Oleh : Ummu Fahri
(Pemerhati keluarga dan generasi)
Berbagai kemudahan dan kecanggihan teknologi saat ini mendorong masyarakat untuk menggunakan sebagai sarana dalam beraktifitas dalam kehidupan. Sebut saja gawai yang sudah menjadi barang pokok yang wajib dibawa dan tak boleh ketinggalan. Bahkan terasa ada yang kurang bila sehari tidak ada gawai. Meskipun kadang gawai ini hanya untuk sekedar selfie, berbagi di grup komunitas, facebook, instagram dan berbagai aplikasi lainnya.
Berbanding lurus dengan kecanggihan teknologi informasi saat ini, ternyata dampak buruk dari media digital ini juga begitu besar. Terbukti dengan banyak berita yang begitu mengejutkan kita.
Masih ingat viralnya aplikasi tik tok, yang men-Tuhan-kan "Bowo". Dengan berbagai kenakalan remaja, ada yang rela menjual ginjal ibu demi bertemu dengan sosok "Bowo", rela menyerahkan keperawanan pada "Bowo", dan berbagai perbuatan dilakukan demi sosok "Bowo" ini.
Dan tak kalah mengejutkan dari itu, bulan Oktober ini ditemukan grup facebook gay SMP-SMA di Garut dengan jumlah lebih dari 2.600 orang(kompas.com/06102018). Tak hanya disitu saja, ternyata ditemukan pula grup gay di Karawang dengan berjumlah 6.000 orang (Republika.co.id/10102018). Ada lagi tentang grup "All Star" yang beranggotakan 24 siswa dan siswi dari Cikarang,Jawa Barat. Mereka saling berbagi video porno, ajakan berbuat mesum, dan juga tawuran (www.pikiran-rakyat.com/03Oktober2018). Bahkan di Lampung ada satu sekolah yang 12 siswinya hamil (Lampung.Tribunnews.com/senin01102018). Dan ini adalah potret buramnya generasi yang terekspose media belum yang tidak terekspose seperti kecanduan game hingga terlibat judi online dengan hutang jutaan rupiah, penculikan karena facebook, dan berbagai kenakalan remaja yang tak bisa disebut satu persatu.
Hal ini terjadi karena lemahnya peran keluarga.Pertama, keluarga memberikan semua yang diinginkan anaknya tanpa mengikuti perkembangan selanjutnya dan dampak buruk yang akan dialaminya. Yang kedua dengan adanya gawai ini adalah lemahnya hubungan keluarga, serumah tapi asyik dengan dunianya sendiri atau malah orang tuanya tidak tahu menahu dengan gawai ini. Yang ketiga adalah kurang perhatian dari orang tua. Dan ini adalah hal yang sering menjadi alasan dari setiap kenakalan remaja saat ini. Dan yang terakhir tidak terbinanya keluarga dengan keimanan yang mantap.
Selain itu pula, lemahnya peran negara juga menjadi penyebab rusaknya generasi. Negara tidak membatasi aplikasi - aplikasi yang beredar. Bagaimana kontennya, bagaimana dampaknya, bagaimana kondisi masyarakat dan lain sebagainya. Setelah tahu adanya dampak buruk pun solusinya juga kurang menjamin dampak buruk ini tidak terus menggerus generasi. Misal, penutupan sementara aplikasi tik tok yang sekarang sudah bisa di akses lagi. Masih berseliweran konten - konten yang berbau porno. Tidak adanya batasan tentang kampanye - kampanye sosial yang ada dalam media sosial yang terbukti dengan kenaikan jumlah grup gay dan grup menyimpang lainnya.
Sungguh tiada penguat selain iman. Hanya merekalah yang senantiasa menjaga iman dan taqwalah yang masih terjaga sampai saat ini tidak terpengaruh buruknya media sosial. Sebagai contoh para muslim muslimah yang menorehkan gemilang prestasinya dalam berbagai bidang. Namun ini tidak menjamin tidak bertambah tanpa adanya solusi dari negara karena media terus menggempur sementara kita masih terus mencari solusi.
Sebenarnya islam merupakan solusi yang ada di depan mata. Baik dari proses pengasuhan, pendidikan, teknologi pun sudah ada aturannya. Tinggal bagaimana, apakah ini digunakan atau tidak. Dan ini merupakan solusi yang paripurna. Dengan diterapkannya islam maka seluruh kerusakan yang ada menjadi baik dengan sendirinya, sesuai dengan semboyannya islam rahmatan lil alamin.
Bukan isapan jempol belaka. Buktinya saat islam berjaya dan diterapkan di berbagai negara telah melahirkan para penemu, ilmuwan, dan berbagai teknologi yang ada merupakan warisan dari kejayaannya lalu. Disinilah ditunjukkan bahwa teknologi yang ada digunakan untuk kebaikan
dan memudahkan manusia dalam menjalankan aktivitasnya dalam mwnggapai ridho Ilahi, bukan untuk bersenang senang dan terlena dengan kenikmatan dunia dan mendorong nafsu seksual semata.
Maka, marilah kita senantiasa berpegang teguh pada tali agama Allah agar kita mampu menyelamatkan diri kita, keluarga kita, dan juga generasi selanjutnya menjadi generasi gemilang bukan meninggalkan air mata dan kesengsaraan akan azab pedih dari kelamnya masa karena cinta dunia semata.
Wallahu 'alam bish showab