Oleh: Susi Herawati (Ibu Rumah Tangga)
Begitu banyak rentetan peristiwa yang terjadi di sepanjang tahun 2018, baik peristiwa yang bermuatan ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain. Belum lagi maraknya bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami yang merenggut nyawa ribuan orang di akhir tahun ini. Nampaknya, tahun 2018 adalah tahun penuh duka bagi bangsa Indonesia, mengingat banyaknya bencana dan kecelakaan yang terjadi pada transportasi udara, darat, dan laut.
Pada 5 Agustus 2018, gempa yang berkekuatan 6,9 SR menghantam pulau Lombok yang menelan 468 korban jiwa dan disusul lagi gempa bumi berkekuatan 7,7 dan tsunami 1,5-3 meter di Donggala, Palu yang terjadi di akhir september. Bencana ini meluluh lantahkan seluruh kota dan membuat lebih dari 330 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Disusul lagi dengan kecelakaan transportasi udara yaitu pesawat terbang yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
Menjelang tutup tahun, kembali lagi terjadi tsunami pada tanggal 22 Desember yang menerjang daerah Banten dan Lampung. Sebanyak 222 orang meninggal dunia, 843 luka-luka, dan 28 orang hilang (BNPB, 23/12). Sebanyak 558 rumah rusak, 9 hotel rusak berat, 60 warung serta 350 perahu rusak (makassarterkini.id).
Lebih miris lagi, pada awal tahun 2019, terjadi lonngsor di Sukabumi yang menewaskan banyak orang meninggal dunia. Bencana-bencana yang telah terjadi wajib untuk kita renungi. Mengapa begitu banyak bencana yang terjadi di negeri tercinta ini, apakah ini azab dari Allah, ujian dari Allah, atau hanya gejala alam yang sudah biasa terjadi?
Tahun 2018 merupakan tahun kesedihan bagi umat Islam. Bisa jadi, hal ini terjadi akibat para pemimpin yang tidak amanah dalam mengurus urusan ummatnya. Jika suatu bangsa dipimpin oleh pemimpin yang baik (shalih), cakap/cerdas, kompeten, serta amanah, maka kebangkrutan dan kehancuran suatu bangsa mungkin saja tidak akan terjadi, sebab pemimpin seperti itu menganggap kekuasaan merupakan amanah agar tercipta kesejahteraan dan ketentraman bagi rakyatnya. Sayangnya, para oemimpin saat ini hanya menjadikan kekuasaan sebagai sarana dan kesempatan memperkaya diri dan bersenang senang.
Akibatnya perilaku korupsi merajalela, penindasan, LGBT begitu bebas dan kemiskinanpun sudah menjadi pemandangan yang lumrah dan kebangkrutan moral telah menjadi hal yang sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, memilih pemimpin harus selektif, sebab mereka akan mengemban amanah yang sangat berat. Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah bersabda "Jika amanah di sia-siakan, maka tunggulah saatnya kehancuran." Abu Hurairah bertanya bagaimana amanah itu di sia-siakan wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, "jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya." (HR.Bukhari)
Disamping itu, para ulama dan cendekiawan yanh seharusnya menjadi pilar pengokoh suatu bangsa malah terseret pada kepentingan pragmatis para penguasa dan pengusaha. Munculnya fatwa-fatwa pesanan yang tidak memihak Orang lemah dan tertindas serta memberikan opini yang menyesatkan dan membingungkan umat, sebagai akibat terlalu banyak menerima pemberian yang tidak jelas, karena telah hilangnya ketulusan, dan bahkan para ulamapun menjadi gaduh dengan perdebatan yang berbantahan mengenai hal yang sudah diputuskan dengan jelas oleh Allah dan Rasul-Nnya dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Jika tiga pilar bangsa, yaitu penguasa, pengusaha, dan ulama sudah tidak menjalankan fungsi semestinya, maka kebangkrutan moral, akan mengundang kemurkaan Allah yang tidak bisa dihalang-halangi untuk menghancurkan manusia yang durhaka, namun manusia yang baik juga akan terbawa dampaknya.
Allah SWT berfirman, "Jika kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, maka ku perintahkan orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadap kekerasan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri ini sehancur-hancurnya (T.Q.S. Al-Isra': 16).
Bila bencana alam ini sebagai ujian kepada bangsa ini, seyogyanya kaum muslim senantiasa kuat dan teguh imannya. Maka di tahun 2019, kita sebagai umat Islam harus lebih giat lagi berjuang untuk mewujudkan perubahan hakiki, dengan kepemimpinan yang syar'i yang meliputi sosok pemimpin yang syar'i dan sistem yang Syar'i, dan hal ini menjadi kesadaran dan opini kaum muslim, tidak hanya saja dalam memilih sosok pemimpin yang berkarakter sebagaimana yang di syari'atkan oleh Islam, tetapi juga yang mau menerapkan aturan Islam secara keseluruhan sebagai mana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat membangun Daulah Islam di Madinah dan menerapkan hukum Allah dalam naungan Khilafah yang menjamin akan terwujudnya kebaikan dan keberkahan.
Allaahu a'lam bi ash-shawab.