Scroll Aman? Evaluasi UU Tunas dalam Menjaga Anak di Ruang Digital




Oleh : Yanna Ash-Shoffiyah
(Lingkar Study Islam dan Peradaban)


Bisnis.com, JAKARTA— Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid berharap implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Perlindungan Anak di Ruang Digital (PP TUNAS) dapat berlaku penuh pada tahun depan. Dia mengatakan saat ini regulasi sudah diterbitkan, namun pelaksanaannya masih menunggu kesiapan teknologi dari para platform digital. “Kami menunggu para platform untuk menyiapkan teknologinya. Mudah-mudahan di tahun depan ini sudah bisa betul-betul diterapkan,” kata Meutya usai acara Anugerah Jurnalistik Komdigi pada Rabu (19/11/2025). 


Tentu bukan tidak alasan Kementrian Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) menerbitkan PP Tunas No.17 Tahun 2025 tentang  Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.


PP Tunas ini dibuat sebagai aturan teknis yang menjabarkan kewajiban penyenggara layanan digital (platform elektronik) dalam melindungi anak-anak yang mengakses Internet dan teknologi digital. 

Banyaknya kasus yang menimpa anak di ruang digital, semisal cyberbulling, game, tontonan, pinjaman online, judi online dan yang semisalnya, membuat keresahan tersendiri buat orang tua dan pemerintah tentunya, karena dengan mengakses platform-platform tersebut membuat hal-hal yang kurang baik bagi generasi, dari mulai enggan menampakkan diri, minder,  menjadi anak yang tidak mau bersosialisasi di dunia nyata, pemarah, suka berbohong, hingga banyaknya anak yang mentalnya rapuh melakukan bunuh diri.


Benarkah Media Sosial Menjadi Penyebab Utamanya?

Kecanggihan teknologi hari ini membuat generasi berada di dua kondisi,  pertama dia menjadi generasi yang terdepan dalam teknologi dan kedua di menjadi generasi yang tertinggal teknologi.


Kedua kondisi tersebut akan dialami generasi tergantung bagaimana dia memanfaatkan teknologi yang ada, apakah dia manfaatkan untuk menggali informasi dan ilmu atau hanya untuk scroll-scroll platform digital untuk mengisi waktu luang, untuk bermain atau sudah menjadi hal yang biasa dilakukan untuk mencari hiburan.


Adanya realitas yang terjadi hari ini pada generasi, yaitu tidak sehatnya mental generasi, menjadi salah satu alasan diterbitkannya PP Tunas no 17 tahun 2025.


Namun, apabila kita telisik lebih mendalam, sesungguhnya kuatnya arus penggunaan media pada generasi bukan menjadi penyebab utama atas realitas tersebut di atas. Namun, realitas tersebut menjadi jalan untuk merusak generasi. Sehingga pembatasan mengakses platform-platform sosial media yang ada saat ini hanya menjadi solusi prakmatis tanpa menyentuh akar masalah yang sesungguhnya.


Lantas apa akar masalah sesungguhnya?
Akar masalah sebenarnya adalah karena sistem yang diemban oleh dunia hari ini adalah sistem kapitalis - seluler,  yaitu suatu sistem aturan di dalam kehidupan yang menitikberatkan pada modal/uang, yang punya modal/ uang yang berkuasa.  Asas yang diterapkan adalah seluler, yaitu memisahkan  agama dari kehidupan. Pembuat peraturan adalah manusia dan agama tidak punya andil. Tentu saja hal ini tidak sesuai fitrah manusia, dimana manusiai membutuhkan pencipta dan membutuhkan pengatur dalam semua lini kehidupannya.


Sistem kapitalisme dengan asasnya yaitu sekulerisme menjadi sistem yang salah dan rusak di berbagai sisinya. Dan tidak layak dijadikan sebagai sistem yang mengatur seluruh lini kehidupan.


Maka sistem kapitalisme dengan asasnya sekekulerisme ini menjadi akar masalah sesungguhnya di dunia digital, bukan karena penggunaan atau pembatasan usia pengguna media sosial.


Islam Mencabut Akar yang Salah

Sesungguhnya keberadaan Internet, sosial media ataupun  gawai merupakan produk. Hasil dari perkembangan teknologi dan siapa saja boleh menggunakannya, baik itu orang muslim atau orang selain muslim.


Ketika manusia melakukan suatu aktivitas, misalnya cyberbulling,  menjadi pelaku pinjaman online atau judi online, atau bahkan pelaku kriminalaitas misalnya, hal tersebut terjadi karena pengaruh dari pemahamannya. Yang pemahaman ini dipengaruhi oleh ilmu/pengetahuan yang dia dapatkan.


Ilmu/pengetahuan yang membentuk pemahaman dan pemahaman ini akan berpengaruh pada perilaku/aktivitas ini tidak boleh tidak, maka dia harus berasas pada sistem Islam dengan benteng aqidah Islam yang menjadi asasnya. 


Di dalam sistem Islam,  aqidah Islam dijadikan pondasi dalam kehidupan. Maka ilmu/pengetahuan begitu juga dengan pemahaman dan aktivitas/tingkah lakunya pasti tunduk kepada aqidah Islam. Karena aqidah Islam  menjadi landasan/asas di dalam seluruh aktivitas kehidupannya.


Keimanan/aqidah ini harus dibangun di atas benteng yang kokoh dalam sistem pendidikan yang diterapkan oleh suatu negara yang menerapkan sistem Islam. Karena di dalam sistem pendidikan tersebut, aqidah menjadi asas di dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Aqidah dibentuk dengan metode berfikir sehingga siswa memiliki kerangka berfikir yang benar. Memahami siapa pencipta dan pengatur dalam kehidupan. 


Tidak hanya menjadikan aqidah ini sebagai asas dalam pendidikan, aqidah juga dijadikan sebagai asas/pondasi di semua aspek kehidupan,  sehingga semua warga negara di negara yang menerapkan sistem Islam tunduk dan melaksanakan syariat Islam secara menyeluruh. Maka persoalan generasi, penyakit mental generasi dan hal lain yang berkaitan dengannya akan bisa terurai secara menyeluruh, tidak hanya mensolusikannya dengan Peraturan Pemerintah dalam sistem yang rusak hari ini,  karena sistem kapitalisme-sekulerisme inilah yang merusak generasi dengan produk-produk digitalnya, namun semua problem hanya bisa disolusikan dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh).  Dan hanya sistem Islam yang akan menyelamatkan generasi dari hal-hal yang merusaknya. Dengan melaksanakan syariat Islam dalam bingkai negara yang menerapkan Isllam secara kaffah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak