun setelah pertama kali menawarkan hadiah, Yayasan Khordad ke-15 revolusioner Iran meningkatkan hadiah atas kepala Rushdie menjadi $AS2,5 juta ($3,5 juta) atau Rp 51 miliar.
1998: Iran Mundur Sebagian
Ketika Mohammad Khatami mengambil alih pemimpin tertinggi Iran, dia menyatakan pemerintah Iran tidak akan " mendukung atau menghalangi" pembunuhan Rushdie. Ini dia lakukan untuk mencoba meredakan hubungan diplomatik dengan Inggris.
24 September 1998: Menlu Iran Keluarkan Pernyataan
Menteri Luar Negeri Iran Kamal Kharrazi mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Inggris Robin Cook di PBB di New York bahwa Iran tidak akan mengambil tindakan untuk mengancam kehidupan Rushdie, atau mendorong orang lain untuk melakukannya.
28 September 1998: Ulama Iran Tetap Menyerukan Pembunuhan Rusdhie
Media Iran mengatakan tiga ulama Iran telah meminta pengikut Islam untuk membunuh Rushdie di bawah fatwa Khomeini.
4 Oktober 1998: Parlemen Iran Menyatakan Fatwa Masih Berlaku
Sekitar 160 anggota parlemen Iran mengatakan fatwa keputusan kematian terhadap Rushdie tetap berlaku.
10 Oktober 1998: Penambahan Hadiah bagi Pembunuh Rusdhie
Sebuah kelompok mahasiswa garis keras Iran menetapkan hadiah satu miliar rial (kemudian U$ 333.000) untuk kepala Rushdie.
12 Oktober 1998: Lagi, Penambahan Hadiah bagi Pembunuh Rusdhie
Sebuah yayasan keagamaan Iran yang terkait dengan negara meningkatkan hadiahnya sebesar $AS2,5 juta sebesar $AS300.000.
1999: India Beri Visa ke Rusdhie
Rushdie kelahiran Mumbai diberikan visa oleh pemerintah India untuk mengunjungi negara kelahirannya, yang memicu protes oleh umat Islam.
2005: Novel baru Rusdhie terbit
Novel baru Rusdhie, “ Shalimar the Clown,” diterbitkan, dengan banyak utas naratif seputar Kashmir yang dikelola India.
2007: Rushdie Dapat Gelar Bangsawan dari Ratu Inggris
Salman Rusdhie dianugerahi gelar kebangsawanan oleh Ratu Elizabeth II atas jasanya di bidang sastra, yang memicu protes luas di kalangan Muslim, terutama di Pakistan. Dia berkata pada saat itu: " Saya senang dan merasa rendah hati menerima kehormatan besar ini, dan sangat bersyukur bahwa pekerjaan saya telah diakui dengan cara ini." Gelar ksatria atau knight itu memicu protes di seluruh dunia Muslim, dengan Pakistan dan Iran memprotes secara resmi dengan menarik kembali duta besar mereka di Inggris.
2008: Novel Rusdhie Memperoleh Penghargaan
Novel Rushdie “ Midnight's Children” dinobatkan sebagai " Booker of Bookers" setelah memenangkan suara publik untuk novel pemenang Booker terbaik dalam masa 40 tahun penghargaan.
2009: Iran Menyatakan Dekrit Fatwa Khomeini " Masih Valid" .
Januari 2012: Rushie Batal ke India
Rushdie membatalkan rencana menghadiri festival sastra di Jaipur, India, setelah protes dari beberapa kelompok Muslim India.
2010: Nama Rusdhie Masuk Daftar Sasaran Al-Qaida
Nama Rushdie muncul di daftar orang-orang yang ingin dibunuh oleh kelompok itu. Nama dia diterbitkan di majalah Al-Qaida.
2012: Rushdie Menerbitkan Kisah Persembunyiannya
Rushdie menerbitkan kisah Joseph Anton, sebuah memoar untuk mengenang dan melihat kembali tahun-tahun persembunyiannya.
16 September 2012: Hadiah untuk Kepala Rushie Bertambah
Sebuah yayasan keagamaan Iran menaikkan hadiahnya karena membunuh Rushdie menjadi U$ 3,3 juta.
2014: Rusdhie Dapat Penghargaan
Rushdie memenangkan Penghargaan PEN/Pinter tahunan atas dukungannya terhadap kebebasan berbicara dan apa yang disebut juri sebagai bantuannya yang murah hati kepada penulis lain.
2015: Novel Baru Rusdhie terbit
Novel terbaru Rusdhie, “ Two Years Eight Months and Twenty-Eight Nights,” dirilis.
Oktober 2015: Rusdhie Bicara di Pameran Buku Frankfurt
Rushdie memperingatkan bahaya baru terhadap kebebasan berbicara di Barat di tengah keamanan yang ketat di Pameran Buku Frankfurt. Kementerian Kebudayaan Iran langsung membatalkan stand buku nasionalnya di pameran itu karena penampilan Rushdie.
2016: Salman Rusdhie Jadi Warga Negara Amerika
Salman Rushdie resmi menjadi warga negara AS setelah sekitar 20 tahun tinggal di New York.
2022: Ratu Inggris Beri Penghargaan ke Rusdhie
Salman Rushdie dijadikan Companion of Honor dalam penghargaan ulang tahun tahunan Ratu Inggris.
12 Agustus 2022: Salman Rusdhie Ditikam di New York
Rushdie ditikam di leher, dada dan pertut sebanyak 15 kali saat berada di atas panggung di sebuah acara di Chautauqua, New York, Amerika Serikat. Polisi mengatakan tersangka telah ditahan.
Di negara penganut sistem demokrasi, kebebasan menjadi pilar terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Empat pilar kebebasan, yakni kebebasan beragama, berekspresi, berpendapat, dan tingkah laku, yang sering diagung-agungkan tidak menjadikan masyarakatnya terdidik dengan nilai toleransi tinggi. Kebebasan berekspresi justru menyemai benih sentimen dan kebencian terhadap Islam. Kebebasan beragama juga melahirkan berbagai aliran sesat yang menyimpang dari akidah Islam.
Kebebasan berekspresi menyerukan agar umat antaragama saling menghormati dan menjunjung tinggi toleransi. Padahal faktanya, kebebasan inilah yang sesungguhnya memicu lahirnya para penista agama. Dengan mengolok-olok agama, para penganut kebebasan ini merasa benar sendiri.
Atas nama kebebasan pula, umat Islam selalu diminta tidak mudah tersulut emosi manakala ada kasus penodaan agama. Memang, hal tersebut tidak salah. Hanya saja, terdapat perbedaan perlakuan bila menyangkut identitas agama pelaku penistaan. Jika pelaku penista dari kalangan muslim, mereka buru-buru mengecap pelaku memiliki pemahaman radikal, intoleran, dan antikeberagaman. Sebaliknya, jika pelaku dari kalangan nonmuslim, narasi radikal dan intoleran tiba-tiba menghilang.
Di sisi lain, perangkat hukum sekuler gagal melindungi agama dari penistaan. Hukuman bagi pelaku penistaan tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Hukuman paling berat hanya dipenjara dua atau beberapa tahun saja. Tidak heran bila penistaan agama berkembang biak di sistem demokrasi sekuler. Bahkan di jantung demokrasi justru melindungi Penista agama dengan alasan kebebasan berekspresi tetmaktub sebagai salah satu hak dalam deklarasi human right.
Hukum seperti inikah yang kita harapkan untuk menjaga dan melindungi agama dari para penista?
Khilafah Melindungi Agama
Negara Khilafah bukanlah negara homogen. Di bawah kepemimpinan sistem Khilafah, kesucian agama benar-benar terjaga. Toleransi dan saling menghormati antarumat beragama menjadi tabiat masyarakat yang hidup dengan aturan Islam yang paripurna.
Kebebasan beragama dalam Islam tidaklah hipokrit seperti demokrasi. Secara empiris, Islam mampu mengurusi masyarakat heterogen dengan baik selama beradab-abad. Secara historis, penerapan sistem Islam mampu menjaga dan menghormati agama dengan toleransi yang sebenar-benarnya.
T.W. Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan, “Ketika Konstantinopel kemudian dibuka oleh keadilan Islam, pada tahun 1453 Sultan Muhammad II menyatakan dirinya sebagai pelindung Gereja Yunani. Penindasan pada kaum Kristen dilarang keras dan untuk itu dikeluarkan sebuah dekret yang memerintahkan penjagaan keamanan pada Uskup Agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan penerusnya. Hal yang tidak pernah didapatkan dari penguasa sebelumnya. Gennadios diberi staf keuskupan oleh Sultan Muhammad II memberik Gennadios staf keuskupan. Sang Uskup juga berhak meminta perhatian pemerintah dan keputusan Sultan untuk menyikapi para gubernur yang tidak adil.”
Kehidupan beragama sangat dijamin dalam Islam. Warga nonmuslim yang tinggal di negara Khilafah disebut dengan kafir zimi atau ahlu dzimmah. Kata Adz-dzimmi berasal dari adz-dzimmah yang artinya janji. Mereka hidup berdampingan dengan muslim dan mendapatkan perlindungan dari negara. Perlakuan Islam terhadap kafir zimi menunjukkan bahwa Islam mampu memberi keadilan dan jaminan bagi setiap warganegara.
Potret keadilan dan jaminan tersebut terangkum dalam beberapa hal berikut:
Pertama, jaminan kebebasan beribadah.
Dalam hal ini, seorang kafir zimi memperoleh kebebasan menjalankan agama sesuai keyakinannya. Khilafah akan menjamin pelaksanaan ibadah tanpa diskriminasi, pemaksaan, ataupun tindakan intoleran. Tidak boleh ada paksaan dalam memeluk Islam.
Mereka bebas melaksanakan proses ibadah sesuai ajaran agamanya. Rasulullah ﷺ pernah menulis surat kepada penduduk Yaman, ”Siapa saja yang tetap memeluk agama Nasrani dan Yahudi, mereka tidak akan dipaksa untuk keluar dari agamanya,….” (HR Abu Ubaid)
Kedua, jaminan memilih dan memeluk agama.
Allah Swt. berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)..…” (TQS Al Baqarah: 256). Islam tidak akan memaksa nonmuslim untuk memeluk Islam. Islam mengajarkan agar hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain.
Ini sebagaimana gambaran Shalahuddin al-Ayyubi menaklukkan Palestina. Saat itu, tiga agama, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup berdampingan dengan damai. Hal itu juga terjadi saat Muhammad al-Fatih menaklukkan Konstantinopel, beliau tidak serta-merta menyingkirkan umat Nasrani. Bahkan, beliau menjamin hak beragama mereka dengan baik.
Ketiga, perlakuan yang baik secara umum.
Islam mengajarkan agar kaum muslim memperlakukan kafir zimi dengan baik dan memperhatikan kepentingannya. Kaum muslim bahkan wajib menjaga keselamatan jiwa, harta dan kehormatan mereka. Mereka terjaga makanan, tempat tinggalnya, juga pakaiannya.
Rasulullahﷺ, “Saya berwasiat untuk khalifah sesudahku begini dan begitu. Saya juga berwasiat kepadanya untuk melakukan dzimmah (janji) Allah dan Rasul-Nya agar perjanjian dengan mereka ditunaikan, sehingga mereka berada di belakang (mendukung) ketika berperang dan agar tidak membebani mereka di luar kemampuan mereka.” (HR Bukhari)
Keempat, kebolehan bermuamalah dengan kaum muslim.
Kaum muslim boleh melakukan berbagai transaksi muamalah dengan kafir zimi, seperti jual beli, sewa, perserikatan, dan sebagainya tanpa diskriminasi.
Kelima, Khilafah menjaga akidah umat Islam dengan mekanisme berikut: (1) menanamkan dasar-dasar akidah Islam, baik melalui kurikulum pendidikan maupun pembinaan umum pada masyarakat; (2) melarang segala bentuk penyebaran ajaran lain selain Islam; (3) memberlakukan sanksi tegas pada pelaku murtad atau penista agama, yaitu hukuman mati. Hanya saja, pemberlakuan hukuman ini ditetapkan ketika mereka menolak setelah sebelumnya diajak kembali pada Islam dan bertobat.
Wallahu'Alam Bish showwab
